Berbagai moda transportasi mulai dari becak, ojek pangkalan, angkot, ojek online, taksi online, mobil sewaan, bus, kapal laut hingga pesawat terbang pernah saya gunakan selama penugasan. Apapun moda transporatisnya, asalkan bisa tiba di lokasi dengan aman dan selamat.
Belum lagi jika menyangkut data penunjang yang dibutuhkan untuk mengerjakan laporan penilaian. Bilamana metode penilaian menggunakan perbandingan data pasar, maka akan dibutuhkan sekurang-kurangnya 3-4 data penunjang yang harus didapatkan di lapangan pada saat dilakukan survei.
Sedangkan di beberapa daerah terpencil data semacam itu sangat sulit untuk didapatkan. Dan sebagai alternatif terakhir adalah dengan meminta data ke aparatur daerah setempat, itupun tidak mudah tapi harus dilakukan demi berjalannya proses penilaian.
Hal yang paling menyenangkan bagi seorang appraiser adalah ketika hari penugasan berdekatan dengan weekend. Setelah menyelesaikan pekerjaan artinya kita bisa mengunjungi spot-spot menarik di daerah dimana kami ditugaskan. Istimewanya lagi, apabila daerah penugasan tersebut adalah destinasi wisata, taruhlah Bali.
Kebetulan sudah beberapa kali saya ditugaskan ke Pulau Dewata, mulai dari penilaian apartemen hingga tanah kosong. Saya tidak pernah menemukan kesulitan berarti untuk mendapatkan penginapan dan moda transportasi murah selama di Bali.
Sebuah penginapan budget di Poppies Lane bisa didapat hanya dengan tarif Rp 100 ribu per malam. Dan dengan uang Rp 60 ribu kita sudah bisa menyewa sepeda motor matik seharian.
Selain karena murah, dengan ber-sepeda motor saya tidak akan melewatkan satu pun pemandangan di sepanjang jalan yang didominasi rumah-rumah adat khas Bali dan tebing kapur sebelum memasuki komplek Pantai Pandawa.Â
Bisa disimpulkan bahwa, appraiser adalah sebuah profesi yang memungkinkan kita untuk mengunjungi daerah-daerah yang tidak terduga dan belum pernah kita kunjungi sebelumnya sesuai lingkup penugasan, yang mengharuskan seorang appraiser menerapkan gaya hidup ala backpacker. Kerja rasa piknik!