Untuk mendapatkan pengalaman yang langka seperti begini tidak mudah, perlu perjuangan dan keuletan khusus.
Awalnya memang tidak pernah bermimpi dapat kesempatan terbang melayani orang nomer satu di negeri ini, aku hanyalah anak daerah yang menyelesaikan SMA Negeri I di kota Kabupaten, Blora Jawa Tengah-Indonesia, kota kecil nan sepi. Pada waktu itu sering disebut kota pensiun. Ketika lulus SMA harusnya aku dipersiapkan untuk menerima pinangan tapi setelah berfikir panjang aku bergidik, cita-citaku masih diawang.
Apa cita-citaku pada waktu itu? melanjutkan kuliah seni rupa di Jogjakarta. Hobiku banyak salah satunya melukis dengan aliran naturalis, menyanyi, kepingin jadi biduan seperti titik puspa(jangan ditertawakan, namanya cita-cita masa remaja sah-sah saja). Olah raga lari maraton dan balap sepeda, laki banget.
Bukan Rezeki barangkali, kuliah di Jogja gagal aku ke Surabaya menengok pakde dan bude, sebab masih bernasib nganggur belum kuliah, ketika berada di Surabaya kebetulan ada lowongan penerimaan Flight Attendant pada sebuah maskapai penerbangan nomer dua di negeri ini. Ternyata ketika mengikuti test tidaklah mudah, memakan waktu yang panjang agak melelahkan. Setiap hari test dengan sistem gugur, jika lulus test satu atau dua mata pelajaran besoknya lanjut dengan tes berikutnya.
Banyak kenalan sesama pendaftar yang sudah pada tidak nongol lagi tinggal beberapa pelamar yang masih bertahan. Mereka cantik-cantik, tinggi-tinggi dan putih-putih terkadang aku merasa rendah diri kalau mengingat asalku yang dari kota kecil dan kurang bergaya, lugu tapi tidak culun, tak apalah aku harus memompa sendiri semangatku, buktinya dapat menyelesaikan sampai test terakhir.
Nah giliran Medex (Medical Examination) aku merasa santai saja karena aku pikir olahraga ku keras, tidak pernah sakit, dan ini merupakan test terakhir untuk penentuan maju ke jenjang pendidikan, kalau lulus test kesehatan ini langsung masuk pendidikan selama tiga bulan.
Tapi yang terjadi ternyata berbeda, aku gagal melewati Medex, runtuhlah dunia ini rasanya, karena hampir setiap hari dengan lancar bergulat melewati test tertulis menganut sistem gugur akhirnya terganjal di tes kesehatan.
Padahal aku benar-benar merasa sehat, olahragaku sangat keras, hanya berenang pada waktu itu aku tidak bisa, karena tidak ada fasilitasnya. Kalau ada pasti sudah ikut lomba-lomba, pokoknya gadis otot kawat balung tulang lah sebutannya kuat ditempa keadaan.
Ternyata Restu Ibu Sangat Menentukan
Hati-hati segala sesuatunya, jika anak manusia berencana, perlu izin orang tua khususnya seizin Ibu. Kegagalan ku mungkin disebabkan ibu tidak memberi Izin. Kenapa? Ketika aku bilang ke ibu satu-satunya orang tuaku yang masih hidup, beliau tidak setuju jika aku bekerja di penerbangan sebagai Flight Attendant karena dalam keluarga aku perempuan satu-satunya, kakakku lelaki semua, kemudian anak paling kecil hidup, karena adeku lelaki sudah meninggal.
Ibu sendirian di kota itu sementara kalau aku bekerja di penerbangan tentunya sudah tidak bisa sering mendampinginya mungkin ini juga menjadi pertimbangan ibu, satu hal lagi Ibu takut bahaya di udara, bagaimana pergaulannya? Maklum insting seorang ibu biasanya mendekati kebenaran. Dengan batin yang sedih menyesali kegagalanku aku pamit kepada Bude Pakdeku di Surabaya untuk mencari kerja serta ilmu di Jakarta.
Setelah keluar masuk pekerjaan akhirnya aku bekerja di Distributor Alat musik merk terkenal yang dimiliki patungan oleh orang Jepang dan Putra seorang Jendral jujur di Bumi pertiwi ini. Aku terus belajar, mencari peluang memenuhi harapan hidupku, kalau hari sabtu sepulang kerja langsung ikut les vokal di Cipete dengan guru vokal, Bapak Simanungkalit kini sudah tiada.
Di tempat kerja ini rupanya aku beruntung mendapat perhatian dari pimpinan perusahaan dan lumayan diperhatikan, terbukti aku dipindahkan ke bagian sekretaris, dengan catatan harus magang dulu dengan sekretaris yang ada. Karena merasa tidak mampu bekerja ditempat yang belum dikuasai dan paling tidak suka bekerja dibelakang meja, rasanya terbelenggu, sukanya berkutat dilapangan. Akhirnya aku menolak secara halus. Pimpinanku hanya bisa geleng-geleng kepala.
![](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/01/22/12507202-10201257866044610-7314951013569371715-n-56a25292377b619d0ad88806.jpg?v=400&t=o?t=o&v=770)
Pada suatu saat, aku baca dikoran ada penerimaan Cabin Attendant sebuah penerbangan charteran yang melayani khusus untuk daerah perminyakan, rindik asu digitik dengan cepat, aku langsung mendaftar, dengan melengkapi persyaratan yang ditentukan, kali ini aku sudah biasa karena sudah mendapatkan pengalaman kerja, dan pengalaman test di penerbangan ketika di Surabaya, jadi lebih santai dan tidak minder atau rendah diri (meski bukan anak Jakarta).
Itulah keuntunganku kalau aku menolak ketika dipindahkan dibagian sekretaris, tentunya diruang sekretaris tidak dapat dengan mudah aku minta ijin karena tanggung jawabnya cukup padat. Bagaimana caranya mengikuti test hampir setiap hari dengan waktu yang panjang?
Akhirnya test Kesehatan kembali berada pada tahap yang paling akhir dan aku sudah punya pengalaman. Untuk hal mendaftar secara diam-diam tidak minta izin dan memberitahu Ibu kalau aku tes Pramugari. (hahaha... nakalnya aku)
Karena sudah banyak gaul, aku sudah punya trik-trik khusus untuk menyikapi agar lolos tes kesehatan. Cara menyikapinya yaitu pagi mau berangkat test aku minum susu tidak lupa kuning telor ayam kampung mentah dan malam sebelumnya tidur lebih cepat, agar ketika check kesehatan darah, paru dan jantungku bagus, ini ide dari teman-temanku yang baik hati.
Terpaksa Resign dari Kerja Sebab Segera Masuk Pendidikan sebagai CA
Sambil bekerja kembali aku menunggu harap-harap cemas pengumuman dari Maskapai penerbangan tersebut. Dan... pengumuman itu memberitahukan bahwa aku lulus Medex secara keseluruhan jadinya lolos dan segera mengikuti pendidikan selama tiga bulan. Alhamdulillah, harus belajar dengan sungguh-sungguh agar kesempatan yang ada tidak tersia-sia dan berjalan lancar. Bagaimana dengan surat ijin dari orang tua? Gampang minta tolong kepada kakak sepupuku untuk membuat surat ijin, beres.
Ketika menghadap pimpinan dikantor aku bekerja untuk pamitan / resign, pimpinan sempat terkaget-kaget dan bilang,
“Loh kok malah mau keluar kan sudah ditarik jadi sekretaris artinya disini kamu tuh mendapat perhatian.”
“Iya Pak, saya ingin keliling Indonesia dan dunia secara gratis, dari keringat sendiri.”
“Sontoloyo anak ini.” Gerutu sang Dirut.
“Yah sudah, aku doakan saja kamu gagal test tidak lulus jadi Pramugari, perusahaan ini selalu terbuka lebar untukmu kembali kesini” lanjutnya enteng, sedih juga ya, aku sudah dihati teman-teman juga mereka sudah saling dekat denganku, tapi gimana lagi, harus ada pilihan.
“He... doa Bapak ga mempan, Bapak e ga tau aku sudah lolos tes, aku sudah masuk pendidikan” gumamku didalam batin sambil mesem-mesem.
“Baik Pak, semoga saya tidak balik lagi, saya pingin terbang, saya belum pernah naik pesawat terbang” tuturku jujur dan serius.
Dan sang Boss tertawa dan berucap “Kasihan deh lu nduk belum pernah naik pesawat terbang”.
Singkat cerita di pendidikan sangat menyenangkan sekali, semua serba mewah bagiku, maklum anak daerah kota kabupaten di tengah hutan jati, merasakan kecipratan rezeki cairan yang keluar dari perut bumi dengan harga yang melebihi emas.
Pokoknya di pendidikan sangat menyenangkan, banyak hal-hal dan ilmu baru yang belum pernah disentuh olehku, uang sakunya cukup besar, yang aku suka ada pelajaran berenang yang waktu singkat dapat diserap, jujur aku baru bisa renang setelah di pendidikan dan langsung menguasai kolam. (dasar cah ndeso)
Akhirnya aku dinyatakan lulus pendidikan dari 20 siswa, masih ada kejutan lagi yaitu lima orang diambil untuk melayani VIP aku termasuk didalamnya. Alhamdulillah, Puji syukur, cah ndeso naik derajat, tapi ngomong-ngomong di kota Kabupaten dulu aku sempat dipaksa untuk ikut lomba putri-putrian, sampai ibuku marah-marah tidak mengizinkan dan aku tetep ikut dibiayai sekolah akhirnya gagal tidak menjadi putri maupun runner up, lumayan masuk final berdua puluh orang finalis. Kegagalan ini akibat tidak adanya ijin dan restu dari Ibunda. (rasain tambeng banget)
Dari lima orang Cabin Attendant ini mendapat tambahan pendidikan khusus bagaimana bersikap dan melayani penumpang VIP. Juga diberi tambahan pendidikan rating pesawat jet VIP HS 125 yang hanya berisi 18 tempat duduk yang mewah dilengkapi dengan tiga crew, kalau sudah begini CA (cabin attendant) sendiri, terakhirnya rating Boeing 707.
Disela-sela terbang reguler, aku sering terbang untuk melayani para pembesar, Dirut minyak anu, Dirut Perusahaan anu yang mencharter pesawat untuk penerbangan eksklusif, kadang hanya didrop disatu daerah tetapi terkadang crew menunggu dan bermalam, akhirnya tercapai keinginanku untuk terbang gratis keseluruk pelosok tanah air dengan kemampuanku sendiri. Alhamdulillah, tetapi cita-citaku jadi “Jurnalis perang” belum tercapai, untuk itu aku berusaha kuliah di publisistik, pada waktu itu aku mencoba untuk mengejar cita-citaku yang satu itu.
![](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/01/22/12400736-10201219374642349-8790781730940858748-n-56a25486f69273790b715745.jpg?v=400&t=o?t=o&v=770)
![](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/01/22/11140068-10201257668079661-1937025835705639979-n-56a1ba9e4f7a612307d0b3aa.jpg?v=400&t=o?t=o&v=770)
Ketika mendapat tugas yang pertama kali dischedule terbang melayani Presiden dan Ibu Negara serta Wakil Presiden dan Ibu, aku bangga, mengingat asalku yang dari kota kecil bisa berhari-hari bertatap muka dengan pimpinan nomor satu dan nomor dua yang biasanya hanya dapat dilihat dari televisi, sementara nantinya akan setiap hari bertemu sampai hari yang ke lima dimulai dari Sabang sampai Merauke, menyusuri kota-kota di Indonesia.
Mimpi apa aku ini, pejabat tinggi bukan, orang terkenal bukan apalagi orang penting, aku hanyalah wanita muda yang semangat untuk mengabdi pada pekerjaan dan melakukan sebaik-baiknya, hanya itu.
Persiapan sangat rumit dijalani dengan santai, meski kami dari crew yang sudah masuk screening dari Istana dan Paspampres, tetap saja masih mendapatkan pemeriksaan berlapis diawalnya. Belum lagi pemeriksaan makanan satu-persatu dengan tes oleh dokter serta staff, dan masih banyak lagi yang lain, tetapi enteng saja rasanya tidak terberatkan, malah terasa mendapat tantangan yang menyenangkan.
Belum lagi keberadaan pesawat setelah disteril, dijaga sampai lebih dari 24 jam sebelum keberangkatan. Termasuk didalam Cabin pun dijaga sangat ketat. Rasanya bangga menjalaninya, karena berarti keselamatanku juga dititipkan disana, ikut dijaga, hehehe...
Kalau tugas terbang reguler dan membawa bos-bos minyak tetap juga dijaga tetapi tentunya tidak seketat jika membawa orang nomer satu si Negeri ini.
Senang rasanya ketika menyambut dan melepas Presiden dan Rombongan. Bangga ketika Presiden akan naik dan turun Pesawat, kami crew kabin, Captain Pilot, Co-pilot berjajar rapi dibawah di ujung tangga pesawat, untuk menyalami kedatangan Presiden akan masuk kedalam pesawat. kami mendapat kehormatan bersalaman dengan Presiden dan rombongan.
Crew kabinnya terdiri dari beberapa orang Pramugari dan Pramugara, pimpinan Cabin Attendant disebut CA I, dia yang bertanggung jawab untuk suksesnya urusan cabin, berarti tanggung jawab aku tidak terlalu berat, ada yang ditanya-tanyakan ketika kurang paham maklum pada waktu itu masih ikut terbang perdana ketika melayani Presiden RI serta Rombongan.
Maskapai penerbangan ini sering di charter oleh Kepresidenan jadi tidak terlalu tegang dan petugas yang bertanggung jawab juga tidak terlalu galak, banyak dari kantor sudah banyak saling kenal begitu juga para CA senior, mereka sudah akrab jadi melayani penerbangannya juga nyaman
Presiden Mengkonsumsi Makanan Sederhana Murni Hasil Bumi.
Pada saat serving, Presiden disuguhkan hidangan bawaan dari Rumah Istana, hidangan khusus yang tidak mewah sama sekali yaitu, makanan rebus-rebusan hasil bumi seperti jagung rebus, pisang rebus, singkong rebus, Ubi. Tetapi rasanya enak sekali karena mutu hasil kebun nomer satu, ditanam khusus bukan dari pasar.
Sepertinya semua hasil dari bibit unggul dan sudah mencapai ketuaan sempurna jadi enak di konsumsi. Baru merasakan hal itu, pisang kepok kuning rebus mengkel manis gurih, singkong rebus yang empuk masir dan lain sebagainya. Sedangkan aku juga bertugas dititipi sebuah thermos berisi rangakian melati untuk penghias sanggul Ibu Negara yang harus diletakkan di sebuah tempat, ketika ajudan dan sekretaris Ibu Negara akan membutuhkan langsung dapat diberikan dengan cepat, tidak lagi mencari-cari.
Ternyata Presiden RI dimasa itu juga menjalani tirakat alias mengurangi kenikmatan makanan, sepertinya dengan laku ngrowot alias makan makanan murni hasil bumi protein nabati, yang tidak menimbulkan efek kelebihan hormon atau nutrisi, makanan sehat.
Masih Sempat Bersantai di Udara
Entah kebetulan atau memang ya demikianlah pekerjaan ini sangat nyaman, tidak ada tekanan dari pihak Kepresidenan, semua berjalan sesuai prosedur dan wajar-wajar saja, bebas dalam kesantunan berbicara dengan siapa saja, malah terkadang kami diajak berbincang dengan Ibu Negara dan Presiden terasa nyaman tidak harus rendah diri. Senangnya bisa mengamati wajah para pemangku Negeri ini dengan jelas hanya berjarak puluhan centimeter.
Di waktu perjalanan panjang diudara biasanya Presiden mengadakan jumpa Pers, kami para crew bisa bersantai dan bertukar pikiran dengan para wartawan, Ajudan Presiden dan rombongan lainnya dengan mendengarkan cerita dan lelucon segar ala Istana, minimal menambah ilmu bagi aku yang bocah daerah ini.
Ada Kenangan yang Sangat Menggetarkan Kalbu
Pada saat mendekati daerah Madiun dengan lapangan terbang khusus AURI Maospati, tiba-tiba ada announcement dari Captain ditujukan kepada Bapak Presiden bahwa pesawat ini dikawal oleh pesawat tempur dari Squadron Maospati, Bapak Presiden dan Rombongan tersenyum dan mengacungkan jempol sambil melihat arah jendela kiri kanan melalui kaca, pada saat itu aku dan para crew sedang bekerja mempersiapkan sajian, aku pun penasaran ingin tau ikut melihat kearah jendela, Wow... ternyata pesawat yang dinaiki Presiden ini dikawal dua pesawat Jet tempur dikiri dan kanan, dengan jarak dekat dan kecepatan yang stabil tepat di arah sedikit belakang sayap pesawat.
Begitu ikut merasakan kebanggaan tersendiri, meski aku bukan siapa-siapa, tetapi aku sangat merasakan keharuan yang amat sangat. Wah bocah ndeso yang termasuk didalamnya dikawal oleh pesawat tempur, malah rasanya hati terasa bergetar saking bangganya. Ternyata seru sekali. Beberapa menit kemudian pesawat Jet tempur tersebut berbelok menikung Wuih gagah sekali gerakan pesawatnya.
![](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/01/22/p1757685575-3-56a1bbd777977336052fab60.jpg?v=400&t=o?t=o&v=770)
![](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/01/22/1000427-3229017700242-1506102998-n-56a1bca2a423bdca0692436b.jpg?v=400&t=o?t=o&v=770)
Masih banyak sekali cerita menarik dan suka duka ketika menjalani tugas terbang Charteran, tidak hanya senangnya saja namun kami juga ditugas terbangkan melayani para Transmigran. Pada waktu itu Pemerintah sangat getol mengerjakan Program transmigrasi, memindahkan penduduk dari tempat yang padat ke Pulau yang masih kosong, terutama dari Pulau Jawa ke Sumatra, Kalimantan serta pulau lain yang membuka lahan untuk para transmigran. Pesawat yang digunakan adalah Transal dan Hercules.
Ikut Pameran Pariwisata di Halaman Istana Negara
Masih ada cerita sedikit, pada saat Peringatan Kemerdekaan Republik Indonesia, kami diberi tugas untuk menjadi penjaga stand Pameran Penerbangan pada tanggal 17 Agustus sore Hari. Disana ada Pameran tentang pesawat yang dimiliki, route penerbangan yang diselenggarakan dan seluk beluk kesibukan Perusahaan, dengan kulinairnya yang khas produk Maskapai penerbangan yang ada.
Banyak yang membuka stand khusus Penerbangan yang ada di Indonesia dengan kulinair unggulan. Pada tanggal 17 Agustus sore banyak undangan termasuk tamu-tamu dari Manca Negara, dengan demikian selesai penurunan Bendera ada Syukuran ramah tamah hingga makan malam tamu undangan kelas atas. Pameran wisata Indonesia dengan penunjangnya dipamerkan dengan penerbangan milik Negeri ini.
![](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/01/22/1915203-10201219388562697-1810729448002180246-n-56a25b2b10977324095feaae.jpg?v=300&t=o?t=o&v=770)
![](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/01/22/12472393-10201219384482595-6912242164561658009-n-56a25b77f69273c40a715766.jpg?v=300&t=o?t=o&v=770)
![](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/01/22/12510389-10201219382562547-8215919591819673712-n-56a25bd5f692732e0b71574e.jpg?v=300&t=o?t=o&v=770)
Catatan:
Pengalaman ini disampaikan untuk memberikan support motivasi dan semangat bagi anda generasi muda yang sering mengalami kegagalan seperti penulis. Keinginan penulis yang segudang namun sering sekali tidak terealisasi karena sering gagal dibiaya atau gagal di kemampuan daya, air mata yang tertumpah sudah tidak terhitung luasnya.
Terus mencoba dan berjuang, akhirnya selama lima tahun lebih penulis dapat merasakan naik pesawat secara gratis dari keringat sendiri tanpa dibiayai oleh siapapun, dengan gaji yang memuaskan keluar masuk Hotel melanglang buana dan menikmati wisata alam yang indah dimana-mana, meski pernah mengalami kendala di udara tetapi sering sukanya dari pada duka.
Penulis yang hanya anak daerah, ketika bersekolah hanya dengan berjalan kaki atau bersepeda, ternyata bisa bersama-sama satu Pesawat dengan Presiden beberapa hari dan berkali-kali, tidak hanya Presiden saja termasuk para Pejabat tinggi Negeri ini, para Jendral, pengusaha besar, pekerja pengeboran minyak yang terdiri dari orang asing sampai rakyat biasa yaitu para transmigran, meski hanya melayani diudara, paling tidak sudah dikenalkan oleh Perusahaan penerbangan ini untuk dapat bersilaturachmi dengan kalangan atas dan menengah kebawah secara sopan dan baik-baik.
Perlu disadari Semua ini tergantung kepada Ketentuan Allah, tanpa ijin dan Ridho-Nya semuanya akan sia-sia, namun tunjukkan dulu pergulatan dan tekad untuk menuju kesana.
Dan... penulis berani melawan pra Takdir yang direncanakan oleh manusia untuk menikah diusia muda, seandainya saja penulis menjalani yang ditentukan para sepuh tentu penulis termasuk wanita yang hanya berkutat dirumah seperti “katak dibawah tempurung” Menunda waktu perkawinan tidak berarti menghambat membina rumah tangga untuk melanjutkan generasi lanjutan, sesuai Perintah Yang Maha Kuasa. Buktinya sampai sekarang penulis sudah dapat mengantar anak-anak menuju gerbang rumah tangga tanpa harus dibilang perawan tua ketika menikah diusia yang sudah diambang batas dan InsyaAlloh sebentar lagi generasi ketiga segera hadir di Dunia ini.
Mari anak-anak muda, perjuangkan keinginan yang mendesak dicita-mu.
- Ngesti Setyo Moerni
**Tulisan ini niat ditulis karena disemangati oleh Kompasianer Indah Noing
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI