Mohon tunggu...
Kimberley Ivanovic
Kimberley Ivanovic Mohon Tunggu... Mahasiswa - Undergraduate International Relations Student

Akun dan tulisan yang berada di dalam akun ini dibuat guna memenuhi tugas ujian akhir semester. Tulisan dibuat oleh ; Kimberley Ivanovic / 5201611012, Mata Kuliah Teori Hubungan Internasional, Program Studi Ilmu Hubungan Internasional.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Soft Power Diplomasi Indonesia : Pemberdayaan Perempuan di Afghanistan

17 Januari 2022   11:31 Diperbarui: 17 Januari 2022   12:31 548
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Indonesia telah muncul sebagai salah satu pemain terkemuka dunia dalam jalannya diplomasi kelas dunia. Salah satu peran penting Indonesia adalah bagaimana diplomasi Indonesia dalam menghadapi negara-negara yang terjebak dalam konflik antar denominasi. Tulisan ini berfokus pada peran diplomatik Indonesia dalam komitmen Afghanistan terhadap perdamaian, khususnya di bidang pemberdayaan perempuan. 

Pemberdayaan perempuan telah menjadi perhatian penting beberapa organisasi internasional besar seperti United Nations, G-20, APEC, dan lain-lain. Inti dari suara tersebut muncul ketika kesenjangan antara nasib dan perempuan di negara miskin dan berkembang semakin lebar. Kesenjangan tersebut berupa:

  • Keterbatasan akses pekerjaan yang layak bagi perempuan.
  • Keterbatasan akses pendidikan yang layak bagi perempuan. Akses pendidikan yang layak bagi perempuan dibatasi dan perempuan tidak dapat melamar pekerjaan yang layak.
  • Meningkatnya kekerasan seksual atau kekerasan dalam rumah tangga. Hal ini masih disebabkan oleh adat istiadat yang kuat dan pengaruh nilai-nilai patriarki. Nilai patriarki tersebut memberikan kebebasan kepada seorang laki-laki sebagai suami atau ayah untuk melakukan apa saja terhadap istri atau perempua.
  • Kurangnya perhatian pemerintah terhadap masalah kesejahteraan perempuan.
  • Terjadinya konflik seperti perang berujung pada kekerasan terhadap warga sipil di area konflik.

Pemberdayaan perempuan di negara miskin dan berkembang merupakan agenda utama bagi beberapa organisasi. Salah satunya adalah PBB atau United Nations yang telah membentuk organisasi khusus untuk pemberdayaan perempuan yaitu United Nations Gender Equality Organization atau UN Woman. Tujuan dibentuknya organisasi UN Woman adalah:

  • Mendukung organisasi antar pemerintah seperti Commission on Women's Status dalam pembuatan kebijakan dan untuk menetapkan standar dan norma global yang menjadi acuan.
  • Membantu negara-negara anggota PBB dalam menerapkan standar yang ditetapkan, memberikan dukungan teknis dan keuangan kepada negara-negara yang meminta, dan membangun kerjasama yang efektif dengan elemen masyarakat domestik.
  • Memberi negara-negara anggota PBB kesempatan untuk berpartisipasi dalam membangun sistem akuntabilitas di dalam badan-badan PBB atas komitmen mereka terhadap kesetaraan gender.

Penegasan aspek pemberdayaan perempuan di tingkat dunia tidak hanya diwujudkan melalui munculnya kesepakatan-kesepakatan Internasional. Tapi itu bisa datang dari negara mana saja. Negara dapat mengimplementasikan agenda pemberdayaan perempuan secara internasional, bilateral dan multilateral. Hal ini tergantung pada bagaimana negara berusaha untuk menciptakan diplomasi sebagai perpanjangan dari upayanya untuk memperluas kebijakan publik.

Diplomasi memainkan peran penting dalam mempromosikan pemberdayaan perempuan secara internasional, baik dalam keterlibatan bilateral maupun multilateral. Indonesia merupakan salah satu negara yang menjadi sorotan. Meski pemberdayaan perempuan  Indonesia seringkali ditekankan dengan maraknya hal-hal yang menyebabkan turunnya harkat dan martabat perempuan, seperti kasus pemerkosaan yang terus marak di media sosial. Hal ini tidak menghalangi pemerintah Indonesia untuk ikut serta dalam pembuatan program global pemberdayaan perempuan. Dengan keberhasilan pembelajaran pemberdayaan perempuan  di beberapa daerah, pemerintah berupaya memberikan akses kepada para aktivis dan aktivis pemberdayaan perempuan lokal ke negara-negara berkembang miskin lainnya melalui Kementerian Negara.

Pada tataran ini, tujuan pemerintah Indonesia dalam menjalankan misi ini dapat dibagi menjadi dua alasan. Alasan pertama, soft power diplomacy Indonesia adalah jalan ke negara berkembang lainnya. Diplomasi soft power ini bertujuan agar Indonesia dapat lebih akrab dengan negara lain dan membangun kerjasama strategis dan jangka panjang lainnya. Dengan demikian, negara-negara lain yang telah bekerja sama dengan Indonesia tidak hanya menikmati manfaat materil tetapi juga manfaat tidak berwujud seperti pengalaman, pekerjaan tidak berwujud, dan kepercayaan di antara warga negara.

Alasan kedua, para aktivis Indonesia dapat belajar dan memahami budaya negara lain dengan melaksanakan program pemberdayaan perempuan yang diikuti oleh para aktivis Indonesia. Budaya ini bisa diolah dan dianalisa saat kembali ke Indonesia. Analisis budaya memungkinkan para penggiat pemberdayaan perempuan untuk menawarkan dan mengimplementasikan program-program pemberdayaan perempuan sesuai dengan budaya setempat, dan menyesuaikan program pemberdayaan perempuan dengan kebutuhan adat  setempat.

Alasan kedua penting. Hal ini dikarenakan para penggiat pemberdayaan perempuan seringkali mengabaikan faktor budaya ketika melakukan kegiatan pemberdayaan perempuan di  masyarakat. Akibat konflik dengan nilai-nilai budaya, kegiatan pemberdayaan perempuan seringkali tidak mendapat respon positif. Dengan belajar memahami aspek budaya  masyarakat, para aktivis dapat menyelenggarakan kegiatan pemberdayaan perempuan secara komprehensif.

Fokus proyek Kemlu tentang pemberdayaan perempuan  adalah pada pemberdayaan perempuan di Afghanistan, yang melibatkan para pegiat pemberdayaan perempuan Indonesia. Proyek Pemberdayaan Perempuan Afghanistan dipilih karena Afghanistan mengalami konflik bersenjata antara unsur Pemerintah dan  Taliban sebagai pemberontak. Adanya konflik bersenjata membuat perempuan  Afghanistan  rentan terhadap eksploitasi. Eksploitasi ini datang dalam bentuk perbudakan, perdagangan manusia, kekerasan seksual, dan pembatasan akses pendidikan dan perawatan medis bagi perempuan di Afghanistan. Pembatasan akses ini telah mendiskriminasi perempuan  Afghanistan  dan menghalangi mereka untuk memperbaiki kehidupan mereka. Dari sisi kesehatan,  perempuan  Afghanistan harus menghadapi kemungkinan meninggal saat melahirkan. Hal ini disebabkan kurangnya fasilitas medis di Afghanistan untuk ibu hamil, melahirkan dan menyusui. Akibatnya, Afghanistan mencatat lebih dari 15.000 angka kematian ibu (PBB, 2018).

Selain mengembangkan dunia, Indonesia berkomitmen untuk memberdayakan perempuan di Afghanistan. Oleh karena itu, upaya perdamaian antara dua partai politik yang bertikai di Afghanistan juga dapat mempertimbangkan aspek kemajuan perempuan dan kesejahteraan perempuan. Proses dan upaya untuk mencapai stabilitas dan perdamaian di Afghanistan tidak hanya untuk kepentingan domestik pemerintah Afghanistan, tetapi juga untuk kepentingan Indonesia yang merupakan sekutu stabil dan regional Afghanistan.

Kerjasama untuk mengasuh perempuan dimulai pada tahun 2017. Dimulai dengan kunjungan Presiden Afghanistan ke Indonesia pada 5 April 2017. Kunjungan ini diterima langsung dari Bapak Joko Widodo, Presiden Republik Indonesia. Dengan kunjungan ini, beberapa perjanjian kerjasama telah ditandatangani. Salah satunya adalah keikutsertaan dalam program prioritas perlindungan gender. Pokok-pokok kesepakatan tersebut antara lain adalah

  • Penyediaan program pendidikan berupa pelatihan keterampilan khusus dan program pendidikan formal tamatan.
  • Program pemberdayaan perempuan untuk mengembangkan akses perempuan terhadap UKM di pasar  lokal, regional dan internasional.
  • Mendorong upaya  untuk terlibat dalam upaya dialog perdamaian perempuan yang mempengaruhi lingkungan lokal di Afghanistan.

Kesepakatan tersebut diwujudkan pada tahun 2018 oleh Pemerintah Indonesia yang diwakili oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia  di Afghanistan, Kabul, bekerja sama dengan Pemerintah  Kabul dan Herat untuk menyelenggarakan simposium dan pameran. Pameran tersebut mengundang perwakilan  komunitas wirausaha perempuan di Afghanistan. Produk potensial yang dibawa oleh komunitas bisnis 4.444 wanita Afghanistan antara lain saffron dan  turunannya, buah-buahan kering, kerajinan kulit dan perhiasan, serta industri ringan seperti pengrajin minyak parfum. Program pemberdayaan  sudah mulai menelurkan pengusaha perempuan baru, namun dampak konflik yang berlarut-larut membuat pengusaha dan pengrajin kesulitan  mengirimkan produk untuk bersaing di tingkat regional di Asia Tengah.

Upaya lain adalah meningkatkan peran ulama  Afghanistan dalam  negosiasi dan negosiasi untuk mengakhiri konflik dan mewujudkan perdamaian. Upaya ini tercermin dalam Konferensi Nawallatul Ulama Afghanistan, yang diadakan secara rutin  setiap tahun di Kabul, ibu kota Afghanistan. Tidak hanya ulama laki-laki, tetapi juga  ulama  Afghanistan berpartisipasi dalam konferensi Ulama ini untuk kerjasama. Para penerima beasiswa ini tidak hanya berasal dari Kabul, tetapi juga  dari berbagai negara bagian di Afganistan dan didampingi oleh perwakilan dari Kedutaan Besar Republik Indonesia. Konferensi Ulama bertujuan untuk mendukung penuh upaya  Indonesia membangun perdamaian, rekonsiliasi dan  stabilitas di Afghanistan.

 Yang tampak dari upaya tersebut adalah bahwa rangkaian praktik  diplomasi yang diterapkan Indonesia di Afghanistan adalah konsep  soft power diplomacy. Diplomasi soft power ini dijelaskan lebih rinci oleh Alexander Vuving (2009) dalam tiga komponen soft power diplomacy. Ketiga faktor tersebut adalah :

  • Beauty : Hubungan antara karakteristik seorang aktor yang memiliki ide, nilai dan visi. Hal ini bermula dari kecenderungan manusia untuk bekerja  dengan visi dan misi yang terkoordinasi. Konsep ini dapat diterjemahkan sebagai negara yang sukses dan menunjukkan bahwa ide-ide sukses di negara Anda layak untuk diperjuangkan di negara lain. Secara tidak langsung, negara-negara lain juga  terpanggil untuk bersama-sama memperjuangkan ide dan nilai tersebut. Dalam hal kerja sama Indonesia-Afghanistan dalam pemberdayaan perempuan, adalah  pertukaran kunjungan pemimpin perempuan antara Indonesia dan Afghanistan, yaitu kunjungan Ibu Negara Indonesia dan Ibu Negara Afghanistan dengan Menteri Luar Negeri Indonesia. , Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Indonesia dan Menteri Penerangan dan Kebudayaan Indonesia. Pertukaran kunjungan ini merupakan upaya untuk menciptakan suasana perdamaian dan stabilitas di Afghanistan dengan menekankan peran perempuan dalam  perdamaian dan proses pembangunan pasca  perdamaian.
  • Brilliance : Konsep ini diturunkan dari kinerja dan hasil  melakukan sesuatu. Kecemerlangan dapat mendorong pujian dari pihak lain atas hasil yang  dicapai. Hal ini tergambar dari komitmen Indonesia dalam pemberdayaan perempuan di Afghanistan yang dapat menciptakan solidaritas perempuan Afghanistan-Indonesia yang dipimpin oleh AISWN atau  Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi. kelas
  • Benignity : Konsep ini merupakan sikap positif yang mencerminkan bagaimana seseorang berinteraksi dengan orang lain. Ia bekerja atas dasar kecenderungan timbal balik yang ada dalam naluri manusia.  Indonesia memberikan beasiswa kepada 100 siswa laki-laki dan perempuan Afghanistan untuk mendukung komitmen pemerintah Indonesia terhadap stabilitas dan perdamaian terkait pemberdayaan perempuan Afghanistan. Kuliah di salah satu universitas di Indonesia. Selain itu, Indonesia akan mendirikan lima Islamic Studies Center di Afghanistan. Pusat ini juga berfungsi sebagai madrasah bagi pria dan wanita di Afghanistan.

            

Kesimpulan

            Kesimpulan pada esai ini adalah upaya Indonesia dalam memberikan bantuan terhadap pemberdayaan perempuan di Afghanistan merupakan penggunaan diplomasi soft power. Melalui diplomasi tersebut, Indonesia dapat menjalankan komitmen dan upaya perdamaian dunia melalui pemberdayaan perempuan.

Referensi

Rachman MD, Arief, dkk. (2020). Diplomasi Indonesia dalam Memperkuat Komitmen Pemberdayaan Perempuan untuk Mendukung Proses Perdamaian Afghanistan. Diakses melalui https://doi.org/10.26593/jihi.v16i2.4422.259-276

Vuving, Alexander. (2009). "How Soft Power Works". Paper presented at Panel "Soft Power and Smart Power". America Political Science Association Annual Meeting: Toronto

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun