PT BPR Bank Jepara Artha (Perseroda), sebuah Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang beroperasi di Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, telah menjadi sorotan publik setelah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencabut izin usahanya pada 21 Mei 2024. Kejadian ini menambah daftar panjang BPR yang mengalami kebangkrutan di Indonesia. Artikel ini akan membahas secara mendalam faktor-faktor manajerial yang berkontribusi terhadap kebangkrutan BPR Bank Jepara Artha, dampaknya terhadap para pemangku kepentingan, dan pelajaran yang dapat diambil untuk mencegah kejadian serupa di masa depan.
BPR Bank Jepara Artha didirikan berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Jepara dan telah mengalami beberapa perubahan nama serta status hukum. Terakhir, berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2012, namanya berubah menjadi PD BPR Bank Jepara Artha. Bank ini berfokus pada layanan perbankan bagi masyarakat lokal, khususnya dalam penyaluran kredit usaha kecil dan menengah.
Pada 21 Mei 2024, OJK resmi mencabut izin usaha BPR Bank Jepara Artha. Pencabutan ini dilakukan setelah ditemukan berbagai pelanggaran dan masalah internal yang serius dalam operasional bank tersebut. Setelah pencabutan izin, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mengambil alih proses likuidasi dan memastikan pembayaran klaim simpanan nasabah yang layak dibayar.
Faktor-Faktor Penyebab Kebangkrutan
1.Manajemen Risiko yang Lemah
Salah satu indikasi utama penyebab kebangkrutan adalah manajemen risiko yang tidak efektif. Bank ini memberikan kredit dalam jumlah besar tanpa analisis risiko yang memadai. Sepanjang 2022-2023, BPR ini menyalurkan kredit sebesar Rp102 miliar kepada 27 debitur. Penyaluran kredit yang tidak selektif ini meningkatkan risiko kredit macet.
2.Praktik Korupsi dan Fraud
Terdapat dugaan praktik korupsi di internal bank yang menyebabkan kerugian signifikan. Pemkab Jepara dilaporkan kehilangan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar Rp4 miliar akibat dugaan korupsi di BPR Bank Jepara Artha. Praktik semacam ini mencerminkan lemahnya pengawasan internal dan tata kelola perusahaan.
3.Kepatuhan Terhadap Regulasi yang Rendah
Temuan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan OJK menunjukkan bahwa BPR Bank Jepara Artha telah melakukan pelanggaran yang merugikan negara. Hal ini menunjukkan bahwa bank tidak mematuhi regulasi yang berlaku, yang seharusnya menjadi panduan dalam operasional perbankan.
4.Kualitas Aset yang Buruk
Penyaluran kredit yang tidak selektif dan tanpa analisis risiko yang memadai menyebabkan peningkatan kredit bermasalah, yang pada akhirnya menurunkan kualitas aset bank. Kualitas aset yang buruk berdampak langsung pada likuiditas dan solvabilitas bank.
Dampak Kebangkrutan
1.Terhadap Nasabah
Kebangkrutan ini menyebabkan ketidakpastian bagi nasabah terkait simpanan mereka. Meskipun LPS menjamin simpanan nasabah hingga batas tertentu, proses klaim dan pencairan dana memerlukan waktu, yang dapat menimbulkan ketidaknyamanan.
2.Terhadap Karyawan
Penutupan bank mengakibatkan hilangnya pekerjaan bagi karyawan, yang berdampak pada kesejahteraan mereka dan keluarga.
3.Terhadap Pemerintah Daerah
Sebagai pemegang saham, Pemerintah Kabupaten Jepara kehilangan sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari dividen yang biasanya disetor oleh bank. Selain itu, reputasi pemerintah daerah juga tercoreng akibat kasus ini.
Upaya Penanganan
Setelah pencabutan izin, LPS segera mengambil alih proses likuidasi dan memastikan pembayaran klaim simpanan nasabah yang layak dibayar. Nasabah dapat melihat status simpanannya di kantor BPR Jepara Artha atau melalui website LPS setelah pengumuman pembayaran klaim dilakukan. Selain itu, pihak berwenang melakukan investigasi lebih lanjut terkait dugaan korupsi dan pelanggaran lainnya untuk memastikan pertanggungjawaban dari pihak-pihak yang terlibat.
Pelajaran yang Dapat Diambil
1.Pentingnya Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance), Kasus ini menekankan pentingnya penerapan prinsip-prinsip GCG dalam operasional bank untuk mencegah praktik korupsi dan memastikan kepatuhan terhadap regulasi.
2.Manajemen Risiko yang Efektif, Bank harus memiliki sistem manajemen risiko yang kuat untuk menilai kelayakan kredit dan meminimalkan risiko kredit macet.
3.Pengawasan Internal yang Ketat, Diperlukan pengawasan internal yang efektif untuk mendeteksi dan mencegah praktik-praktik yang merugikan bank dan pemangku kepentingan lainnya.
4.Kepatuhan Terhadap Regulasi, Mematuhi regulasi yang ditetapkan oleh otoritas.
Dosen Pembimbing : Yudhistira Adwimurti, S.E, M.AK.
Sumber Referensi:
https://ojk.go.id/id/berita-dan-kegiatan/pengumuman/Pages/OJK-Cabut-Izin-Usaha-PT-BPR-Bank-Jepara
https://perbarindo.org/profile/bpr/1675
https://lps.go.id/respon-cepat-lps-bayar-klaim-simpanan-nasabah-bpr-jepara
https://www.inilah.com/inilah-rekam-jejak-bpr-jepara-artha-sebelum-bangkrut
https://jateng.bpk.go.id/hakim-pn-jepara-tolak-gugatan-pemkab-ke-direksi-bpr-bank-jepara
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI