Personil Kopkamtib akan disebar di seluruh penjuru Nusantara, terutama tempat-tempat umum di perkotaan. Bila perlu dipersenjatai sedimikian rupa untuk memperkuat shocktherapy.
Setiap aktivitas warga negara di luar rumah harus memiliki ijin terlebih dahulu. Bila tidak mengantongi ijin sama halnya menantang maut.
Dengan begitu tidak akan ada lagi kerumunan yang disebabkan oleh perpisahan McD Sarinah ataupun antrian penumpang di Bandara Soekarno Hatta karena sudah jauh-jauh hari akan terendus.
Sebab Kopkamtib juga dikenal memiliki intelejen yang handal dalam mengendus setiap gerak-gerik masyarakat sipil yang berpotensi menganggu keamanan, kedamaian dan stabilitas Negara.
Tidak akan kita jumpai mall-mall yang bernyali untuk membuka lapaknya. Sekalipun pasar tradisional akan dijaga ketat oleh personil Kopkamtib yang tidak segan melakukan tindakan represif jika masyarakat abai atau malah melawan. Skenario kericuhan yang terjadi di pasar Payakumbuh tidak akan pernah terjadi karena kehadiran mereka.
Bahkan aktivitas ibadah di masjid dan musolah juga akan sepenuhnya dilarang dan diawasi ketat. Hal ini didasarkan pada pengakuan Soeharto bahwa dirinya adalah seorang abangan tulen serta sikap antipati-nya terhadap Islam pada awal masa Orba.
Maraknya perampokan yang terjadi akibat pandemi tipis kemungkinannya akan terjadi, kalaupun terjadi sudah pasti esok harinya mereka akan tergelatak tak bernyawa di jalan-jalan dengan tangan terikat dan kepala tertembus peluru tajam Penembak Misterius (Petrus).
Bisa dipastikan perampok serta kawanannya akan lari tunggang langgang dan angka kriminalitas bisa ditekan atau dihilangkan sama sekali.
Catatan sejarah mengatakan, Petrus yang semula dipimpin Letkol Muhammad Hasbi, diam-diam diambil alih oleh Pangkopkamtib Moerdani. Lagi-lagi Kopkamtib memainkan peranan yang sangat vital demi aman dan tertib ala Orba.
Selain itu, Kopkamtib juga bertugas menentukan nasib media pers. Sebuah surat kabar harus memiliki izin dari Kopkamtib jika ingin terbit. Kritik terhadap langkah pemerintah dalam menangani pandemi dan penyebaran berita hoaks yang meresahkan akan dianggap mengganggu stabilitas keamanan Negara, pembredalan tidak akan terhindarkan.
Sebagaimana pembredelan media pada tahun 1978 kepada beberapa surat kabar dan majalah, termasuk apa yang dialami Kompas. Bisa jadi kita yang gemar mengkritik pemerintah di Kompasiana atas carut-marutnya kebijakan penanggulangan pandemi, esok harinya akan berakhir di dalam jeruji penjara atau bahkan tinggal nama.