Mohon tunggu...
Kiki Sundari
Kiki Sundari Mohon Tunggu... Bidan - Master Student in Public Health at Universitas Gadjah Mada

a person with a strong sense of integrity, responsibility, and discipline. Possesses a deep interest in maternal and child health, as well as reproductive health. Dedicated to improving the overall health of society on both national and international levels.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Yogyakarta Darurat Sampah: Krisis Lingkungan yang Mengancam Kesehatan

22 September 2024   15:15 Diperbarui: 22 September 2024   18:17 271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Yogyakarta dikenal sebagai kota budaya, pendidikan, dan pariwisata. Setiap tahunnya, kota ini selalu berhasil memikat banyak wisatawan, baik domestik maupun mancanegara. Namun, di balik pesonanya, tersimpan masalah lingkungan yang krusial: sampah.

Permasalahan sampah di Daerah Istimewa Yogyakarta berawal dari penutupan sementara Tempat Pembuangan Akhir (TPA) regional Piyungan, Bantul, Yogyakarta, sejak 23 Juli 2023. Kemudian, per 1 Mei 2024, TPA ini resmi ditutup secara permanen. Alasan penutupan adalah kapasitasnya yang telah penuh. Penutupan TPA dan kurangnya kesadaran masyarakat dalam mengelola sampah menjadi faktor utama yang memicu penumpukan sampah di sepanjang jalan Yogyakarta. Sampah-sampah yang menumpuk dan berceceran ini mengakibatkan krisis lingkungan yang mengancam kesehatan dan menimbulkan peningkatan kasus penyakit menular, termasuk leptospirosis.

Dokumentasi Pribadi - Tumpukan Sampah
Dokumentasi Pribadi - Tumpukan Sampah

Apa Itu Leptospirosis?

Leptospirosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Leptospira, yang dapat menjangkit manusia dan hewan. Penyakit ini ditularkan melalui kontak langsung atau tidak langsung antara manusia dengan urine hewan yang telah terinfeksi bakteri Leptospira, terutama hewan pengerat seperti tikus.

Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia, pada tahun 2021 ditemukan ada 734 kasus leptospirosis di Indonesia; angka ini kemudian meningkat pada tahun 2022 menjadi 1.419 kasus. Peningkatan terjadi di Pulau Jawa, salah satunya di DI Yogyakarta. Di sisi lain, angka kejadian yang dilaporkan seolah menjadi fenomena gunung es; tingginya biaya pemeriksaan laboratorium dan metode diagnosis menyebabkan tidak semua kasus dapat terlaporkan.

DI Yogyakarta menempati peringkat ketiga tertinggi sebagai provinsi dengan penyumbang seluruh kasus leptospirosis di Indonesia, setelah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Terjadi peningkatan kasus yang cukup drastis, dari 79 kasus di tahun 2021 menjadi 235 kasus di tahun 2022. Dinas Kesehatan DIY mencatat setidaknya ada 104 kasus leptospirosis sepanjang tahun 2024 (Januari-Juli), di mana 10 di antaranya dinyatakan meninggal dunia.

Bagaimana Bakteri Ini Dapat Menular?

Dalam penularannya, bakteri Leptospira umumnya dibawa oleh hewan pengerat seperti tikus dan dapat menular melalui luka di kulit yang terbuka. Leptospirosis sering dijumpai di wilayah kumuh, tempat yang terdapat tumpukan sampah atau barang bekas. Hal ini diperparah dengan adanya genangan air yang ditimbulkannya. Menurut penelitian Nursitasari (2019), seseorang yang kontak dengan genangan air 10 kali lebih berisiko tertular leptospirosis. Selain itu, Nugroho (2015) dalam penelitiannya juga menunjukkan adanya hubungan antara sampah terbuka dengan kejadian leptospirosis.

Bank Sampah: Pilah Limbah, Tukar Dapat Upah

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun