Banyak sekali list pencapaianmu seperti yang kita bahas sepulang dari majelis Habib Ali Al-Jufri, list Simpang Lima dan Habib Ali bersama sudah kau centang. Aku hanya mengingatkan, hapus saja list ke Tarim bersama sebagaimana awal kenal, akupun sudah menganggap hal itu mustahil sebagaimana memilikimu.
Aku matre soal waktu, soal materi duniawi kau lebih tau, aku tak pernah peduli. Tak sopan bukan? jika protes pada Tuhan, mengapa kita dipertemukan untuk dipisahkan setelah kupupuk hati dan kesabaran menanti, untuk sorang aku yang membenci waktu.Â
Story terakhir belum kuhapus, tentang kata Eyang Husein bahwa waktu adalah sesuatu yang paling mahal, memberi waktu sama dengan memberi setengah kehidupanmu, dan aku paling merasakan hal itu. Boleh kembalikan empat tahunku, Ren?
Selain membenci waktu, aku juga membenci ingatanku. Aku ingat awal tentangmu dengan detail. Awal mengenal Habaib, awal mengenal rotib dan wirid, awal mendapat siwak dan cara memakainya, dan awal perjumpaan kita di balai desa.
Luki telah menjadi luka, doa yang kuaminkan menjadi yang paling menyakitkan; ketika namamu kuhapus paksa dari panjatan doa. Tak apa, meski sakit ini kunikmati sendirian, entah ini teguran atau siksaan, aku tak bisa menghapusmu dari ingatan, kau akan selalu kubanggakan meski menyesakkan. Akan tetap kunikmati luka ini hingga sembuh dengan sendirinya.
Mungkin, takkan kutemui teman cerita seindah dirimu, kaupun takkan menemukan aku di manusia lain. Tapi kau sudah menemukan manusia-manusia istimewa yang jauh lebih baik dan lebih indah daripada sekedar aku.
Jika pagi ini kau masih di majelis, pesanku jadilah pengikut Fathimah secara kaffah. Jangan kecewakan beliau dengan menghias hatimu dengan kebencian, keterasingan, memutus silaturrahim, membuat orang lain membuang waktu demi sesuatu yang sia-sia, sangat sia-sia, dan sesuatu yang tak pantas disandang di barisan Fathimiyah.
Jangan hiraukan aku yang tersiksa oleh kenangan, kehinaan, kesepian, dan kubangan dosa. Aku akan terbiasa dengan doa yang mungkin mengubah namamu menjadi sesuatu yang hanya kubanggakan, bukan kuaminkan.
Maaf untuk perkataan Sayyidina Ali tentang cinta yang harus diperjuangkan, bukan ditunggu seperti keyakinanmu. Hingga rasa itu menyebabkan keterasingan yang menjadikan komunikasi kita tak asik lagi.
Bahagia selalu, Ren!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H