Mohon tunggu...
Aisyah KimberlyMaroe
Aisyah KimberlyMaroe Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Mahasiswi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengatasi Problematika Pembelajaran Sastra dengan Mengapresiasi Sastra

20 Juni 2022   14:39 Diperbarui: 20 Juni 2022   14:48 1160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dengan demikian, pembelajaran sastra pun harus berorientasi pada pengembangan kemampuan intuitif dan emosional siswa dalam upaya memahami pesan-pesan yang terkandung dalam suatu karya sastra. Proses menuju pemahaman sastra yang kompeherensif itulah diperlukan kemampuan intelektual, paling tidak sebagai sarana penunjangnya.

Mengapresiasi sastra berarti menanggapi sastra dengan kemampuan afektif yang di satu pihak peka terhadap nilai-nilai yang terkandung dalam karya sastra bersangkutan, baik yang tersirat maupun yang tersurat, dalam kerangka tematik yang mendasarinya. 

Di lain pihak, kepekaan tanggapan tersebut berupaya memahami pola tata nilai yang diperolehnya dari bacaan di dalam proporsi yang sesuai dengan konteks persoalannya. 

Oleh karena itu, dalam konteks pemahaman ini, pembelajaran sastra harus dibimbing. Ternyata tidak semua guru yang mengajar sastra memahami tujuan pembelajaran prioritasnya. 

Akibatnya, pembelajaran sastra biasanya diisi dengan materi teoritis, dan yang harus Anda lakukan hanyalah mengingat sastra dan karakter dalam sastra dan sejarah karya mereka. Siswa dikenalkan biografi Amir Hamzah, namun tidak diajak menggali makna dan pesan moral puisinya. Siswa mungkin dapat mengingat sinopsis dari "Layar Terkenban" atau "Dahlia Vemaria on Another Road to Rome" karya Dills Stan Takdir Ali Shabana, tetapi isinya dihadapi hari ini. 

Saya tidak ingin melihat relevansinya dengan kondisi kehidupan saya. memiliki. Kondisi  perkembangan kemampuan emosional dan intelektual siswa tentunya tidak "sehat". 

Pembelajaran sastra pada akhirnya mirip dengan pembelajaran sejarah dan geografi. Atau biologi, lebih membutuhkan keterampilan kognitif daripada keterampilan emosional dari siswa. 

Sebagaimana yang dikemukakan oleh Nadeak (1984),  kurangnya inisiatif daripada pendidik dalam upaya membina para siswa untuk "membaca" karya-karya sastra secara menyeluruh. Para guru seolah sudah merasa puas melihat siswa-siswanya sudah dapat membaca kutipan-kutipan atau sinopsis sebuah novel seperti yang banyak tersaji dalam bukubuku pelajaran. 

Akibatnya, para siswa hanya sekadar membaca bahan bacaan yang sangat minim dan pada akhirnya pengetahuan dan pemahaman mereka mengenai sastra pun menjadi sangat dangkal. 

Tentu saja masalah ini bukan hanya kesalahpahaman guru, tetapi juga terkait dengan masalah yang rata-rata membaca buku di perpustakaan sekolah  masih sangat jarang. 

Persyaratan yang lebih penting adalah  guru harus proaktif dalam mengembangkan keterampilan profesionalnya. Ini menghilangkan kebutuhan untuk beberapa kesalahpahaman dalam pembelajaran sastra. Konsep pembelajaran yang menyenangkan selalu menonjol dalam dunia pendidikan. Konsep ini didasarkan pada interaksi edukatif antara guru dan siswa. Sebagai orientasi interaksi pendidikan, praktik  konsep ini dinilai cocok untuk mencapai proses dan hasil belajar yang maksimal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun