Hi, this is me! Kali ini aku ingin mencoba menulis sesuatu yang berbeda dari biasanya. Alih-alih mereview drakor dengan sudut pandang orang ketiga, kali ini aku akan meriview sebuah buku yang secara langsung membantu aku memahami dan memvalidasi perasaanku di tengah situasi sulit dalam sudut pandang orang pertama yaitu Aku. Buku ini berjudul How to Respect Myself, sebuah karya terjemahan best-seller dari Korea Selatan oleh Yoon Hong Gyun.
Awal Mula Bertemu Buku Ini
Aku membeli buku ini saat sedang berada dalam situasi yang cukup mengguncang secara emosional. Saat itu, aku baru saja melalui pengalaman dalam menjalin perkenalan dengan seseorang yang tidak berjalan seperti harapan. Meski awalnya aku optimis, aku menyadari ada banyak perbedaan mendasar yang sulit diselaraskan.
Aku mencoba menyampaikan perasaanku dengan cara yang sopan dan jelas agar tidak menimbulkan kesalahpahaman. Namun, proses itu cukup menguras energi karena adanya komunikasi lebih lanjut dengan pihak lain untuk memastikan segala sesuatu diselesaikan dengan baik. Pada akhirnya, aku merasa lega karena bisa mengambil keputusan yang menurutku tepat untuk keluar dari situasi tersebut, meskipun awalnya aku dihantui banyak keraguan.
Pengalaman ini membuatku berpikir lebih dalam tentang bagaimana aku memandang hubungan dan bagaimana aku menghargai diriku sendiri. Aku ingin mencari sesuatu yang bisa membantu memperkuat keyakinan atas keputusan yang telah kuambil, dan saat itulah aku teringat rekomendasi seorang teman tentang buku ini. Tanpa ragu, aku memutuskan untuk membelinya.
Menemukan Buku yang Tepat
Ekspektasiku terhadap buku ini awalnya sederhana: aku ingin mendapatkan wawasan tentang cara menghargai diri sendiri. Namun, buku ini ternyata menawarkan lebih dari itu. Selain membahas harga diri, buku ini juga mengeksplorasi hubungan asmara dan dunia pekerjaan.
Pelajaran Penting dari Buku Ini
Salah satu bagian yang paling berkesan bagiku adalah pembahasan tentang harga diri dan pengaruhnya dalam hubungan. Di halaman 44, penulis menulis, "Situasinya menjadi aneh ketika salah satu di antara keduanya memiliki harga diri yang sungguh rendah. Mereka jadi saling mencerca dan menyerang, tanpa bisa berpisah maupun mencintai." Membaca bagian ini, aku merasa sangat tervalidasi. Keputusan untuk tidak melanjutkan hubungan adalah langkah yang benar.
Aku semakin memahami bahwa perbedaan pola pikir dan nilai dasar adalah hal penting yang tidak bisa diabaikan dalam membangun hubungan. Misalnya, ketika seseorang menunjukkan rasa rendah diri atau kesulitan berkomunikasi, hal itu bisa menjadi tantangan besar jika tidak ditangani dengan cara yang tepat. Pengalaman ini mengajarkanku untuk lebih peka terhadap hal-hal yang benar-benar penting dalam suatu hubungan.
Perspektif Tentang Kesuksesan
Selain tentang harga diri, ada bagian lain dari buku ini yang menarik, yaitu pembahasan tentang kesuksesan di halaman 93: "Kadar kesuksesan seseorang dapat diukur dari seberapa besar Masyarakat membutuhkannya. Tentu dari sudut pandang tertentu, menang lotre juga dapat disebut kesuksesan. Tapi, kesuksesan terbatas pada uang saja. Sama Sekali tidak berhubungan dengan nilai atau karakter orang tersebut." lalu "orang yang sama sekali tidak bisa digantikan atau masalah besar akan muncul bila orang tersebut tidak ada adalah orang-orang yang bisa kita sebut sukses."
Bagaimana pendapat kalian mengenai hal itu? apakah setuju? Atau tidak setuju? Atau kalian memiliki pendapat yang berbeda?
Aku yakin sebagian besar dari kalian yang tidak gila harta akan setuju dengan pernyataan di atas. Aku pun begitu. Tidak ada yang salah dari pernyataan di atas.
Namun, pada kalimat" Orang yang sama sekali tidak bisa digantikan atau masalah besar akan muncul bila orang tersebut tidak ada adalah orang-orang yang bisa kita sebut sukses." membuatku merenung.
Apakah kesuksesan harus selalu divalidasi oleh orang lain? Bagaimana dengan seseorang yang sedang belajar dan beradaptasi disebuah organisasi atau komunitas? Apakah Ketika seseorang yang membuat suatu kesalahan ditempat kerja adalah orang yang tidak sukses? Bahkan orang penting sekalipun yang dianggap sukses tetap bisa membuat kesalahan dan jabatannya tetap bisa berjalan saat ada orang lain yang menggantikannya. Entah ia akan berakhir mengundurkan diri atau dibebastugaskan dari sebuah jabatan, orang-orang tetap beranggapan bahwa orang tersebut adalah orang sukses.
Sebenarnya, definisi kesuksesan sangatlah subjektif. Bagi sebagian orang, menjadi tak tergantikan adalah pencapaian besar. Namun, bagi yang lain, kesuksesan bisa berarti hidup yang seimbang, memberi dampak positif, atau mencapai kebahagiaan pribadi. Menurutku, kesuksesan adalah sebuah proses yang juga bisa diukur dari kemampuan seseorang dalam memberdayakan orang lain dan menciptakan sistem yang tetap berjalan meski tanpa kehadirannya. Aku percaya bahwa memaknai kesuksesan berdasarkan visi dan misi pribadi jauh lebih bermakna dibandingkan mengejar standar kesuksesan dari orang lain.
Kesimpulan
Membaca buku ini adalah perjalanan introspektif yang membantu aku memahami diri sendiri dan situasi yang aku alami. Buku ini memberikan validasi atas keputusan-keputusan sulit yang harus diambil, sekaligus menawarkan perspektif baru tentang bagaimana harga diri memengaruhi hubungan.
Bagaimana menurut kalian tentang pandangan harga diri dan kesuksesan dalam buku ini? Apakah kalian setuju atau memiliki pendapat lain?
Aku tahu, tulisan ini berbeda dari yang biasa aku buat. Biasanya aku menggunakan sudut pandang orang ketiga untuk memberikan ulasan, tetapi kali ini aku mencoba lebih jujur dengan menggunakan sudut pandang pribadi. Menulis dengan gaya ini adalah tantangan tersendiri, dan aku merasa lebih terbuka dalam membagikan pengalaman. Entah apakah aku akan terus menulis dengan gaya ini atau tidak, mari kita lihat ke depannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H