Happy Kids, itulah nama komunitas anak-anak usia bayi (walau yang ikut ya suster, asisten rumah tangga, atau ada juga yang mama si bayi sih) sampai usia SD kelas 6. Setiap hari Rabu, Jumat & Sabtu sore kami kumpul di taman dekat rumah untuk bermain, nyanyi dan kegiatan lain yang seru tapi mengasah kreatifitas.Â
Dibagi 3 kelas :Â
- Kelas bayi; karena ini yang belajar pengasuhnyaÂ
- Kelas Kecil; sampai dengan SD kelas 1 SD
- Kelas Besar; sampai dengan kelas 6 SD alias sisanya
Setiap tahun pasti kita bela-belain untuk sewa gedung, supaya anak-anak bisa perform. Ada yang main musik, nyanyi, puisi, drama, dance, panggung boneka, bahkan yang suka gambar, bikin dekor ataupun backdrop yang dilukis bareng-bareng. Kegiatan waktu libur pun beberapa kali dibuat, seperti bazar anak, adventure (sepedaan) anak dan orang tua juga ada beberapa yang ikut serta, camping bareng (walau cuma di lingkungan rumah) atau berbagi makanan kepada bapak-bapak satpam sekitar komplek diadakannya Happy Kids, pada saat Valentine.
Selama 5 tahun, kegiatan ini berjalan. Hmmmmmm...... ternyata angka 5 memang sudah melekat dari dulu tanpa disadari. Bubar dengan terpaksa karena alasan satu dan lain hal (semoga bisa menimbulkan perasaan penasaran...)
Di komunitas ini, saya tau bagaimana seorang anak ingin diperlakukan.Â
Di komunitas ini, saya bisa menyelami sifat anak-anak yang kemiliki keingintahuan yang tinggi namun polos, lugu, tidak ada motif apapun, tidak ada rekayasa
Di komunitas ini, saya belajar bagaimana harusnya seorang ibu bersikapÂ
Di komunitas ini, saya paham bahwa tidak ada perbedaan agama, ras, suku, budaya, derajat sosial, karena semua anak bertemu, berkomunikasi dengan cara mereka, bermain, bergembira.Â
Di komunitas ini, ternyata kita, orangtua, dan lingkungan lah yang membentuk apakah anak itu menjadi pemberani atau penakut, aktif atau pasif, rajin atau malas, senang bersosial atau menutup diri bahkan sombong.
Dan yang terpenting, di komunitas ini, saya mengerti sebenarnya seorang anak hanya butuh kasih sayang yang tulus dari orang tua. Mereka butuh diajarkan dengan kasih sayang yang ulus tanpa terpaksa, segala sesuatu yang mereka ingin tau.Â
Mereka tidak membutuhkan harta berlimpah, tidak perlu mainan yang bagus, tidak perlu baju yang mahal, tidak perlu diajak ke tempat manapun yang terkesan mewah dan glamour. Bahkan mereka tidak perlu sekolah yang super duper mahal, asal orang tua punya waktu dan kasih sayang yang cukup untuk membesarkan mereka.Â
Mungkin karena usia mereka yang masih kecil, seringkali tidak dianggap, seringkali tidak terhitung untuk dimintai pendapatnya, seringkali tidak diikutsertakan dalam mengambil keputusan, dan tidak jarang justru mereka seringkali dianggap sebagai penyebab dari pertengkaran orang tua.Â
"coba andaikan mami aku seperti kakak....", "coba ayah dengerin dulu sebelum marah", "kenapa sih koq kita ga boleh bilang ga mau?", "gimana caranya supaya mama dan papa ga berantum melulu, ya kak?", "kak, aku bolehkan tiap hari kesini?" ...Â
ini adalah contoh-contoh kalimat pernyataan yang sering kali diungkapkan oleh anak-anak saat kelas sudah selesai ataupun di hari-hari lain dimana kegiatan seharusnya tidak diadakan tapi anak-anak tetap datang ke rumah yang memang selalu "open house" untuk mereka kapan pun.Â
Pembubaran Happy Kids, 2 September 2006 tepat diulang tahun Happy Kids ke-5 tentunya membuat banyak anak kehilangan, termasuk saya!!!. Pastinya, karena buat saya mereka tidak hanya sekedar "anak" tapi justru inspirasi saya dan "guru" yang baik untuk kita sebagai orang tua, seharusnya....
Karena komunitas non profit yang tidak memungut dana atau sponsor apapun dari siapapun ini ternyata memang timbul karena ada AGENDA ALLAH untuk saya bisa berada di titik sekarang ini. Â
Salam #WeChange
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H