Yogyakarta istimewa pengg...
Jargon penuh muatan perjuangan dikobarkan oleh salah satu seniman asal Yogyakarta, Anti-Tank. Anti-Tank menetap di Selatan Yogyakarta dan aktif dalam berbagai perjuangan menuntut hak rakyat yang terampas oleh penguasa atau petinggi.
Kalimat itu sudah banter terdengar sejak Januari awal tahun ini. Saya pada walnya tidak sepenuhnya sadar akan masalah yang sedang menimpa saudara kita di Temon yang tempat tinggalnya menjadi bagian proyek besar Yogyakarta, yakni New Yogyakarta Air Port (NYIA).
Saya tidak dapat berbicara banyak mengenai isu ini, tetapi melalui kaca mata saya, saya mencoba melihat apa yang sedang terjadi di tengah gemuruh pembangunan yang ditargetkan rampung lebih cepat oleh para kontraktor terkait.
Salah satu yang menjadi imbas penggusuran lahan ini ialah anak-anak sekolah dasar SDN 3 Glagah yang gedungnya belum juga jadi dibangun oleh penanggung jawab proyek NYIA.
Seperti dilansir dari Tribun bahwa siswa Sekolah Dasar Negeri (SDN) 3 Glagah sepertinya harus lebih lama menumpang belajar di rumah warga.
Pasalnya, gedung baru sekolah tersebut hingga kini belum juga tuntas dibangun.
SDN 3 Glagah merupakan sekolah yang turut tergusur oleh pembangunan bandara baru New Yogyakarta International Airport (NYIA) di Temon, Kabupaten Kulon Progo.
Bangunan lamanya di Pedukuhan Kepek dibongkar untuk proyek nasional tersebut dan segenap aktivitas belajar di sekolah itu dipindahkan ke bangunan sementara yang meminjam rumah warga di Pedukuhan Kretek.
Adapun gedung penggantinya masih dalam masa pembangunan oleh Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Disdikpora) Kulon Progo di lahan seluas 2.200 meter persegi di tengah-tengah kompleks pemukiman relokasi warga terdampak NYIA di Pedukuhan Bebekan.
Tahap pertama pembangunan gedung baru dengan dana senilai sekitar Rp2,8 miliar melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2018 saat ini sudah dirampungkan dan wujud fisik gedung tiga lantai itu sudah tampak meski fasilitasnya terbilang masih sangat minim.
Sudah sepatutnya pendidikan dinomor satukan untuk di atas kepentingan yang lain. Potret di atas mengingatkan kita akan pentingnya tanggung jawab yang diemban para pemimpin agar pelajar khusunya yang terkena dapak itu dapat segera kembali ke proses belajar-mengajar normal sehingga muatan akademis yang disampaikan guru dapat diserap dengan baik oleh para siswa.
Bambang Soepijanto, calon DPD RI Dapil DIY No urut 24, memiliki konsep kepemimpinan, yaitu "Ngayomi, Ngayemi, dan Ngayani." Seorang pemimpin memang harus lebih memerhatikan para warganya, pemimpin harus memiliki jiwa yang dapat mengayomi, membat teduh, dan menyejahterakan para warganya. Menyejahterakan disini berkaitan dengan kebutuhan pokok dari para warga seperti pendidikan ini haruslah terpenuhi dengan baik.
Silahkan kunjungi www.bambangsoepijanto.com untuk mengetahui lebih lengkap lagi mengenai program kerja, visi dan misi, serta konsep kepemimpinannya. Bambang dikenal sebagai pribadi yang ramah dan dekat dengan wong cilik. Orang kecil dalam arti Bahasa Indonesia, yang meliputi orang kemampuan finansialnya kurang, orang yang memiliki kebutuhan khusus; penyandang disabilitas dan difabel, orang dari suku yang minoritas, orang dari agama minoritas, dan sebagainya. Dengan demikian, Bambang dapat menjadi figure pemimpin yang baik karena tidak membeda-bedakan orang berdasarkan status sosial, ras, suku, atau agama.