Di dalam tubuh yang sehat, terdapat jiwa yang kuat, demikian peribahasa bijak yang pernah diajarkan guru olah raga. Pepatah yang mengingatkan kita agar menjaga kesehatan diri, agar jiwa kita pun menjadi sehat. Salah satu cara menjaga kesehatan diri dapat dimulai dari perilaku kita sehari-hari, seperti menjaga pola makan dan asupan gizin.
Bahwasannya, semakin hari orang semakin lupa pentingnya gaya hidup sehat, olahraga dan konsumsi makanan sehat. Kalau ditanya, hampir sebagian besar anak lebih suka mengkonsumsi makanan siap saji, daripada makanan bergizin. Semua itu tidak lepas dari pembiasaan orang tua menyiapkan jenis makanan itu dari rumah. Bahkan tidak sedikit yang memilih tidak menyiapkan bekal makanan dan menyerahkannya kepada kantin.
Ini sebuah realita yang ironis. Di sekolah, hampir setiap hari saya melihat beberapa anak memilih menu yang sama untuk memuaskan rasa lapar mereka, mie instan. Ada apa dengan mie instan? Enakkan?
Mie instan memang enak dan cepat dibuat, makanya menjadi makanan favorit anak-anak zaman sekarang. Terus apa masalahnya? Makanan berpengawet, berpenyedap, dan zat aditif lainnya itu boleh dikonsumsi, asal sesuai aturan dan dengan takaran yang benar. Jika dikonsumsi setiap hari, zat-zat tersebut berkontribusi mengganggu saluran pencernaan dan kekurangan gizi (tidak ada serat dan komposisi gizi tidak seimbang), memicu obesitas karena kandungan karbohidrat yang berlebihan, ancaman hipertensi pada anak konsumsi garam berlebih). Sayangnya, fakta ini sering diabaikan sebagian orang tua, yang seharusnya menjaga kesehatan anak-anak, malah mencari kemudahan. Sekali lagi, makan mie instan tidak salah, asal tidak berlebihan dan dikombinasikan dengan sayur serta sumber protein seperti telur, daging ayam atau daging.
Melihat fenomena tersebut, saya berinisiatif menggalakkan pembiasaan makan sehat untuk anak-anak murid saya. Setiap hari Jumat, anak-anak wajib membawa makanan sehat dan lengkap, meliputi nasi, lauk, sayur, buah dan susu atau jus. Selain bertujuan membiasakan anak mengkonsumsi makanan dengan nilai gizi seimbang, gerakan ini juga bertujuan membiasakan anak membawa bekal dari rumah yang dimasak sendiri oleh orang tuanya. Saya punya harapan besar tentang hal ini.
Pertama, makanan yang dimasak sendiri akan memakai bahan-bahan terbaik (tidak harus mahal, tanpa melibatkan banyak zat aditif demi menyajikan rasa yang lebih enak, seperti yang disajikan oleh warung atau restoran. Siapa pun yang memasak di rumah tentunya menginginkan semua anggota keluarganya selalu sehat.
Kedua, masakan yang diolah mama atau papa secara khusus untuk anak-anak dengan penuh cinta, akan membuat anak-anak kita lebih dicintai. Cinta sederhana itu akan membuat anak tumbuh lebih bahagia.
Ternyata tidak mudah memberlakukan pembiasaan sederhana itu. Setiap Jumat, saat makan bersama tiba, ada saja anak yang tidak membawa bekal dari rumah. Atau membawa bekal tapi menu yang terhidang tidak jauh beda dengan sarapan pada umumnya orang Jakarta, apalagi kalau bukan nasi uduk. Apa yang salah dengan nasi uduk, rasanya enak kok! Betul enak, nasi uduk juga menu favorit anak saya.
Coba kita cermati komposisi menu yang di sekitar rumah kita! Biasanya, nasi uduk ditemani dengan mie atau bihun goreng tanpa sayur, krupuk dan orek tempe. Keberadaan orek tempe bersifat opsional, tidak semua pedagang nasi uduk menambahkan komponen ini. Kalau ada bagus, masih ada protein di dalam makanan itu, selain sumber karbohidrat dari nasi dan mie. Harus diingat karbohidrat adalah penyedia gula yang dapat menumpuk dalam darah dan menyebabkan penyakit Diabetes mellitus atau kencing manis.
Ngomongin nasi uduk, saya suka membuatnya demi memenuhi keinginan anak saya. Tentu saja komposisi menunya saya ubah, masak mie goreng wajib memakai sayuran (biasa saya pakai wortel dan sawi), orek tempe juga wajib ada, ditambah telur dadar yang juga dicampur sayuran. Tujuannya satu, anak makan dengan lahap, komposisi gizi juga terjamin.
Kembali ke pembiasaan mengkonsumsi makanan sehat. Hari pertama, ada anak yang tidak membawa bekal. Saya perhatikan wajah anak itu, bingung. Di meja teman ada makanan, dia tidak membawa sendiri. Ketika saya tanya, dia bilang mamanya lupa. Sebenarnya terdengar aneh, membawakan bekal anak kok lupa. Tapi sudahlah, yang penting masalah anak ini teratasi.
”Anak-anak, siapa yang membawa nasi lebih banyak?” Satu dua anak mengangkat tangan. ”Oke, siapa yang membawa lauk lebih?” Sama, satu dua anak mengangkat tangan. ”Yuk, kita belajar berbagi makanan buat teman kita yang tidak membawa.” Anak-anak yang membawa makanan lebih itu dengan sukacita membagi makanannya, memasukkannya ke dalam piring yang sudah saya siapkan sebelumnya sebagai antisipasi.
Oya, pembiasaan membawa makanan sehat ini dibarengi dengan pembiasaan makan bersama setiap jam istirahat pertama. Senang rasanya melihat anak-anak makan dengan lahap, kadang sambil berceloteh dengan riang.
Peristiwa seperti itu tidak hanya terjadi di hari pertama saja. Hari-hari selanjutnya juga terjadi hal yang sama, anaknya juga itu-itu saja. Ketika saya menghubungi orang tua yang kata anaknya lupa itu, berbagai alasan terlontar. Alasan lupa, tidak sempat memasak sejujurnya membuat hati saya miris. Akhirnya, saya hanya bisa berpesan agar orang tua lebih memperhatikan kebutuhan dasar anak-anak. Kebutuhan akan perhatian yang sering terabaikan.
Saya pernah melakukan serupa, mengabaikan anak semata wayang karena tuntutan kerja yang membabi buta. Anak saya merasa tidak dicintai, karena saya lebih banyak memberi waktu untuk pekerjaan. Sebenarnya, anak-anak kita tidak menuntut banyak. Satu perhatikan kecil saja, akan memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak-anak kita.
Seperti kegiatan makan bersama setiap hari Jumat itu, mereka selalu antusias menunggu momen spesial itu. Momen kebersamaan kami, makan bersama sambil ngobrol tentang apa saja. Satu lagi yang mereka selalu tunggu, menu apa yang saya bawa dan bisa mereka cicipi. Menu spesial favorit mereka adalah sambel dan pecel sayuran. Sederhana kan!
Sehat itu mudah. Sehat itu menyenangkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H