Mohon tunggu...
Syafrizal Marajo
Syafrizal Marajo Mohon Tunggu... Jurnalis - I'm the simple man

Haruskah aku gagal menghadapi masalah sekecil ini?

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Kisah Herry dan Rully, Timnas Kita Dulu dan Sekarang

13 Maret 2016   09:55 Diperbarui: 13 Maret 2016   12:11 446
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Rombongan Mantan-mantan pemain Timnas lintas generasi di Padang dengan bendera Indonesia All Stars. (Sumber: Panpel IGC)"][/caption]Mendadak, para bintang Tim Nasional masa lalu, dari berbagai generasi menyerbu Padang. Publik sepakbola Padang pun menyambut nama-nama besar yang pernah menghiasi dan mewarnai perjalanan Timnas Merah putih itu.

Mulai dari generasi tim Pra Olimpiade 1976 yang diwakili Oyong Liza. Disusul wakil Timnas Pra Olimpiade yang diharapkan bisa lolos ke Los Angeles 1984, namun kandas akhirnya, diwakili Nasir Salasa.

Kemudian yang paling fenomenal, generasi Pra Piala Dunia 1985 yang nyaris meloloskan Indonesia ke Mexico 1986, kalau saja tak dijegal Korea Selatan saat itu, mengutus Herry Kiswanto, Rully Nere, Elly Idris, dan tak ketinggalan Bang Zul, alias Maradona-nya Indonesia, siapa lagi kalau bukan Zulkarnaen Lubis.

Berikutnya beberapa nama pemain Timnas generasi gerikutnya, seperti mulai dari Benny van Breukelen, Kamarudin Betay, Pery Sandria, Alexander Saununu, Toyo Haryono, Francis Wawengkang, sampai Ellie Aiboy.

Tak pada muda lagi, gurat-gurat garis ketuaan sudah menyuarak di wajah-wajah pahlawan lapangan hijau yang sudah pernah memuntahkan keringat, airmata, bahkan darah mereka untuk Indonesia itu. Tapi semangat mereka tetap terjaga, pastinya Garuda tetap didada mereka.

Ada apa gerangan, misi apa mereka ramai-ramai ke Padang? Ternyata mereka selain ingin bernostalgia, reuni, tentunya juga hendak berbagi inspirasi untuk dunia persepakbolaan Sumatra Barat.

Dikemas untuk memeriahkan acara opening ceremony turnamen sepakbola Irman Gusman Cup 2016, mereka yang berseragam Indonesia All Stars itu akan menunjukan sisa-sisa skill mereka melawan tim sepadan, Padang all Stars.

Sepadan, tentu saja, karena Padang All Stars juga tak kalah keren dengan nama-nama besar sepakbola Sumbar yang juga punya nama di tingkat nasional. Sebut saja Nil Maizar, Welliansyah, Delvi Adri, Trisno Affandi, Taufik Yunus, Joni Effendi, Erol Iba, dan lain sebagainya.

"Semoga kedatangan kami bisa memberi inspirasi, motivasi, juga pengalaman untuk pesepakbola muda di Padang."ucap Nasir Salassa, ketua rombongan Indonesia All Stars.

Tak lupa rasa salut dan harapan besar disampaikan mantan pemain klub Galatama UMS 80 ini, sekaitan keberadaan turnamen antar kecamatan di Sumbar ini. Disebutnya turnamen ini bisa jadi model terbaik turnamen di daerah-daerah seluruh Indonesia.

Hal yang paling dicatatnya adalah, turnamen ini bermuatan pembinaan, pembangunan sepakbola masa depan, dua itu saja yang membuat Daeng Nasir ini angkat topi untuk penggagas Irman Gusman Cup. "Belum ada di Indonesia yang seperti ini."celetuknya.

Saya, sejak awal cuma mau mengincar Herry Kiswanto, Zulkarnaen Lubis dan Rully Nere, akhirnya terkabul saat ada sesi jumpers. Sayang, Bang Zul tak dihadirkan saat jumpers, mungkin Sang Maradona dari Medan masih Jet lag, atau langsung istrirahat di kamar hotelnya.

Well, apa yang saya tanyakan pada Rully dan Herry lumayan terjawab. Meski Bung Rully yang dari Papua itu jawabannya agak melenceng dari yang saya tanyakan, saya tanya utara dia jawab ke selatan. Tapi, walau melenceng itu justru dia memberi  memberi jawaban yang tak terduga.

Saya menanyakan dan meminta tanggapan, juga soal perasaaannya karena Timnas Indonesia saat ini cuma jadi penonton di berbagai iven internasional.

Rully justru menyentil, menyindir, dan mempertanyakan motivasi pemain Timnas yang berbeda di eranya dengan era sekarang."Dulu jadi pemain timnas itu sangat sulit, sekarang mah gampang saja jadi pemain Timnas."kata Bang Rully santai.

Itu satu, ada lagi yang kedua; "Dulu membela Timnas itu sangat membanggakan karena motivasinya adalah merah putih dan Garuda, sekarang saya tak tahu motivasinya apa.".

Cukup? Masih ada rupanya: Dulu kami dapat hadiah jadi pemain terbaik cuma dapat piala, rasanya terharu dan bangga. Sekarang yang penting ada gabus bertuliskan angka-angka rupiah."

Hahahaha, cukup..cukup Bang Rully, nanti banyak yang kesenggol, tercubit, dan tersinggung. Maklumlah, dunia sudah berubah, sekarang yang berkuasa memang benda berbentuk kertas tipis bertuliskan angka-angka dan ada gambar pahlawan itu.

Bagaimana dengan Herry? Herkis sapaannya. Mantan Kapten hebat di PPD 1985 yang membuat saya terkagum-kagum saat melototi layar hitam putih di usia 13 tahun.

Dengan suaranya yang kecil, cenderung lembut, Il capitano eks Pardedetex itu curhat dan prihatin soal sepakbola Indonesia hari ini.

"Sepakbola kita tak boleh mati."gumamnya dengan suara halusnya. Kalimat yang singkat, padat, hanya lima suku kata. Tapi dibalik pendeknya kalimat Herry banyak makna yang wajib dipikirkan banyak pihak.

Soal Nostalgia Timnas bagimana kang? Sama dengan Rully, sang Herkis juga menyorot soal perbedaan Timnas dulu dan sekarang. Hal paling disentilnya, selain gampang masuk Timnas, juga hobi bongkar pasang pemain Timnas.

"Dulu kestabilan dan konsistensi tim terjaga, karena hanya ada sisip satu dua pemain, tapi akhir-akhir ini yang banyak hanya bongkar pasang. Pagi pemainnya ini, sore sudah lain lagi."ucapnya menganalogikan bongkar pasang itu.

Selebihnya, Harry berbagi tips mengapa dulu motivasi pemain Timnas bisa ibarat pasukan berani mati di lapangan. Ternyata kiatnya cuma bernyanyi.

“Sewaktu di Timnas. Sebelum tidur kami wajib menyanyikan lagu kebangsaan dan nasional. Nasionalisme kami selalu ditanamkam jelang tidur. Dan semangat kebangsaan terbawa ke dalam pertandingan kala dulu,”

Ya, itulah kiatnya. Berbeda dengan pemain jaman sekarang yang sebelum tidur sibuk utak-atik medsos, kemudian nyumpal kuping lalu nyuruh gadget canggihnya bernyanyi.

Pastinya lagunya bukan Indonesia Raya, Bagimu Negeri, Satu Nusa Satu Bangsa. Paling lagunya I Hate You, I Can See Your Eyes, I'm falling love dan semacamnya. Atau minimal Goyang Dumang, Sambalado, dan sebangsanya.

So, Dunia memang sudah berubah Kang

====

Tulisan ini saya persembahkan untuk seluruh pemain yang pernah memakai seragam Timnas Indonesia, tanpa terkecuali dan dari berbagai generasi. Terima kasih telah menyanyikan Lagu Indonesia Raya dengan penuh semangat, terima kasih untuk keringat, darah, dan airmata yang sudah tertumpah di lapangan hijau untuk bangsa ini.

Semoga Sepakbola Hidup Lagi di negeri ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun