Mohon tunggu...
Muhamad Iqbalnur Fikri
Muhamad Iqbalnur Fikri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Daigakusei

Logika, Etika, Estetika

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Si Pencari Fakta

1 Agustus 2024   23:13 Diperbarui: 1 Agustus 2024   23:28 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah sekitar lima menit ponsel dekat Pardi berbunyi. Bukan alarm, melainkan notifikasi yang muncul silih berganti, dan itu sukses mengguncang kedua kelopak matanya yang tadi menutup rapat.Pardi terbangun dari tidurnya.

Hal pertama yang ia lakukan, setelah perenggangan adalah meraih ponsel untuk sekedar mengecek apa yang mengganggu lelapnya. Terlihat beruas-ruas pemberitahuan komentar untuk postingannya malam tadi, pagi ini sudah mendekati angka 254 reaksi komentar, 473 postingan ulang, 9 kutipan, 8.345 suka dan 70 markah dari 60 ribu tayangan. Mulutnya mengukir senyum simpul, namun dengan sorot puas nan licik, kalian bisa membayangkan Kurohige saat situasi berjalan sesuai rencana.

"Mampus!" Ucapnya singkat.

Pardi beralih duduk didepan teras, sambil membawa kopi sisa tadi malam yang memenuhi setengah gelas. Disana ia duduk memandangi kegiatan orang-orang dibalik pagar besi depan rumahnya. Pagi itu berbagai jenis manusia nampak berlalu-lalang, ada yang berangkat untuk bekerja, sekolah atau sekedar pulang dari pasar, tak jarang ia mendapat sapaan bernada cemooh dari beberapa orang, kebanyakan masih sekolah, ini sebab penampilan berantakannya mirip seperti calon pasien rumah sakit jiwa yang belum diamankan.

Tak lama sepeda motor terparkir di depan pagar rumahnya, pembonceng turun sambil susah payah membawa keranjang penuh belanjaan. Ibunya baru pulang dari pasar, kemudian membuang napas saat melihat anak laki-lakinya yang berpenampilan ajaib duduk tanpa dosa didepan teras.

Bagaimana tidak? Di usianya sudah 25 tahun, setelah mengenyam bangku kuliah yang tidak tuntas, Pardi masih saja menganggur. Kegiatannya sehari-hari hanya malas-malasan, terus memainkan gawai yang tak pernah ibunya mengerti cara kerjanya dan hampir tidak pernah membantu pekerjaan rumah. Seluruh gambaran beban keluarga dari berbagai versi nampak melekat padanya, dan itu tercermin dari tatapan sang ibu pada anak laki-lakinya itu.

"Bu, bagi duit buat beli rokok..." ucap Pardi begitu sang ibu sudah didekatnya.

Diberi permintaan seperti itu, lantas membuat sang ibu makin malas, ia menatap Pardi dengan tatapan seakan melihat hama namun terlalu jijik untuk diusir.

Dengan terpaksa, ia merogoh kantong daster, mengeluarkan dua lembar sepuluh ribuan dan diberikan pada Pardi.

"Segini doang?" protes Pardi.

"Sisanya, kamu cari sendiri..." tanpa perlu menunggu tanggapan selanjutnya dari Pardi, sang ibu melenggang masuk ke rumah menuju dapur.

Sementara itu, Pardi memilih berjalan ke warung terdekat. Dalam perjalanannya, beberapa bisikan ibu-ibu sekitar terdengar, sapaan cemooh karena penampilannya pun semakin terdengar jelas dari anak-anak sekolah yang berpapasan, namun pria itu sudah terbiasa, ia memilih membiasakan diri dipandang pecundang sebab dalam versi lain dirinya pun hampir tak ambil pusing dengan segala komentar.

Warung yang terletak tidak jauh dari rumahnya itu baru saja buka, bahkan sang pemilik masih beberes menyiapkan dagangan, dan sialnya Pardi lah pelanggan pertamanya.

"Beli rokok, bu..."

"Bela, beli... tuh utang lu kemaren belum dibayar..."

"Ya elah, cuma 20 ribu doang, kecil itu mah..."

"20 ribu doang? Kecil?? mampu bayar ga?!"

"Bawel amat siih, tinggal kasih gue rokok deh... gue udah bawa duit nih..."

"Bayar dulu utang lu, gembel...!"

"Iya nanti gue kesini lagi, mana rokonya?!"

Dengan terpaksa ia memberikan sebungkus rokok termurah di warung itu, meski ada sedikit cekcok, tak ada yang hambatan dalam transaksi ini.

***

Malam pun tiba dengan tak terasa. Pardi sudah melewati hari setelah bangun paginya dengan tidur sepanjang siang hingga sore, dan terbangun saat malam karena lapar. Di kamarnya yang gelap dan berantakan itu, ia menyantap makanan sambil salah satu tangan mengetik lihai layar ponsel. Hingga makanannya habis itu pun ia masih berkutat dengan ponsel, kali ini lebih bebas.

Kegiatan dengan ponselnya malam ini dan setiap malam adalah bermain media sosial, spesifik X (dulu twitter). Ia menulis berutas-utas opini, disertai gambar yang ia comot dari pengadunya di pesan tulisan. Topik yang dia bawa dalam tulisannya adalah seputar grup idola, dan selalu membahas hal-hal yang berhubungan dengan sekandal, bahkan ia menyebut dirinya sebagai si pencari fakta. Berbekal pengalaman dari kuliah jurusan Ilmu Komunikasi yang hanya bertahan 4 semester, ia lihai menggiring opini pengguna dunia maya dengan tulisannya yang tak seberapa.

"Aneh banget liat fans jaman sekarang, padahal udah jelas doi kena skandal dengan ngelanggar rules, masih aja dibela... malahan disambut pula ketika comeback." tulisnya.

"Gw dapet ini dari beberapa info yang bilang si Z pacaran, padahal masih keitung member... kalian fans goblok pasti pada mbelain idol kalian yang udah ga pantes jadi idol lagi itu."

"Dasar bodoh, idol itu milik fans... jika mereka tidak bertindak selayaknya yang diinginkan, harus pergi..." ucapnya disela-sela tawa.

Ditengah asiknya berkutat dengan ponsel, kopi yang hendak ia tenggak sudah tak tersisa didalam gelas, Pardi mengumpat kecil. Dengan malas, ia keluar dari kamarnya sambil membawa gelas yang hanya tersisa ampas hitam itu ke dapur. Suasana rumah sudah sepi, Pardi kaget setelah mengetahui bahwa sekarang sudah berada di pukul 00.00, tak terasa pikirnya.

Begitu sampai di dapur dan hendak menyalakan kompor untuk memasak air panas, ia harus menghadapi kenyataan bahwa persediaan kopi bubuknya habis, Pardi kembali mengumpat kecil. Ia merogoh saku celana, uang tadi tersisa lima ribu rupiah, setidaknya cukup untuk dua bungkus kopi pikirnya. Pria itu, lalu berjalan keluar rumah menuju warung terdekat.

Bunyi notifikasi selama perjalanan sulit ia abaikan, alhasil ditengah langkahnya, ia sibuk kembali berkutat dengan pesan dan komentar, keasikan barusan kembali. Pardi bahkan sampai tersenyum sendiri sambil terus memainkan ponsel, membuat sisa orang yang berpapasan dengannya mulai berpikir :

"Sejak kapan orang gila punya gawai?"

Ditengah keasikan itu, tanpa ia sadari sebuah truk melaju kencang di jalanan. Bersamaan dengan Pardi--sambil fokus dengan ponselnya, menyebrang. Naas, tabrakan tak terelakan, ia terlempar, begitu pula sang gawai. Anehnya, keadaan jalanan yang ia lewati itu adalah area sepi, dan ini justru menjadi kesempatan bagi sang supir untuk tetap melaju seakan-akan tidak pernah terjadi sesuatu.

Pardi dengan darah bercucuran membasahi badan, menatap langit malam dengan susah payah, mulutnya terbuka seakan ingin mengucapkan sesuatu, namun ajal nampak tak memberi ia kesempatan untuk meromantisasi sakaratul mautnya, pria itu mati begitu saja.

***

Di X, sudah sebulan akun bernama @apidol tidak melakukan aktivitas. Beberapa pengguna penggemar idol yang kerap berdebat atau setidaknya ikut memanas-manasi mulai bertanya-tanya kemana ia gerangan.

Seseorang menulis :

"Udah meninggal kali, kena azab"

"Masuk akal sii, biasanya tuh binatang ga bakal bisa diem lama... mentok seminggu, itu pun karena ga punya bahan"

"Ahhh, mampus... oshi gw ngumumin kelulusan gara-gara tulisan tuh binatang yang ada etikanya..."

Namun ditengah spekulasi kemana perginya orang dibalik akun, satu orang mengetik :

"Terus, gimana nih kelanjutan rumor si Amba?"

"Dari grup si belum ada kabar, semoga dia ga kena penangguhan..."

"Gw ada MnG sama dia, semoga bukan skandal."

Ditengah diskusi itu, muncul satu akun bernama @abdidol, ikut nimbrung.

"Denger-denger sii, dia beneran pacaran... Gw dapet beberapa DM ada bukti fotonya pula... Udah paling bener dia keluar aja, member gatau diri..."

Bersamaan dengan itu, munculah deretan tulisan beserta gambar yang membahas tentang skandal sang anggota grup idola tadi. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun