Meski memiliki begitu banyak barang, namun ia tak merasa bahagia. Ia merasa hampa.
Dirinya hanya orang biasa yang mudah tertekan di tempat kerja, tidak percaya diri, dan terus-menerus membandingkan diri dengan orang lain. Sampai suatu hari, ia memutuskan untuk mengubah pola hidupnya dengan membuang barang yang dimiliki.
Sejatinya apa yang dilakukan Sasaki sangat logis dan beralasan, mengingat keterbatasan tempat tinggal dan lahan merupakan masalah serius di Jepang.
Dengan menyimpan banyak barang akan memakan lebih banyak ruang, ruangan akan menjadi sempit. Tempat dan lahan untuk menyimpan barang-barang juga sangat mahal.
Esensi minimalism yang ditawarkan Fumio Sasaki adalah meninggalkan sikap boros dan berlebihan, untuk hidup yang sederhana namun berkualitas.
Sehingga dibutuhkan kemampuan untuk membedakan antara kebutuhan dan keinginan, terutama pada saat membeli barang. Fokuskan hanya pada apa yang benar-benar dibutuhkan.
Minimalism mengajak para pelakunya untuk hidup sederhana, secukupnya, seminim mungkin, sehingga tidak perlu terlalu banyak memiliki barang.
"less is more"
Metode yang digunakan terbilang sangat ekstrim. Barang yang tidak terlalu dibutuhkan harus segera disingkirkan, sekalipun itu sangat berharga. Karena semakin banyak barang yang dimiliki, semakin pula kita akan merasa terikat.
Keterikatan itu bisa meningkatkan rasa takut akan kehilangan sesuatu yang dimiliki. Akibatnya, pikiran kita akan terkekang. Kita akan menghabiskan lebih banyak waktu dan energi untuk mempertahankan barang yang kita punya.
Sampai akhirnya barang-barang yang seharusnya bisa memudahkan dan menunjang kehidupan, justru berbalik mengendalikan kita.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!