Papa tetap sama sebelum mama pergi, masih suka mabuk. Usahanya hampir ambruk karena sang empunya sibuk dengan dirinya sendiri. Untung nenek segera turun tangan, meluruskan jalan sang putra. Dua tahun kemudian, papa menikah lagi dengan perempuan yang katanya penyebab mama pergi.Â
Abimanyu bungkam, tidak berusaha menerima, tetapi juga tidak menolak. Pernikahan mereka terjadi setelah kedua orang tuanya resmi bercerai, katanya daripada saling menyakiti.
Â
   Berkat dukungan nenek, dan mbok Mirah, Abimanyu yang saat itu masih kelas empat sekolah dasar tumbuh menjadi anak yang baik. Perpecahan kedua orang tuanya tidak dijadikan alasan untuk bertingkah seenaknya. Sebenarnya, Abimanyu tidak menyukai keputusan pengasuhan atas dirinya jatuh ke tangan sang ayah. Namun, sebagai anak laki-laki yang akan meneruskan usaha papa, dia menerima keputusan itu.
   Hubungan dengan istri ayahnya, dan adik-adik barunya cukup baik. Abimanyu ingin membuktikan, ibunya melahirkan anak-anak yang baik. Abimanyu tidak mau ayahnya menjadikan sang ibu kambing hitam atas kegagalannya sebagai laki-laki. Di dalam hatinya, Abimanyu berjanji akan menjadi laki-laki yang bertanggung jawab.
Â
Â
   "Den, lagi bahagia ya? Dari tadi senyum-senyum sendiri!" Abimanyu tersentak dari lamunannya. Mbok Mirah yang kemarin memaksa ikut ke Semarang, sudah berdiri tegak di sisi tempat tidurnya, di kamar yang mama sediakan jika dia berkunjung ke rumah ibunya. Perpisahan kedua orang tuanya memberi Abimanyu kesempatan untuk berkunjung ke rumah sang mama, setidaknya dia tidak kebingungan lagi.
   "Mbok, bikin kaget saja? Sejak kapan, simbok masuk ke sini?" tanyanya sambil bangkit dari tidurnya, lalu duduk di pinggir tempat tidur. Mbok Mirah ikut duduk, tangan tua yang sudah mulai keriput itu mengulurkan gelas berisi susu hangat. Abimanyu menerimanya, dan langsung meneguknya sampai tandas. Mbok Mirah mengambil gelas kosong itu dari tangan Abimanyu, yang mau diletakkan di nakas.
    "Sini, biar sama Simbok saja!' katanya sambil tersenyum. Abimanyu jadi curiga, sama seperti dengan dirinya, kemarin mbok Mirah terus menangis mendengar mamanya tidak sadarkan diri. Perempuan berusia enam puluh tahun itu, juga sempat menolak disuruh istirahat saja di rumah mama. Karena cintanya kepada mantan istri tuannya, mbok Mirah berniat ikut menunggu sampai mama sadar
    "Mbok, kenapa senyum-senyum?" tanyanya curiga. Masih dengan senyum yang memperlihatkan gigi ompongnya, mbok Mirah menepuk paha Abimanyu. Abimanyu memegang tangan itu, dan menggenggamnya erat.
    "Simbok lega, Ibu sudah sadar. Tadi non Agni telepon, katanya Ibu sudah bisa merespons dengan baik. Simbok juga senang, melihat den Gading sudah ceria lagi." Kata mbok Mirah yang membuat Abimanyu tersentuh.
   "Terima kasih, simbok selalu ada di samping Gading." Ujarnya tulus.
   "Itu sudah tugas Simbok. Simbok senang melakukannya untuk anak laki-laki sebaik Aden." Tidak bisa menahan diri lagi, simbok memeluk Abimanyu erat. Abimanyu menyambut hangat pelukan perempuan yang sudah seperti ibunya sendiri itu. Perempuan yang selalu ada untuknya.
   "Tapi tunggu Den, senyum-senyumnya tadi bukan karena Ibu sudah sadar, kan?" tanyanya setelah mengurai pelukan mereka. Abimanyu menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Mbok Mirah terlalu mengenalnya, dia tahu rahasianya.
   Benerkah ada yang dirahasiakan dari mbok Mirah? Perempuan itu tahu semua tentang Abimanyu, semuanya. Dia juga tahu setiap detailnya tentang Andara, dari mulai timbul rasa suka, sampai usahanya mengejar, juga bahagianya dengan perubahan sikap Andara mulai menerima dirinya.Â