Mayoritas dari para penghuni kamp pengungsian yang dulunya di Timor-Timur adalah petani pengarap yGang memiliki tanah yang luas untuk bertani dan dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari, diperoleh dari hasil bertani. Pada pengarapan sawah, satu tahun dua kali memanen hasil garapan sehingga mereka sangat berdaulat secara pangan.Â
Tetapi kondisi rill hari ini di Timor barat, mereka harus menempuh 6 jam perjalan setiap harinya untuk mencari kerang, yang diambil dengan susah payah dalam rawah. Sudah menempuh jarak yang begitu jauh hasil yang didapat pun tidak seberapa, hanya sepuluh sampai lima belas kilo gram.Â
Setelah sampai di rumah kerang itu pun dijual dengan besaran satu kilo lima ribu rupiah. Dan bahkan kerang yang dijual b tidak semuanya dibeli orang.Â
Ada juga yang harus bekerja pada tuan-tuan tahan yang memberikan tanah kepada mereka untuk di garap pada musim hujan. Dari hasil garapan, pengarap mendapatkan sepertiga hasil sedangkan dua pertiga didapat oleh tuan Tanah. Mayoritas tanah yang digarap awalnya masih berupa hutan duri yang tidak dikelola dan tidak disentuh sama sekali.Â
Tetapi awal kedatangan lahan-lahan itu dibersihkan oleh para pengungsi untuk dibuatkan sawah untuk menamam. Pada 2003 sampai 2005 lahan-lahn itu diklaim oleh yang mengaku tanahnya.Â
Semenjak itu relasi kerja dan hasil kerja disepakati untuk pembagian hasil. Dan Kebanyakan dari anak-anak di camp hanya menamatkan pendidikan dasar. karena tuntutan ekonomi yang memaksa mereka untuk membantu orang tuanya untuk mencari kerang dilaut.Â
Bagi para pemuda hanya menghabiskan waktu untuk duduk kumpul dan miras karena tidak adanya kesibukan atau pekerjaan lain bagi mereka sehingga berdampak pada kekerasan sosial. Dan dapat dipastikan banyak pertikaian di kabupaten yang berasal dari orang-orang muda yang ada di Camp Pengungsian. Â
Secara determinisme persoalan-persoalan sosial yang tumbuh subur di kehidupan camp, merupakan dampak dari tidak adanya alat Produksi bagi mereka untuk dijadikan sumber kehidupan.Â
Kaum mayoritas adalah petani maka tahan garapan menjadi sesuatu yang mutlak yang harus diberikan oleh Negara dalam hal rezim hari ini. seperti yang diterangkan pada nawacita Presiden Jokowi, soal reforma agraria yang membagikan 9 juta ha tanah secara gratis untuk rakyat, merupakan mandat konstitusional seperti pada pasal 33 ayat 3 UUD 1945, UUPA 1960 dengan motivasi agar tercapainya keadilan sosial bagi s seluruhrakyat Indonesia.Â
Apabila mereka tidak memiliki alat-alat produksi maka mereka akan menjadi buruh tani, dengan pekerjaan seperti itu maka kebutuhan sehari-hari tidak tercukupi dengan upah yang diperoleh. Dan u untukmencukupi kebutuhan itu anak harus mencari pekerjaan sampingan seperti mencari kerang untuk sedikit meringankan keperluan keluarga.Â
Anak-anak cenderung menghabiskan waktu untuk bekerja dan meninggalkanpendidikan mereka di sekolah. Konsisi demikian akan berdampak pada pemunuhan nutrisi dan perkembangan anak yang rentan sekali diserang penyakit. Bahkan ada yang menderita penyakit akan k kesulitanmemiliki akses ke Rumah sakit karena mayoritas tidak memiliki kartu Indonesia Sehat.Â