Mohon tunggu...
Syafa Kirana
Syafa Kirana Mohon Tunggu... Human Resources - Psychologist Candidate | Long-life Learner

Full time learner. Enjoy to talk about people development, career preparation, business development, recruitment and all about psychological field.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Paradigma Pengembangan Ilmu Psikologi sebagai Disiplin Ilmu

25 Oktober 2017   12:51 Diperbarui: 25 Oktober 2017   13:07 7444
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

        BAB 1

PENDAHULUAN

  • Latar Belakang
  • Kata paradigma sendiri berasal dari abad pertengahan di Inggris yang merupakan kata serapan dari bahasa Latin pada tahun 1483 yaitu paradigma yang berarti suatu model atau pola; bahasa Yunani paradeigma (para+deiknunai) yang berarti untuk "membandingkan", "bersebelahan" (para) dan memperlihatkan (deik). Paradigma adalah kumpulan tata nilai yang membentuk pola pikir seseorang sebagai titik tolak pandangannya sehingga akan membentuk citra subjektif seseorang mengenai realita dan akhirnya akan menentukan bagaimana seseorang menanggapi realita itu. Secara etimologis paradigma berarti model teori ilmu pengetahuan atau kerangka berpikir. Sedangkan secara terminologis paradigma berarti pandangan mendasar para ilmuan tentang apa yang menjadi pokok persoalan yang semestinya dipelajari oleh suatu cabang ilmu pengetahuan. Jadi, Paradigma dalam disiplin intelektual adalah cara pandang orang terhadap diri dan lingkungannya yang akan mempengaruhinya dalam berpikir (kognitif), bersikap (afektif), dan bertingkah laku (konatif).
  • Psikologi berasal dari kata dalam bahasa Yunani Psychology yang merupakan gabungan dan kata psyche dan logos. Psyche berarti jiwa dan logos berarti ilmu. Secara harafiah psikologi diartikan sebagai ilmu jiwa. Istilah psyche atau jiwa masih sulit didefinisikan karena jiwa itu merupakan objek yang bersifat abstrak, sulit dilihat wujudnya, meskipun tidak dapat dimungkiri keberadaannya. Psikologi juga dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari perilaku manusia dan proses mental. Psikologi merupakan cabang ilmu yang masih muda atau remaja. Sebab, pada awalnya psikologi merupakan bagian dari ilmu filsafat tentang jiwa manusia. Menurut plato dalam buku Psikologi Umum oleh Kartini Kartono pada tahun 1996, psikologi berarti ilmu pengetahuan yang mempelajari sifat, hakikat, dan hidup jiwa manusia.
  • Ilmu psikologi telah berkembang cukup pesat sejak pertama kali ia dipelajari. Ilmu psikologi merupakan bagian dari ilmu sosial yang memiliki metode dan cara kerja yang khas (lebih bersifat fenomenologis, kualitatif, dan interpretatif), namun banyak juga yang berpendapat bahwa meskipun begitu, psikologi seharusnya mampu berdiri sejajar dengan ilmu-ilmu yang 'ilmiah' dan 'obyektif' lainnya, seperti fisika, kimia, matematika, dan biologi (sehingga harus menggunakan metode yang bersifat pasti, eksak, kuantitatif). Ilmu psikologi erat kaitannya dengan filsafat seperti pendapat (Bermudez, 2005, p. 1) bahwa filosofi psikologi diartikan sebagai proses sistematis yang saling memengaruhi antara segi filosofis dan segi psikologis dalam perihal mempelajari kognisi.
  • Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:

  • Bagaimanakah sejarah mengenai lahirnya Psikologi sebagai cabang Ilmu filsafat?
  • Bagaimana paradigma pengembangan ilmu psikologi sebagai disiplin ilmu?
  • Bagaimana uraian ontologi, epistemologi, dan aksiologi pengetahuan?
  • Tujuan Penulisan

Dari permasalahan tersebut, tujuan penulis yang diharapkan adalah:

  • Memaparkan bagaimana sejarah mengenai lahirnya Psikologi sebagai cabang Ilmu Filsafat.
  • Memaparkan paradigma pengembangan Ilmu Psikologi sebagai disiplin ilmu.
  • Memaparkan uraian ontologi, epistemologi, dan aksiologi pengetahuan.

BAB II

PEMBAHASAN

  • Sejarah Psikologi Sebagai Cabang Ilmu Filsafat

Jiwa manusia sejak zaman yunani telah menjadi topik pembahasan para filosof, namun psikologi sebagai ilmu yang berdiri sendiri baru dimulai pada tahun 1879 ketika Wilhelm Wundt (1832-1920) mendirikan laboratorium psikologi pertama di kota Leipzig, Jerman. Secara garis besarnya sejarah psikologi dapat dibagi dalam dua tahap utama, yaitu masa sebelum dan masa sesudah yang menjadi ilmu yang berdiri sendiri[1]. Sebelum tahun 1879, jiwa dipelajari oleh para ahli filsafat dan para ahli ilmu fasaf (phisologi, sehingga psikologi dianggap sebagai bagian dari kedua ilmu tersebu. Para ahli ilmu filsafat kuno, seperti Plato (427-347 SM), Aristoteles (384-322 SM) dan Socrates (469-399 SM), telah memikirkan hakikat jiwa dan gejal-gejalanya. Fisafat sebagai induk menciptakan pertanyaan dan jawaban secara terus menerus sehingga mencapai pengertian yang hakiki tentang sesuatu. Pada waktu itu belum ada pembuktian -- pembuktian empiris, melainkan berbagai teori dikemukakan berdasarkan argumentasi logika belaka.psikologi benar -- benar masih merupakan bagian dari filsafat dalam arti semurni -- murninya.

Pada abad pertengahan, psikologi masih merupakan bagian dari filsafat sehingga objeknya tetap hakikat jiwa dan metodenya masih menggunakan argumentasi logika. Tokoh -- tokohnya antara lain: Rene Descrates (1596 -- 1650) yang terkenal dengan teori tentang kesadaran, Gottfried Wilhelm Leibniz (1646 -- 1716 ) yang mengutarakan teori kesejahteraan psikofhisik.

 

(Psychophycial Paralellism), John Lock (1623- 1704) dengan teori tabula rasa mengemukakan yang belum ditulis. Pada masa sebelumnya masalah kejiwaan dibahas pula oleh para ulama islam seperti Imam Gazali ( Wafat 505 H ). Imam Fachrudin Ar-Raazi ( wafat 606 H ), Al Junaidi Bagdadi ( wafat 298 H ), Al 'Asyari ( wafat 324 H. Pembahasan masalah psikologis merupakan bagian dari ilmu usuluddin dan ilmu tasawwuf.

 

Di samping para filsafat yang merupakan logika, para ahli ilmu faal juga mulai menyelidiki gejala kejiwaan melalui exsperimen-exsperimen. Walaupun mereka menggunakan metode ilmiah (empiri),namun yang mereka selidiki terutama tentang urat syaraf pengindraan (sensoris), syaraf motoris (penggerk), pusat sensoris dan motoris diotak, serta hukum-hukum yang mengatur bekerjanya syaraf-syaraf tersebut. Dengan demikian, gejala kejiwaan yang mereka selidiki hanya merupakan bagian dari objek ilmu faal dengan metode yang lazim digunakan. Diantara para tokohnya adalah : C. Bell (1774-1842), F. Magendie (1758-1855), J. P. Muller (1801-1858), P. Broca (1824-1880) dan I. P. Pavlov (1889-1936).[2]

 

Masa sesudah psikologi menjadi ilmu yang menjadi ilmu yang berdiri sendiri merupakan masa di mana gejala kejiwaan dipelajari secara tersendiri dengan metode ilmmiah, terlepas dari filsafat dan ilmu faal.gejala kejiwan dipelajari secara lebih sistemati dan objektif. Selain metode eksperimen digunakan pula metode instrospeksi oleh W. Wundt. Gelar kesarjanaan W. Wundt adalah bidang kedokteran dan hukum. Ia dikenal sebagai sisiolog dan filosof dan orang pertama yang menguku dirinya sebagai psikolog. Ia dianggap sebagai bapak psikolog. Sejak itu psikologi berkembang pesat dengan bertambahnya sarjan psikologi, menyusun teori-teori psikologi dan keragaman pemikiran-pemikiran baru.

Psikologi mulai bercabang ke dalam berbagai aliran. Psikologi sebagai suatu ilmu, tidak lepas dari perkembangan psikologi itu sendiri, serta ilmu-ilmu yang lain. Dari waktu ke waktu psikologi sebagai suatu ilmu mengalami perkembangan, sesuai dengan perkembangan keadaan. Oleh karena itu psikologi sebagai suatu ilmu mempunyai sejarah tersendiri,hingga merupakan psikologi dalam bentuk yang sekarang ini. Dari pemikiran para ahli yang mungkin saling mempunyai pandangan yang berbeda akan mengacu perkembangan psikologi.

1. Psikologi dipengaruhi oleh filsafat

Para ahli psikologi dahulu adalah juga ahli filsafat. Dapat dimengerti kalau pemikiran tentang kejiwaan dipengaruhi oleh pemikiran filsafat. Bahkan pada zaman Plato dan Aristoteles, psikologi masih menyatu dengan filsafat sebagai induk segala ilmu. Pengaruh filsafat terhadap psikologi berlangsung sejak Zaman Baru (1800 M). Dua orang filsuf yang juga menyelidiki kejiwaan manusia adalah Plato dan Aristoteles.

 

a. Psikologi Plato Plato (427 s/d 347 SM) menganggap manusia memiliki 3 kekuatan rohaniah yang disebut "Trichotom." Kekuatan itu terdiri dari kekuatan pikiran yang berada dikepala, kemauan yang berada di dada, dan keinginan yang berada diperut. Lebih dalam Plato berpendapat bahwa suaatu kebenaran yang hakiki tidak dapat dicapai dengan suatu yang tampak oleh indra, karena segala sesuatu yang tampak oleh indra adalah bayangan dari hakikat.[3]
b. Psikologi Aristoteles (384 s.d 322 SM), murid Plato, memutuskan pandangan bahwa makhluk berjiwa di alam ini adalah tumbuh-tumbuhan, hewan dan manusia. Masing-masing memiliki jiwa yang berurutan rendah tingginya. Tumbuh-tumbuhan mengandung jiwa terendah yang disebut "Animavegatativ", fungsinya hanya terbatas pada makan dan berkembangbiak. Hewan mempunyai jiwa yang agak tinggi yang disebut "Animasansitive", fungsinya mengindra menggunakan nafsunya untuk bergerak dan berbuat. Manusia memilki jiwa tertinggi disebut "Animaintelektive", fungsinya sangat penting, yaitu antara lain yang pokok adalah berfikir dan berkehendak. Aristoteles membagi fungsi jiwa manusia atas dua, yaitu berfikir dan berkehendak.
c.Psikologi Abad Tengah, psikologi mulai difikirkan secara deduktif. Tokohnya, diantaranya Thomas Aquine, yang berpendapat bahwa badan dan jiwa merupakan satu ke satuan yang dapat dipisahkan.[4]
d. Rasionalisme
Tokohnya adalah Descartes, dengan pandangannya yang terkenal: "cogeto ergo sun ( berfikir saya ada). Objek psikologi ialah gejala-gejala kesadaran yang membagi tingkah laku menjadi dua bagian: yaitu tingkah laku raional dan mekanisme.
e. Empirisme
Pengetahuan hanya dapat dicapai dengan pengamatan dan pengalaman. Tokoh-tokohnya diantaranya Francis Bacon dan John Locke.

2. Psikologi Dipengaruhi oleh Ilmu Pengetahuan Alam

Lebih lanjut, perkembangan psikologi berangsur-asur melepaskan diri dari corak pemikiran filsafat dan mengalami perkembangan pesat. Metode yang digunakan yaitu penyelidikan dan pandangan. Hal ini akan lebih tampak jelas dalam bahasan sebagian psikologi yang muncul pada zaman itu:
a. Psikologi asosiasi

Sejak awal abad ke-17, psikologi asosiasi merupakan salah satu aliran psikologi yang dipengaruhi secara tidak langsung, oleh ilmu pengetahuan alam (khususnya fisika). Metode yang digunakan oleh aliran ini dalam usaha mempelajari jiwa adalah metode analitis sintetis. Tanggapan-tanggapan, ingatan-ingatan, dan pengindraan merupakan unsur-unsur jiwa yang diutamakan oleh aliran ini salah seorang tokoh aliran asosiasi dalam psikologi ini adalah John Stuart Mill (inggris). Dia mempelajari psikologi secara ilmu kimia.[5]
b. Psikologi unsur (elemen)

Psikologi unsur sesungguhnya dapat dianggap sebagai nama lain dari psikologi asosiasi, karena dalam bentuk pendapat-pendapatnya masih bercorak asosiatif. Meskipun demikian, karena titik tekan psikologi unsur ini padaanggapan bahwa jiwa merupakan kumpulan dari unsur-unsur kejiwaan yang berdiri sendiri, maka beberapa ahli menggolongkannya sebagai psikologi unsuryang berdiri sendiri. Tokoh-tokoh aliran ini adalah Fredrische Harbert dan Herbart Spencer.

  • Psikologi dari Roma ke Abad Pertengahan
  •             Kebudayaan Romawi mengadopsi filsafat yunani Klasik, namun mengembangkan perspektif Romawi yang unik, sebagaimana tercermin pada kaum stoik dan Epikurean. Kaum stoik memiliki pandangan konservatif tentang kemanusiaan yang ditentukan oleh takdir alam. Penyesuaian bagi manusia mencakup kerja sama dengan desain universal. Berlawanan dengan itu, bagi kaum Epikurean kebahagiaan hanya mencakup pencarian kenikmatan dan menghindari rasa sakit. Berbagai ajaran plato dihidupkan kembali oleh plotinus, dan mendominasi filsafat Romawi pada tahun-tahun awal kristenitas. Antuisiasme misionari para penganut kristen dan efisiensi perdamaian pemerintahan Romawi berperan dalam cepatnya penyebaran kristenitas. Ajaran-ajaran Yesus dalam berbagai interpretasi pesan kristen berkembang dari basis Yahudi ke fondasi dalam filsafat Yunani. Selain para pendeta gereja terdahulu, Agustinus berhasil memasukan ajaran platonik dalam teologi Kristen. Dengan jatuhnya kekaisaran Barat, kehidupan intelektual di Barat, kehidupan intelektual di Barat mengalami kemandekan , dan hanya gerakan monastik yang dapat menyelamatkan sedikit wujud peradaban Yunani dan Romawi. Kepausan memiliki peran utama tidak hanya dalam bidang spiritual, namun juga dalam pemerintahan sipil, yang mencapai puncaknya dalam seruan untuk melakukan perang salib. Meskipun demikian, pada masa perang salib, Eropa relatif dalam kedamaian dan kehidupan intelektual mulai berputar. Keterpaparan dengan warisan kebudayaan islam menghidupkan kembali minat Eropa terhadap karya-karya besar peradaban kuno, dan kebangkitan intelektual besar-besaran segera menggoncang Eropa keluardai titik nadir intelektual dari feodalisme.
  • Psikologi Sebagai Ilmu yang Mandiri
  •  
  •             Psikologi, dilakukan sebagai ilmu yang berdiri sendiri oleh Wilhelm Wundt dengan didirikannya Laboratorium Psikologi pertama di dunia, di Leifzig, pada tahun 1879.[6] Sebelumnya, bibit-bibit psikologi sosial mulai tumbuh, yaitu ketika Lazarus dan Steindhal pada tahun 1860 mempelajari bahasa, tradisi, dan institusi masyarakat untuk menemukan " jiwa umat manusia" (human mind) yang berbeda dari "jiwa individual". Usaha Lazarus dan Steindhal, yang sangat dipengaruhi oleh ilmu antropologi tersebut, kemudian dikembangkan oleh Wundt sendiri, yang pada tahun 1880, mulai mempelajari "Psikologi Rakyat" (Folk Psychology) dan menyejajarkannya dengan psikologi individual dalam eksperimen-eksperimennya. Eksperimen Wundt dalam bidang psikologi rakyat itu, antara lain, untuk menemukan " proses mental yang lebih tinggi" (higher mental process) dari kelompok atau rakyat, yang berbeda dari proses mental individual. Yang diteliti dalam laboratorium psikologi tersebut, terutama mengenai gejala pengamatan dan tanggapan manusia, seperti persepsi, reproduksi, ingatan, asosiasi dan fantasi. Tampak bener bahwa tokoh-tokoh psikologi eksperimental ini terutama meneliti gejala-gejala yang masuk Bewuszteseinpsychologie, atau gejala-gejala psikis yang berlangsung didalam jiwa yang sadar bagi diri manusia itu, sesuai dengan rumusan Descartes mengenai jiwa, yaitu bahwa ilmu jiwa (psikologi) adalah ilmu pengetahuan mengenai gejala-gejala kesadaran manusia. Gejala-gejala jiwa "bawah sadar" belum diperhatikannya.
  •  
    •             Sebenarnya, Gustav Theodor Fechner (1807-1887) merupakan pemula dari psikologi eksperimental. Ia sudah melakukan eksperimen-eksperimennya belasan tahun sebelum Wundt mendirikan laboratorium psikologi. Namun, karena pada zaman Fechner, psikologi belum diakui sebagai ilmu yang berdiri sendiri, ia lebih dienal sebagi seorang Psychopyscian (dokter jiwa) ketimbang sebagai ahli psikologi. Tokoh lain pada awal dijadikannya psikologi sebagai ilmu yang mandiri, selain Fechner, adalah Herman Ludwig Ferdinand von Helmholtz (1821-1894). Helmholtz digkenal sebagai seorang empiriskus dengan keahlian ilmu faal, fisika, dan psikologi. Ia dilahirkan di tempat Berlin di Potesdam. Ayahnya adalag seorang tentara yang kemudian menjadi guru dalam mata pelajaran filsafat dan bahasa (filologi). Sebagai empirikus, Helmholetz menentang apa yang disebut stahuan yang ebagai mentalesem, dan menurutnya psikologi, merupakan pengetahuan yang eksak dan banyak bergantung pada matematika. Meskipun begitu, ia mengakui adanya naluri (instinct), walaupun sudah dianggapnya sebagai misteri yang belum terpecahkan. Ia pun mengakui bahwa hewan mempunyai kepandaian khusus yang tidak dipengaruhi oleh pengalaman.
    •             Sejak psikologi berdiri sendiri dengan menggunakan metode-metodenya sendiri dalam pembuktian dan penelidikannya, timbullah berbagai aliran psikologi yang bercorak khusus. Adapun ciri-ciri khusus sebelum abad ke 18, antara lain:
    • 1. Bersifat elementer, berdasarkan hukum-hukum sebab akibat
    • 2. Bersifat mekanis
    • 3. Bersifat sensualistis (mementingkan pengetahuan dan daya pikir)
      4. Mementingkan kuantitas
    • 5. Hanya mencari hukum-hukum
    • 6. Gejala-gejala jiwa dipisahkan dari subjeknya.
      7. Jiwa dipandang pasif, dan
    • 8. Terlepas dari materi-materi.
    •             Dengan mengetahui ciri-ciri kehas dari psikologi kuno (berdasarkan filsafat dan ilmu alam), kita dapat mengetahui ciri-ciri khas dari psikologi modern yang antara lain, tampak sebagai berikut:
    • 1. Bersifat totalitas
    • 2. Bersifat teologis (bertujuan)
    • 3. Vitalistris biologis (jiwa dipandang aktif dan bergerak dalam hidup manusia)
      4. Melakukan pendalaman dan penyelamanan terhadap jiwa (verstehend)
    • 5. Berdasarkan nilai-nilai
    • 6. Gejala-gejala jiwa dihubungkan dengan subjeknya
    • 7. Memandang jiwa aktif dinamis
    • 8. Mementingkan fungsi jiwa
    • 9. Mementingkan mutu atau kualitas
    • 10. Lebih mementingkan perasaan.
    •             Dalam uraian yang lebih simpel, perbedaan antara psikologi lama (kuno) dan psikologi modern, adalah sebagai berikut :
      a) Psikologi Lama (Kuno)
    • Psikologinya adalah psikologi unsur, yaitu mendasarkan pandangan pada elemen dan unsur-unsur yang berdiri sendiri dan diselidiki sendiri-sendiri
    • Dalam peninjauannya, mencari hukum sebab-akibat, hukum kausal,dan bersifat mekanis
    • Meninjau kehidupan kejiwaan secara terpisah dari subjeknya, yaitu manusia. Oleh karena itu, disebut kehidupan jiwa yang pasif

 

b) Psikologi Modern

 

1. Mendasarkan peninjauannya pada psikologi totalitas, yaitu berpangkal pada keseluruhan Psychophysis.

2. Dalam meninjau kehidupan kejiwaan, melihat hubungan kejiwaan sebagai dari kehidupan kejiwaan dari manusia sebagai makhluk hidup yang mempunyai tujuan tertentu; jadi meninjau secara teologis

3. Psikologi dalam peninjauannya, selalu berdasarkan pada peninjauan kehidupan kejiwaan dalam hubungannya dengan subjeknya, yaitu manusia. Jadi, kehidupan kejiwaan yang aktif.

Psikologi lama diwakili, antara lain, oleh aliran-aliran psikologi fisiologis, psikologi unsur, dan psikologi asosiasi, sedangkan psikologi modern, dengan otonominya sebagai ilmu pengetahuan itu, antara lain diwakili oleh ilmu jiwa dalam (depthpshychology), psikologi pikir, psikologi individual (personalistis), behaviorisme, psikologi Gestalt (Gestalt psychology), psikologi kepribadian, dan lain-lain.

Sementara itu, sebelum sampai psikologi pada psikologi eksperimental oleh Wilhem Wundt, terdapat dua teori yang mulai mengarahkan berdirinya psikologi sebagai ilmu. Kedua teori itu adalah sebagai berikut:

  • Psikologi Navitistik atau Psikologi Pembawaan
  • Teori ini mengatakan bahwa jiwa terdiri atas beberapa faktor yang dibawa sejak lahir, yang diebut pembawaan atau bakat. Pembawaan yang terpenting adalah pikiran, perasaan, kehendak, yang masing-masing terbagi lagi kedalam beberapa jenis pembawaan yang lebih kecil. Tingkah laku atau aktivitas jiwa ditentukan oleh pembawaan-pembawaan ini.
  • Psikologi Asosiasi atau Psikologi Empirik
  • Di sini, tidak diketahui adanya faktor-faktor kejiwaan yang dibawa sejak lahir. Jiwa, menurut teori ini, berisi ide-ide yang didapatkan melalui pa.ncaindra dan saling diasosiasikan satu sama lain, melalui prinsip-prinsip: kesamaan, kontras dan kelangsungan. Tingkah laku diterangkan oleh teori ini melalui prinsip asosiasi ide-ide, misalnya: seorang bayi yang lapar diberi makan oleh ibunya, melalui pancaindranya, bayi itu mengetahui bahwa rasa lapar selalu diikuti oleh makanan (prinsip kelangsungan) dan makanan itu menghilangkan rasa laparnya. Lama kelamaan rasa lapar diasosiasikan dengan makanan, dan setiap kali ia lapar, ia mencari makan.
  • Paradigma Pengembangan Ilmu Psikologi Sebagai Disiplin Ilmu
  • Tiga Aliran Psikologi

a. Strukturalisme

 

Oleh E. B. Titchener (1867-1927), menganalisis berbagai sensasi, gambaran, dan perasaan ke dalam elemen-elemen dasar.[7]

 

b. Fungsionalisme

Oleh William James (1842-1910), berpendapat bahwa pencarian yang dilakukan Wundt dan Titchener salah. Karena otak dan pikiran terus menerus berubah.[8]

c. Psikoanalisis/Psikodinamika

 

Sebuah teori dan metode terapi yang dirumuskan oleh Sigmund Freud dan menekankan pada motif serta konflik tidak sadar. Freud berpendapat bahwa kesadaran yang kita ketahui seperti gunung es mental. Dibalik permukaan yang terlihat, terdapat berbagai pikiran yang tidak disadari, yang mengandung berbagai harapan, gairah, rahasia, yang menimbulkan perasaan bersalah, teriakan tidak terucap, dan konflik antara hasrat dan kewajiban yang tidak terungkap.[9]

 

Sudut Pandang Psikodinamika/Psikoanalisis Sudut pandang psikodinamika (psychodynamic perspective) memandang kepribadian pada dasarnya ketidaksadaran (yaitu, di luar kesadaran) dan berkembang dalam berbagai tahapan. Kebanyakan sudut pandang psikodinamika menekankan bahwa pengalaman dini dengan orang tua memerankan peran penting dalam membentuk kepribadian seseorang. Para ahli teori psikodinamika meyakini bahwa perilaku hanyalah karakteristik di permukaan dan bahwa untuk benar-benar memahami kepribadian seseorang kita harus menjelajahi makna-makna simbolis perilaku dan cara kerja pikiran yang dalam.[10] 
  • Berbagai karakteristik ini disketsakan oleh arsitek teori psikoanalisis, Sigmund Freud.
  • Teori Psikoanalisis Freud
             Sigmund Freud (1917) seorang filsuf sekaligus pemikir yang sangat berpengaruh pada abad ke-20, ia dilahirkan di Austria tahun 1856 dan wafat di London pada usia 83 tahun. Freud mengembangkan psikoanalisis, pendekatannya pada kepribadian, dari praktiknya dengan banyak pasien yang menderita histeria[11]. Misalnya, seseorang mungkin tidak mampu melihat, meskipun matanya benar-benar sehat atau tidak mampu berjalan, meskipun tidak memiliki cedera fisik. Freud memahami bahwa berbagai gejala historia disebabkan oleh berbagai konflik psikologis yang tidak disadari. Salah satu pasien Freud, Fraulein Elisabeth Von R., menderita rasa sakit yang sangat  pada kakinya yang membuatnya tidak dapat berjalan. Melalui analisis, Freud menemukan bahwa Fraulein Elisabeth memiliki sejumlah pengalaman dimana ia hanya ingin berjalan-jalan, tetapi ia tida dapat melakukannya karena kewajibannya pada ayahnya yang sedang sakit.             Freud meyakini bahwa kepribadian memiliki tiga struktur yang ia sebut id, ego, dan super ego.[12] Id adalah aspek yang paling mendasar, kurang terorganisasi, buta, menuntut, berusaha melepas ketegangan agar homeostatis. Menurutnya, id diibaratkan sebuah benda yang merupakan bagian dari diri yang terdiri dari berbagai dorongan ketidak sadaran dan tempat penyimpanan energi psikis seseorang. Id tidak bersentuhan dengan kenyataan dan bekerja menurut prinsip kesenangan. Dalam konsep Freud, id selalu mencari kesenangan dan menghindari sakit. 
  •                   Ego merupakan struktur kepribadian yang menangani tuntutan kenyataan. Ego berperan seperti eksekutif kepribadian yang memerintah, mengendalikan, dan mengatur kesadaran. Ego taat dalam prinsip kenyataan yang mencoba membawa kesenangan individu dalam norma-norma masyarakat. Sementara id berada dalam wilayah ketidaksadaran, ego sebagian berada pada wilayah kesadaran. Ia memiliki fungsi penalaran, pemecahan masalah, dan pengambilan keputusan.

 

            Superego merupakan kode moral untuk menilai apakah tindakan baik atau buruk, benar atau salah, mendorong pada kesempurnaan, menghambat impuls Id, dan berhubungan dengan imbalan dan hukuman. Id dan ego tidak mempertimbangkan apakah sesuatu itu salah atau benar. Superego merupakan hakim internal dari perilaku kita.

 

Sublimasi, kehendak yang tidak diterima disalurkan dalam sosial tinggiDenial, menyangkal kenyataanRegresi, kembali ke tahap awalTahapan-Tahapan Psikoseksual Perkembangan Kepribadian             Freud meyakini bahwa kepribadian merupakan hasil pengalaman dini dari kehidupan mereka. Daerah sensitif seksual, menurut Freud, merupakan bagian-bagian tubuh yang memiliki kualitas memberikan kenikmatan yang sangat kuat pada tahapan perkembangan tertentu.[14]

 

a. Fase Oral (memperoleh rasa percaya)

 

Pusatnya di mulut seperti mengunyah dan menghisap. Kegagalan periode ini berakibat keserakahan, ketakutan untuk menjangkau orang lain, harga diri rendah, tidak mampu membina hubungan akrab.

b. Fase Anal (rasa bergantung yang sehat, mandiri)

Pusatnya saat melibatkan anus dan saluran kencing dan berbagai fungsi pengeluaran yang berkaitan dengan mereka. Kompulsi, kehilangan kepercayaan diri, ketidak mampuan menerima perasaan-perasaan dirinya sendiri.

c. Fase Phalik

Berpusat pada alat kelamin. Konflik-konflik moral, sangat patuh moral tapi hanya karena takut, rasa berdosa.

d.Fase Genital (remaja dan dewasa)
            Berpusat di luar keluarga.

Freud berpendapat bahwa individu dapat menjadi terpaku pada tahapan perkembangan mana saja jika ia terlalu dimanjakan atau kurang dimanjakan pada satu tahap.[15]

 Sudut pandang humanistik menekankan pada kapasitas seseorang untuk pertumbuhan pribadi, kebebasan untuk memilih takdirnya sendiri, dan berbagai kualitas positif manusia. Para psikolog humanistik meyakini bahwa tiap-tiap kita memiliki kemampuan untuk coping, mengendalikan hidup kita, dan mencapai apa yang kita inginkan.[16] Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa sudut pandang humanistik memiliki definisi berupa manusia yang secara alami memiliki potensi tumbuh dan berkembang dalam kehidupan. Tiap manusia memiliki kapasitas untuk mengontrol perilaku mereka, serta mencari dan mencapai potensi penuh (jika diberikan). Salah satu dorong dibalik perkembangan psikologi humanistik adalah untuk bergerak di luar psikoanalisis Freud dan behaviorisme kepada sesuatu yang mungkin menangkap kekayaan dan potensi positif aspek hakikat manusia.[17] Para psikolog humanistik juga mengingatkan kita bahwa kita perlu mempertimbangkan seseorang secara keseluruhan dan kecenderungan positif dalam hakikat manusia.[18] Sudut Pandang Kognitif Menurut pandangan psikologi Gestalt di Jerman beberapa saat sebelum Perang Dunia II berpendapat bahwa dalam memersepsi lingkungannya, manusia tidak sekedar mengandalkan diri pada apa yang diterima dari pengindraannya, tetapi masukan dari pengindraan itu diatur, saling dihubungkan dan diorganisirkan untuk diberi makna, dan selanjutnya dijadikan awal dari suatu perilaku.[19] Tokoh psikolog lainnya, Kurt Koffa juga membuktikan bahwa simpanse dapat mengambil pisang yang terletak di luar kandangnya dengan menyambung dua batang pipa, walaupun simpanse itu belum pernah mendapatkan pengalaman seperti itu.[20] 
  • Pandangan teori kognitif menyatakan bahwa organisasi kepribadian manusia tidak lain adalah elemen-elemen kesadaran yang satu sama lain saling terkait dalam lapangan kesadaran. Penjelasan lebih singkat mengenai sudut pandang ini dapat disimpulkan menjadi menekankan proses mental pada presepsi, ingatan, bahasa, pemecahan masalah, dan area-area perilaku lainnya. Pikiran lebih dahulu terproses baru perasaan yang diikuti tindakan. Hal ini didasarkan pada penilaian terlebih dahulu terhadap hal tersebut.
  • Sudut Pandang Sosiokultural
             Perspektif ini lahir setelah dipengaruhi oleh pemikiran Edward Alsworth Ross(1908), ia melihat bahwa perilaku sosial itu tidak dilihat dari sudut individualnya, melainkan lebih mendalam ke dalam kelompok sosial. Ia menyatakan bahwa seseorang bertindak selalu dalamsocial current(kekinian sosial).Oleh karena itu dapat menyebabkan meluasnya emosi dalam suatu kerumunan (crowd) ataupun kegilaan (craze) pada seseorang. Ia melihat "kegilaan" tersebut dari unsur psyche, kelompok sebagai keseluruhan daripada individual anggota kelompok. Ia memandang kegilaan dan fads sebagai produk dari jiwa mod (a mob mind) yang menyebabkan interes irasional, dan hilangnya perasaan maupun opini individual yang di akibatkan oleh adanya sugesti dan imitasi.[21]             Seorang sosiologi, Sumner (1906) mengembangkan konsep teori ini. Lahirnya pemikiran dan perspektif sosiokultural modern banyak di pengaruhi oleh faktor-faktor dari level kelompok seperti nasionalitas, kelas sosial, dan trend sejarah yang berkembang. Teoritisi Sosiokultural melihat peran pentingnya norma sosial (social norm) atau aturan mengenai perilaku dalam membentuk perilaku sosial.[22] Sudut Pandang Belajar/Behaviorisme Menekankan lingkungan dan pengalaman mempengaruhi tindakan seseorang/hewan (meliputi behaviorisme/tingkah laku) & menekankan pentingnya hadiah/penguatan dan hukuman/sanksi. Topik utama yang dipelajari dalam perspektif ini ialah lingkungan dan pengalaman. Perspektif Behaviorisme juga memiliki sub bahasan yang dinamakan behavioral yang memiliki topik utama determinan lingkungan terhadap perilaku yang teramati. Juga sosial-kognitif yang memiliki topik utama pengaruh-pengaruh lingkungan, observasi dan imitasi, kepercayaan dan nilai-nilai.[23]

 

            Belajar menurut sementara orang, adalah proses yang terjadi dalam otak manusia. Saraf dan sel-sel otak yang bekerja mengumpulkan semua yang dilihat oleh mata, didengar oleh telinga, dan lain-lain, lantas disusun oleh otak sebagai hasil belajar. Itulah sebabnya, orang tidak bisa belajar jika fungsi otaknya terganggu. Perspektif behaviorisme dikemukakan oleh John Broades Watson: perspektif behaviourisme adalah paham yang sangat percaya bahwa segala tingkah laku manusia adalah hasil dari pembelajaran. Manusia dilahirkan dengan sejumlah reflex yang terbatas. Sedangkan belajar adalah hasil dari pengkondisian reflek-reflek tersebut.

 

Perkembangan berdasarkan perspektif behaviourisme :

a. Hasil belajar terlihat dari perubahan tingkah laku

b. Perubahan dapat diamati atau di ukur

c. Perkembangan terjadi (sebagian besar) karena lingkungan

Aplikasi perspektif behaviourisme dalam pendidikan yaitu :

a. Guru memberi latihan

b. Berulang-ulang

c. Siswa berlatih karena latihan berulang

            Perbedaan perspektif behaviourisme dengan perspektif lain adalah menekankan factor ekstern sebagai sumber perilaku manusia. Behaviorisme berbeda dengan kebanyakan pendekatan lain karena mereka melihat orang (dan hewan) sebagai dikendalikan oleh lingkungan mereka dan secara khusus bahwa kita adalah hasil dari apa yang telah kita pelajari dari lingkungan kita. Behaviorisme berkaitan dengan bagaimana faktor lingkungan (disebut rangsangan) mempengaruhi perilaku yang dapat diamati (disebut respon). Pendekatan behavioris mengusulkan dua proses utama dimana orang belajar dari lingkungan mereka:. Pengkondisian yaitu klasik dan operant conditioning Pengkondisian klasik melibatkan pembelajaran oleh asosiasi, dan pengkondisian operan melibatkan belajar dari konsekuensi perilaku.

 Perspektif biologis berfokus pada bagaimana berbagai peristiwa yang berlangsung dalam tubuh memengaruhi perilaku, perasaan, dan pikiran seseorang. Dalam perspektif ini, muncul psikologi evolusi sebagai sebuah spesialisasi populer yang berfokus pada bagaimana perilaku yang dipengaruhi oleh faktor genetis dan yang bersifat fungsional atau adaptif selama proses evolusi di masa lampau dapat tercermin dalam berbagai perilaku, proses mental, dan trait kepribadian kita saat ini.[24] Para Psikolog yang menerapkan perspektif biologis mempelajari cara berbagai peristiwa fisik ini berinteraksi dengan peristiwa di lingkungan eksternal sehingga menghasilkan persepsi, ingatan, dan perilaku.[25] Topik utama dalam perspektif ini adalah sistem saraf, hormon, zat kimia di otak, hereditas, dan pengaruh revolusi. Ilmu Pengetahuan dari Segi Ontologi, Epistimologi, dan AksiologiOntologi SainYakni membicarakan tentang hakikat dan struktur sain kita dituntut untuk berhipotesis berdasarkan rasio.Hakikat Pengetahuan SainSain adalah jenis pengetahuan rasional empiris. Kerasionalan tersebut erat kaitannya dengan sifat hipotesis, maka pada hakikat sain, kita dituntut untuk berhipotesis berdasarkan rasio.Tentang masalah empiris, KBBI mengartikannya sebagai suatu hal yang didapat dari hasil percobaan. Maka, hipotesis yang diuji oleh eksperimen berkali-kali dan menunjukkan keselarasan antara keduanya akan dihasilkan suatu teori baru. Teori tersebut adalah teori yang rasional-empiris.Struktur sain dibagi menjadi dua. Yakni sain kealaman dan sain sosial. Berikut adalah penjabaran struktur sain dalam bentuk nama-nama ilmu diantaranya :Sain KealamanAstronomiFisika ; Mekanika, bunyi, cahaya dan optic, fisika nuklirKimia : Kimia organic, kimia teknikIlmu bumi : Paleontologi, ekologi, geofisika, geokimia, mineralogy, geografiIlmu hayat : Biofisika, botani, zoologiSain SosialSoisologi : Komunitas, politik, pendidikanAntropologi : Antropologi Budaya, antropologi ekonomi, antropologi politikPsikologi : Psikologi pendidikan, psikologi anak, psikologi abnormalEkonomi : Ekonomi pendidikan, ekonomii pedesaan, ekonomi makroPolitik : Politik dalam negeri, hokum, politik internasionalEpistimologi SainEpsistimologi menguraikan objek-objek pengetahuan sain dan cara-cara memperoleh serta mengukur kebenaran pengetahuan sain.      Jujun S. Surisumantri (1994) menyatakan bahwa objek kajian sain hanyalah objek yang berada dalam ruang lingkup pengalaman panca indera manusia.      Berbicara mengenai objek, sain memiliki banyak obhek penelitian. Dari penelitian tersebut akan melahirkan teori-teori. Teori-teori tersebut yang akan terbagi menjadi beberapa cabang sain.Cara memperoleh pengetahuan sainSejak tahun 600-an manusia berkembang oleh pengalaman-pengalaman. Yang mulanya hanya terdapat pengetahuan fisafat, maka setelahnya terbitlah pengetahuan sain dan mistik.      Awal perkembangan didorong oleh paham humanisme dimana manusia secara naruliah mampu mengatur dirinya dan alam.*      Maka terbitlah pikiran untuk membuat suatu aturan untuk mengatur alam. Aturan tersebut harusnya mampu dibuat berdasar dan bersumber pada sesuatu yang dimiliki dan melekat pada manusia, ialah akal. Karena akal pada setiap orang bekerja berdasa aturan yang sama yang dihasilkan oleh logika alami. Maka, humanism melahirkan rasionalisme.      Rasionalisme adalah paham bahwa pencari dan pengukur pengetahuan adalah akal. Akan tetapi, terkadang dalam suatu kasus terdapat cara pandang dan kemajemukan tak menentukan mana yang benar dan salah. Karena kemungkinan akan menghasilkan banyak teori salah-benar bergantung pada perspektif. Maka kita membutuhkan aturan yang dapat disepakati bersama, dan terlahirlah empirisme.      Empirisme ialah paham yang mengajarkan bahwa kebenaran yang hakiki adalah logis dan terbukti empiris. Namun, empirisme mempunyai kekurangan yakni tidak adanya alasan sebagai acuan untuk menakar logika dan bukti empiris tersebut. Maka hadirlah positivism sebagai bentuk penyempurnaan paham-paham sebelumnya.      Positivisme memandang kebenaran sebagai sesuatu yang logis dan terbukti secara empiris serta terukur. Jadi, paham ini  memiliki ukuran-ukuran kuantitatif yang tidak memungkinkan adanya perbedaan pendapat.      Maka telah sempurnalah posisi terbentuknya suatu aturan alam.Ukuran Kebenaran Pengetahuan SainIlmu adalah teori, maka ketika kita ditanya tentang ukuran kebenaran sain, maka sesungguhnya yang kita cari adalah ukuran kebenaran teori-teori sain. Teori didapatkan dari hipotesis yang terbukti. Dalam sain pernyataan yang sudah benar secara logika dapat disebut sebagai tetapi belum ada bukti empirisnya. Sedangkan hipotesis dikatakan benar bila hipotesis tersebut logis.Ontologi SainMemaparkan tentang kegunaan sain, penyelesaian masalah, dan netralitas sain.Kegunaan Pengetahuan SainTeori sebagai Alat Eksplnasi

 

Karena teori adalah pendapat yang beralasan, maka teori sebagai alat eksplanasi adalah sebagai dasar penjelas suatu kasus.

 Teori sebagai PeramalYakni sebagai dasar alasan faktor penyebab gelajala-gejala suatu kasus,  dengan mengutak-atik perkiraan berdasar teori. Dalam dunia ilmuan, ramalan disebut sebagai prediksi.Teori sebagai Alat PengontrolTeori sebagai pencegahan terjadinya gejala-gejala yang tidak diharapkan atau gejala yang memang diharapkan. Jadi, prediksi dan control sebenarnya sama. Namun, dalam suatu kasus prediksi bersifat pasif, sedangkan control bersifat aktif dengan melakukan tindakan pencegahan agar sesuatu yang tidak diinginkan tidak terjadi.

 

 

 

 

 

 

BAB III

PENUTUPKesimpulan

      Jiwa manusia sejak zaman yunani telah menjadi topik pembahasan para filosof, namun psikologi sebagai ilmu yang berdiri sendiri baru dimulai pada tahun 1879 ketika Wilhelm Wundt (1832-1920) mendirikan laboratorium psikologi pertama di kota Leipzig, Jerman. Lebih lanjut, perkembangan psikologi berangsur-asur melepaskan diri dari corak pemikiran filsafat dan mengalami perkembangan pesat. Metode yang digunakan yaitu penyelidikan dan pandangan. Kebudayaan Romawi mengadopsi filsafat yunani Klasik, namun mengembangkan perspektif Romawi yang unik, sebagaimana tercermin pada kaum stoik dan Epikurean. Kaum stoik memiliki pandangan konservatif tentang kemanusiaan yang ditentukan oleh takdir alam. Penyesuaian bagi manusia mencakup kerja sama dengan desain universal. Berlawanan dengan itu, bagi kaum Epikurean kebahagiaan hanya mencakup pencarian kenikmatan dan menghindari rasa sakit.

Sejak psikologi berdiri sendiri dengan menggunakan metode-metodenya sendiri dalam pembuktian dan penelidikannya, timbullah berbagai aliran psikologi yang bercorak khusus. Sedangkan pada pengembangan psikologi dan perspektifnya sebagai disiplin ilmu awalnya memiliki tiga aliran dasar dan enam perspektif. Tiga aliran dasar tersebut ialah strukturalisme, fungsionalisme, dan psikodinamika. Tokoh strukturalisme ialah E. B. Titchener (1867-1927), menganalisis berbagai sensasi, gambaran, dan perasaan ke dalam elemen-elemen dasar. Fungsionalisme dengan tokoh William James (1842-1910), berpendapat bahwa pencarian yang dilakukan Wundt dan Titchener salah. Karena otak dan pikiran terus menerus berubah. Dan psikodinamika Sigmund Freud dan menekankan pada motif serta konflik tidak sadar. Freud berpendapat bahwa kesadaran yang kita ketahui seperti gunung es mental. Dibalik permukaan yang terlihat, terdapat berbagai pikiran yang tidak disadari, yang mengandung berbagai harapan, gairah, rahasia, yang menimbulkan perasaan bersalah, teriakan tidak terucap, dan konflik antara hasrat dan kewajiban yang tidak terungkap. Sedangkan untuk perspektifnya, psikologi terbagi menjadi enam. Yaitu perspektif biologis, humanistik, behavior, sosialisme, psikodinamika/psikoanalisis, dan kognitif.Kritik dan SaranPenulisan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan, sehingga kami mengharapkan kritik dan saran membangun untuk kesempurnaan makalah ini. Kami juga berharap pembaca dapat mendapatkan ilmu yang bermanfaat dari makalah ini sekaligus dapat menerapkannya pada kehidupan bermasyarakat. Sesungguhnya tiap ilmu adalah cabang dari ilmu filsafat karena Ilmu Filsafat merupakan Mother of Science dimana awal dari segala ilmu berada pada Filsafat. Namun perkembangan ilmu-ilmu yang telah menjadi cabang tersebut tetap memiliki lingkup sendiri dan memiliki fokus masing-masing dalam kajiannya, termasuk Ilmu Psikologi dan perkembangannya.

DAFTAR PUSTAKA

Yatim, Badri. 2013. Sejarah Peradaban Islam.Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada. ISBN.

Media, Oase. 2017. Topeng Tebal Islam Nusantara. Yogyakarta: Pengantar Redaksi.

Susmihara. (2013). Sejarah Peradaban Islam.Yogyakarta: Penerbit Ombak.

Ali, Sayed. (1997). Muhammad Raulullah Saw: Sejarah Lengkap Kehidupan & Perjuangan   Nabi Islam Menurut Sajarawan Timur dan Barat. Malay: Zahra Publishing House.

Fathurrohman, Muhammad. (2017). History of Islamic Civilization: Peristiwa-peristiwa sejarah peradaban islam sejak zaman Nabi sampai Abbasiyah. Jakarta: Penerbit Garudhawaca.

Sudarsono, Heri. (2002). Konsep Ekonomi Islam. Yogyakarta:Ekonisia

Fauzi, Ahmad. (2004). Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia.

Ahmadi, Abu. (2009). Psikologi Umum Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta.

Bermudez, J. L. (2005). Philosophy of Psychology : a contemporary introduction. Oxon: Routledge.

Tafsir, A. (2010). Filsafat Ilmu : Mengurai Ontologi, Epsitimologi, dan Aksiologi Pengetahuan. Bandung: Remaja Rosadakarya. 


 
 

[1] Keterlibatan umat manusia dengan dunia filsafat sudah ada sejak manusia mulai bertanya dan mengagumi apa arti makna sesuatu beserta asal mulanya yang ultimate. Setelah itu dengan segala cara dan upayanya manusia ingin memperoleh jawaban yang dirasakan paling sesuai dengan jiwanya walaupun jawaban itu pada akhirnya sering berada dalam kawasan spekulatif dan non empirik (Wibisono, 2001).

   

[2] Peristiwa penting dalam sejarah psikologi melibatkan banyak ahli filsafat terkenal Dario

 

abad tujuh belas dan delapan belas seperti Locke, Hobbes, Kant, dan Hume (Sarwono, 1983).

   

[3] menurut Plato, psyhe (jiwa) terdiri dari tiga bagian yaitu: (1) Berpikir, berpusat di otak dan disebut logisticon (2) Berkehendak, berpusat di dada dan di sebut thumeticon (3) Keinginan, berpusat di perut dan disebut abdomen

   

[4] Menurut Ali Kettani (1984: 85 dalam Mustansyir, 2001) ada lima ciri yang menandai kemajuan peradaban Islam pada masa itu yaitu: (1) universalisme, (2) toleransi, (3) pasar yang bertaraf internasional, (4) penghargaan terhadap ilmu dan ilmuan, (5) tujuan dan sarana ilmu yang bersifat islami.

   

[5] Tokohnya Psikologi Asosiasi ialah, John Locke (abad 17), kemudian aliran ini diikuti oleh David Hume, Hertley John Stuart Mill, dan Herbert Spencer.

   

[6] Wundt adalah seorang pelopor usaha tersebut dengan mendirikan "laboratorium psikologi' yang pertama kali, yaitu pada tahun 1875, kemudian laboratorium tersebut disahkan dan diakui oleh Universitas-Leipziq pada tahun 1886.

   

[7] Wade, Carole; Tavris, Carol; Garry, Maryanne. 2014. Psikologi. Erlangga:Jakarta. ISBN. P. 18

   

[8] Wade, Carole; Tavris, Carol; Garry, Maryanne. 2014. Psikologi. Erlangga:Jakarta. ISBN. P. 29

   

[9] Wade, Carole; Tavris, Carol; Garry, Maryanne. 2014. Psikologi. Erlangga:Jakarta. ISBN. P. 20

   

[10]A. King, Laura. Hergenhahn & Olson dalam Psikologi Umum: Sebuah Pandangan Apresiatif. 2012.  Salemba Humanika:Jakarta. ISBN. p.124

   

[11] Histeria merujuk pada berbagai gejala fisik yang tidak memiliki penyebab fisik

   

[12] A King, Laura. Psikologi Umum: Sebuah Pandangan Apresiatif. 2012. Salemba Humanika:Jakarta. ISBN. p.125

   

[13] Mekanisme pertahanan mengurangi kecemasan dengan berbagai cara, pada segala situasi dengan mendistorsi kenyataan (A. King, Laura, p. 130).

   

[14] A. King, Laura. Psikologi Umum: Sebuah Pandangan Apresiatif. 2012. Salemba Humanika:Jakarta. ISBN. p.129

   

[15] A. King, Laura. Psikologi Umum: Sebuah Pandangan Apresiatif. 2012. Salemba Humanika:Jakarta. ISBN. p.131

   

[16] Cain dan Smith, 2001, dalam A. King, Laura. Psikologi Umum: Sebuah Pandangan Apresiatif. 2012. Salemba Humanika:Jakarta. ISBN. P. 135

   

[17] A. King, Laura. Psikologi Umum: Sebuah Pandangan Apresiatif. 2012. Salemba Humanika:Jakarta. ISBN. P. 136

   

[18] Bohart dan Greening, 2001, dalam A. King, Laura. Psikologi Umum: Sebuah Pandangan Apresiatif. 2012. Salemba Humanika:Jakarta. ISBN. P. 136

   

[19] Sobur, Alex, Drs. M.si. 2011. Psikologi Umum. CV Pustaka Setia:Bandung. ISBN. P: 311

   

[20] Sarwono, 1977, dalam Sobur, Alex, Drs. M.si. 2011. Psikologi Umum. CV Pustaka Setia:Bandung. ISBN. P: 312

   

[21] Suryanto, Bagus. A.P, Herdiana. Ike, Alfian, I.N. Pengantar Psikologi Sosial, Airlangga University Press:Surabaya.

   

[22] Suryanto, Bagus. A.P, Herdiana. Ike, Alfian, I.N, Pengantar Psikologi Sosial, Airlangga University Press:Surabaya.

   

[23] Wade, Carole; Tavris, Carol; Garry, Maryanne. 2014. Psikologi. Erlangga:Jakarta. ISBN. P. 23

   

[24] Wade, Carole; Tavris, Carol; Garry, Maryanne. 2014. Psikologi. Erlangga:Jakarta. ISBN. P. 21

   

[25] Wade, Carole; Tavris, Carol; Garry, Maryanne. 2014. Psikologi. Erlangga:Jakarta. ISBN. P. 21

   

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun