Sepanjang jalan mereka bercerita, sambil tertawa. Ternyata Sena juga satu sekolah, dua tingkat di atas Andara, atau satu tingkat di atas Abimanyu. Kok bisa enggak saling kenal? Bisa dong, sekolah mereka besar, muridnya banyak. Satu level ada delapan kelas, dengan murid sekitar 40 orang. Bisa dihitung berapa jumlah murid di sekolah mereka. Apalagi, tidak ada untungnya Sena mengenal adik kelas. Kalau Andara lain kasus, mereka sudah satu sekolah sejak sekolah dasar, di kota kecamatan kecil mereka.
   Sementara sekolah mereka ada di kota kabupaten, muridnya berasal dari seluruh pelosok Kabupaten. Namanya juga sekolah favorit, pasti menjadi incaran anak-anak berkemampuan kognitif bagus. Abimanyu merasa lega, Sena bukan saingannya. Malah dari kakak kelasnya itu, Abimanyu mendapat banyak info tentang Andara. Terutama hal yang sahabatnya di sekolah, tidak tahu.
   "Lama amat, jalan kalian kayak siput!" sambut Andara yang sudah lebih dulu sampai di Bledug Kuwu. Gadis itu menyandarkan sepedanya tepat di depan gerbang masuk, tempat wisata unik tersebut. Sementara dia berkacak pinggang, dengan ekspresi kesal, kedua cowok itu malah tertawa, tidak mau menanggapi emosi Andara.
   "Mlebu, Ra( Masuk, Ra)?" tanya Sena sabar. Andara menggeleng, tapi matanya menatap Abimanyu seolah bertanya hal serupa. Hati Abimanyu menghangat, tidak menyangka gadis itu meminta persetujuannya. Padahal dari tadi, gadis pujaannya itu terus mengabaikannya. Semoga ada harapan, bisik hatinya menyemangati. Seperti yang Sena lakukan tadi. Cowok itu memberinya atensi untuk mendekati sahabatnya.
   "Aku ikut saja," jawab Abimanyu beberapa saat kemudian. Â
  Â
   "Aku enggak mau masuk, kalau kamu mau masuk saja. Belum pernah masuk ke situ, kan?" tanyanya sinis. Abimanyu tersenyum, tidak berniat menanggapi. Di mataku, makin marah kamu makin cantik Ra, gombalnya dalam hati. Abimanyu masih harus menyimpan semua itu dalam hati, kalau tidak mau Andara makin menjauh. Begitu pesan Sena, jangan coba-coba menggombal. Andara gadis yang sangat logis, dia tidak bakal percaya dengan gombalan receh.
Â
   "Ya sudah, jalan lagi. Jangan lambat, ya!" ancamnya sebelum mulai mengayuh lagi. Dengan matanya Sena meminta Abimanyu segera mengejar Andara, sementara dia berada paling belakang.
   Sena senang melihat ekspresi jengkel Andara kepada Abimanyu. Dia tahu, ada rasa yang disimpan gadis itu. Ekspresi itu buktinya. Andara memang tomboi, itu alasan mereka bisa dekat, tetapi hati sahabatnya itu sangat lembut. Apa yang diperlihatkan tidak selalu sama dengan yang ada dalam hatinya. Sepanjang jalan, Sena terus tersenyum.
   "Ini mau ke mana Ra, kamu tadi sempat bilang gethuk. Mau beli gethuk?" tanya Abimanyu setelah berhasil menjajarkan sepedanya. Mereka sempat terpisah, karena Abimanyu tidak menyangka Andara akan menyeberang lurus ke arah Pulokulon, bukan belok kiri ke arah kota Kuwu. Bukannya menjawab, Andara hanya terus mengayuh. Sesekali gadis itu menengok untuk melihat Sena yang hari ini bersepedanya sangat pelan. Tidak seperti biasa, cowok itu akan selalu ada di belakangnya.
   Sekarang Sena masih berhenti di pertigaan, sepertinya menunggu kendaraan yang lalu lalang. Andara menghentikan sepedanya, Abimanyu mengikuti. Keduanya menunggu di tepi jalan. Andara mengambil botol minumnya lalu meneguk isinya tandas, belum sampai tempat air minumnya sudah habis. Abimanyu pun melakukan hal serupa. Sambil menunggu, Andara masuk ke warung kecil tidak jauh dari tempat mereka berhenti.
   "Enggak usah ikut, tunggu sepeda saja!" larang Andara ketika Abimanyu hendak mengikuti langkahnya. Cowok itu hanya mengangguk setuju. Tidak lama, Andara kembali dengan tiga botol air mineral 600 ml. Disodorkan masing-masing satu untuk Abimanyu, dan Sena yang sudah bergabung. Dia sendiri langsung memindahkan air itu ke dalam botolnya yang sudah kosong. Sena membuka dan langsung meminumnya.
   "Sepedamu bermasalah, Mas?" tanyanya kepada Sena.