Di kelas, mereka tidak menemukan Andara. Bangkunya kosong tidak berpenghuni, hanya ada tas yang tergeletak di kursi. Tanpa berkoordinasi mereka berbalik, berlari ke arah toilet yang penuh dengan anak-anak mengantre. Tidak ada Andara di antara mereka, tiga pintu ruangan toilet tertutup rapat. Tentu saja, kalau kosong tidak mungkin yang antre diam saja. Â
"Ra, Lo di dalam?" Dengan brutal Mega mengetuk setiap pintu yang tertutup.
"Eh, apa-apaan sih!" Beberapa anak yang dilewati Mega memprotes sikap bar-barnya.
"Bukan!" jawab yang di dalam.
"Cari siapa, sih? Liar amat!" celetuk seseorang yang hampir membuat Mega emosi. Untung Danasti berhasil menangkap lengan gadis itu dan menariknya keluar. Mega sempat memberontak, tangan kuat Danasti tidak membiarkan sahabatnya itu melepaskan diri. Cukup Andara yang membuat masalah, yang memaksanya membiarkan cacing-cacing dalam perutnya berjoget kelaparan.
.
"Maaf, ya!" pamitnya sebelum menarik Mega menjauh.
"Dasar gila!"
"Sombong banget, kayak yang punya sekolah saja!" Suara-suara tidak bersahabat itu, masih Danasti dengar sebelum benar-benar menghilang.
Sementara Andara duduk gelisah di bangku kecil, yang ada di samping ruang laboratorium Fisika, tempat favoritnya kalau sedang ingin sendiri. Di tempat itu juga, tanpa sengaja dia bertemu Abimanyu yang berakhir cowok itu menyatakan perasaannya.
'Ada apa denganmu? Kenapa tidak ke sekolah, pesan-pesanku juga tidak kamu baca?' batinnya sambil membuka gawai di genggaman tangannya yang gemetar. Perlahan, Andara membaca lagi pesan yang sempat dikirim, sejak semalam. Semua hanya centang satu, belum terbaca. Rasa sesak tiba-tiba menyerang, dadanya terasa sakit. Dengan tangannya yang bebas Andara menekan dadanya, mencoba mengurangi rasa sakit yang datang tanpa diundang itu. Seperti yang dilakukan di kantin tadi, Andara mengambil napas panjang, mengisi rongga dadanya. Â
Andara melonjak kaget, saat gawainya bergetar. Sebuah pesan masuk, segera gadis itu membuka pesan itu berharap seseorang yang ditunggunya menyapanya. Andara mendesah, kekecewaan terlihat jelas di wajah lelahnya. Harapannya pupus.
       ***
(Bersambung)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H