Mohon tunggu...
Aisyah Novia Dwina Saputri
Aisyah Novia Dwina Saputri Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar

Saya adalah seseorang yang senantiasa menggali ilmu, meskipun tak selalu tampak oleh mata. Bagi saya, proses belajar adalah perjalanan yang terus-menerus, tak terbatas oleh apa yang terlihat. Dengan tekad dan usaha, saya berusaha menciptakan hal-hal luar biasa yang membanggakan, sebagai bentuk pengalaman dan wujud syukur atas kemampuan yang diberikan Allah Swt. Setiap pencapaian yang saya raih adalah hasil dari keyakinan bahwa setiap ilmu yang diperoleh memiliki makna dan tujuan yang lebih besar.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mata Bercerita : setiap pertemuan adalah cerita dan setiap mata memiliki kisahnya

18 Desember 2024   08:23 Diperbarui: 18 Desember 2024   08:23 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kekuatan Komunikasi: Nawisa Si Pengembara & Sang Mata Bercerita

   Di dunia yang penuh tantangan, setiap perjalanan terasa seperti panggung pertunjukan yang dihiasi berbagai warna karakter manusia, masing-masing dengan peran yang sudah ditentukan dalam kehidupan ini. Segala sesuatu akan berjalan dengan baik melalui interaksi dan komunikasi. Sebuah kata yang sulit terucap bisa terlihat melalui mata, karena “Setiap pertemuan adalah cerita, setiap mata memiliki kisahnya.”

   Rata-rata manusia memiliki hasrat untuk menjelajah, sebagaimana tercantum dalam QS. Al-Ankabut (29:20), yang mendorong manusia untuk menjelajahi bumi dan merenungkan tanda-tanda kebesaran Allah melalui ciptaan-Nya. Petualangan mengajarkan tentang keindahan ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, keberanian mengambil tindakan dan keputusan, serta pengenalan diri sendiri. Petualangan tidak selalu berkaitan dengan pemecahan masalah di alam terbuka atau perjalanan fisik, tetapi bisa juga tentang mengembara untuk belajar dari pengalaman maupun hikmah dari suatu sejarah yang mengajarkan bagaimana cara kita memandang dunia, meskipun tak dapat terlihat dengan mata sekalipun.

   Dalam kesempatan ini, "Sang Mata Bercerita" akan menceritakan seorang figur bernama "Nawisa Si Pengembara". "Sang Mata Bercerita" sendiri adalah sebuah konsep yang mengajak kita untuk lebih mendalami suatu rasa. Mata sebagai jendela jiwa menceritakan kisah yang lebih dalam daripada sekadar apa yang tampak di permukaan, serta perjalanan dalam pencarian jati diri. Dengan menggunakan teknik-teknik mindfulness, bukan hanya tentang meditasi, tetapi juga tentang cara hidup yang mengajarkan untuk lebih sadar akan pikiran, perasaan, dan pengalaman agar dapat membantu seseorang menjadi tenang, sadar, dan lebih menikmati kehidupan.

   Nawisa adalah seorang pengembara yang terus menjelajahi tempat-tempat asing, tidak hanya untuk melihat dunia, tetapi juga untuk mencari makna hidup yang sering kali terasa samar. Dalam perjalanannya, Nawisa bertemu dengan Sang Mata Bercerita, sebuah entitas misterius yang dapat membaca jiwa dan menyampaikan kisah penuh hikmah melalui tatapannya. Melalui kisah pertemuan mereka, Nawisa belajar bahwa setiap perjalanan memiliki tujuan, meskipun tidak selalu terlihat sejak awal. Dari Sang Mata Bercerita, Nawisa memahami pentingnya berhenti sejenak untuk merenungkan makna di balik setiap langkah, kegagalan, dan pertemuan dalam hidup.

   Kisah ini mengajarkan bahwa hidup adalah perjalanan tanpa peta yang pasti. Nilai sejati ditemukan bukan dalam pencapaian, melainkan dalam proses mencari, bertanya, serta menerima bahwa setiap pengalaman, baik manis maupun pahit, adalah bagian dari pembelajaran yang membentuk diri.

Mindfulness: Nawisa Si Pengembara

   Berjalan tanpa henti dengan arah tujuan yang tak jelas, suatu pagi dengan suasana terselimut kabut, seorang pengembara bernama Nawisa sampai di sebuah lembah yang tak terjamah waktu. Setiap tapak kaki yang dirasakan adalah kesepian, melangkah sendiri di antara pepohonan tinggi nan rimbun yang tak pernah ia lihat sebelumnya. Angin sepoi-sepoi, namun bukan sekadar udara yang membawa aroma khas tanah yang terguyur hujan.

   Tiba-tiba, “Woosh… woosh… woosh...” terdengar suara misterius yang memecah keheningan. Nawisa menoleh ke atas langit, terlihat burung raksasa yang terbang berputar, seakan memudarkan kabut. Tepat di bawahnya, ada Nawisa Sang Pengembara. Burung itu terbang semakin rendah hingga turun tepat di depan Nawisa. Nawisa siaga dengan kemunculan hewan raksasa yang ternyata adalah seekor kuda putih bersih yang memiliki sayap, bukan burung raksasa seperti yang ia sangka. Konon, dalam dongeng rakyat yang tersebar di desa tempat tinggalnya, hewan mitologi ini dikenal dengan nama Buraq.

   “Tak-tak-tak-tak-tak,” kuda bersayap itu mendekati Nawisa, yang selangkah mundur menjauh. Tanpa mengeluarkan suara apapun, dengan tatapan yang begitu lembut, kuda itu mengarahkan kepala lebih rendah dari badannya, perlahan merendahkan tubuhnya seperti mengisyaratkan sesuatu. Nawisa merasa ada sesuatu yang menggerakkan hatinya. Ia memberanikan diri mendekati kuda tersebut. Mengusap kepalanya perlahan, terketuk untuk naik ke badan kuda dan akhirnya Nawisa mencoba naik.

   Sang Buraq terbang dengan anggun membawa Nawisa Si Pengembara ke langit yang luas. Dari atas, ia terpana menyaksikan hamparan sawah hijau yang membentang di antara pepohonan tinggi yang menyelimuti tanah, serta sungai yang berliku-liku, terlihat begitu kecil namun tampak sangat mendukung keindahan dari atas.

   Perjalanan yang cukup singkat, Sang Buraq mendaratkan Nawisa di dalam sebuah gua yang minim cahaya dan sunyi. Cahaya matahari yang masuk melalui celah bebatuan langit gua bersinar menerangi setiap langkah Nawisa.“Mengapa kau membawaku kemari?” tanya Nawisa Si Pengembara dengan penasaran. Tanpa kata, Sang Buraq berjalan di depan Nawisa, seakan mengarahkan pada suatu tempat. Keheningan terpecahkan oleh suara gemerisik dedaunan yang terkena hempasan angin dari celah bebatuan langit gua—lubang yang tidak sebesar semangka, namun tidak sekecil biji mangga. Sang Buraq berhenti di depan dedaunan merambat yang rimbun, menoleh ke arah Nawisa tanpa kata, namun dari sorot matanya seolah mengisyaratkan, "Silakan buka."

Sang Mata Bercerita: Anak yang Memahami Dunia Lewat Mata

   Mata Nawisa Si Pengembara bersinar kagum. Tampak dari sebalik dedaunan rimbun, terdapat sebuah desa. Perlahan, Si Pengembara menuruni bukit dengan hati-hati. Seorang pemuda yang memanggul alat cangkul menyapanya. Si Pengembara menghentikan langkah pemuda itu, “Wahai pemuda, di manakah saya berada saat ini?”. Sang Pengembara dengan ramah menjawab, “Anda berada di Desa Weninggati Adiluwih. Apakah Anda penduduk baru, wahai gadis cantik?”. Nawisa Si Pengembara menjawab, “Bukan, wahai pemuda. Saya hanya seorang pengembara yang kebetulan lewat di desa ini. Terima kasih, wahai pemuda. Saya ingin melanjutkan perjalanan saya, permisi”. “Silakan, hati-hati,” jawab pemuda dengan senyum ramah.

   Langkah Nawisa membawa dirinya melewati sebuah desa yang tampak sibuk dan ramai dengan aktivitas. Para pedagang sayur memikul sekeranjang sayur, pedagang daging mengipasi daging agar tidak dihinggapi lalat, penjual menawarkan dagangan di sepanjang jalan, dan suara palu dari tukang las menggema di udara, menambah riuh suasana. Dalam hati, Nawisa merenung, "Setiap orang di sini tampak sibuk menjalani perannya masing-masing. Apakah mereka pernah mempertanyakan tujuan dari semua ini? Ataukah justru dalam kesibukan inilah mereka menemukan arti hidup?"

   Nawisa berhenti sejenak di sudut jalan, memperhatikan keramaian yang begitu hidup. Di tengah hiruk-pikuk itu, matanya tertuju pada seorang anak kecil yang duduk di bawah pohon rindang. Wajahnya ceria, senyumnya tulus, dan setiap orang yang lewat tampak menyapa anak itu dengan ramah. Anak kecil itu pun membalas setiap sapaan dengan kalimat-kalimat pendek yang sederhana, tetapi penuh makna.

   Pikirannya terus melayang ketika tiba-tiba ia dikejutkan oleh suara seorang pria paruh baya. "Pengembara, kau terlihat asing di sini. Apa yang kau cari?" tanya pria itu dengan senyum ramah. Nawisa terdiam sejenak, lalu menjawab dengan suara pelan, "Aku mencari... makna hidup”. Pria itu tertawa kecil. "Mungkin kau tidak perlu mencari terlalu jauh. Lihatlah desa ini. Setiap suara, setiap langkah, dan setiap tawa menyimpan jawaban—hanya saja, kita sering kali tidak mendengarnya." Kata-kata itu menggema di benak Nawisa. Ia pun memutuskan untuk tinggal lebih lama di desa tersebut, menyelami kesibukan dan keramaian, berharap menemukan jawaban di sela-sela rutinitas kehidupan sederhana yang tampak biasa, tetapi penuh arti.

Perpisahan: Sampai Jumpa Lagi

   Dalam mengakhiri artikel "Kekuatan Komunikasi: Nawisa Si Pengembara & Sang Mata Bercerita," penyunting artikel menyadari bahwa tulisan ini merupakan perpaduan antara kisah imajinasi dan cerita berdasarkan pengalaman nyata, yang diolah untuk memberikan suatu pesan moral. Cerita ini mengajak pembaca untuk merenungkan pentingnya komunikasi dalam menjalani kehidupan, serta bagaimana setiap langkah dan pertemuan memiliki makna yang mendalam. Seperti Nawisa yang menatap Sang Mata Bercerita dengan tatapan penuh tanda tanya, "Apakah jawaban yang ia cari benar-benar ada di desa ini? Ataukah perjalanan sebenarnya baru akan dimulai?". Semoga karya ini dapat memberikan inspirasi dan bermanfaat bagi pembaca, serta mengingatkan kita bahwa setiap perjalanan hidup, baik nyata maupun imajinasi, selalu mengandung pelajaran berharga. Penyampaian saran dan komentar yang membangun sangat diperlukan untuk menunjang karya, jika Anda ingin mengetahui kelanjutan cerita “Nawisa Si Pengembara & Sang Mata Bercerita” atau ingin mengirimkan saran dan komentar yang membangun, sangat dipersilakan untuk menghubungi melalui DM di Instagram @aisyahnoviadwina

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun