Mohon tunggu...
Wahyu Barata
Wahyu Barata Mohon Tunggu... Penulis - Marketing Perbankan

Wahyu Barata.Lahir di Garut 21 Oktober 1973. Menulis puisi, cerita pendek,dan artikel. Tulisan-tulisannya pernah dimuat di Sari Kata, majalah Aksara , Media Bersama, Kompas, Harian On Line Kabar Indonesia, beberapa antologi bersama, dan lain-lain.Kini bekerja sebagai marketing perbankan tinggal di Bandung.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Apa Kabar Semanggi

15 Mei 2019   15:58 Diperbarui: 15 Mei 2019   16:09 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Apa kabar Semanggi?

Apa kabar sahabat?

Apa kabar perjuangan?

Apa kabar masyarakat?

Sekian waktu berlalu, adakah kabar baik menyertaimu

menuju adil dan sejahtera?

Apa kabar lara?

Masih ingatkah kau dengan peluru yang bersarang

ke dada anak-anak bangsa?

Ketika aksi damai dan keprihatinan gagal dilanjutkan,

darahpun tumpah ke jalanan,

dan teriakan-teriakan harapan akan keadilan tak pernah didengar.

Ketika itu kematian begitu dekat

lebih nyata dari urat leher tegang orang-orang marah.

Pihak berwajib tak ragu lagi menembaki para perusuh.

Tapi kemudian siapa lagi  yang takut peluru?

"Tembak terus Pak, biar rame dan tersiar di berita televisi!"

seru orang-orang turun ke tambak,

dan memanen ikan bukan milik mereka.

Lalu letusan peluru senapan bagai petasan yang diledakkan setiap hari lebaran

Bahkan mungkin juga penjarahan dibayangkan seperti pembagian zakat?

Kematian sangat dekat, sangat akrab,

menyusup di antara kemarahan, rasa lapar,

dan tajam mata yang menghujamkan kecurigaan.

Provokator melemparkan batu dan mengobarkan api kerusuhan.

Para mahasiswa tetap turun ke jalan

setelah teman-teman mereka tertembak mati

Mereka dengan wajah tegang mengusung atribut-atribut perlawanan

ada yang memakai ikat kepala

ada yang membawa spanduk dan poster-poster

mereka memakai jaket almamater

ada juga yang memakai kaos oblong dan sandal jepit

Semangat mereka tak pernah surut.

Para penembak jitu dan komandan mereka tampak gagah

dalam barisan siaga

Mereka seperti para koboi memburu dan menghabisi bandit-bandit

Mungkin mereka merasa bahagia pada setiap penumpasan

dan desing peluru?

Sebab desing peluru seperti hembusan angin

yang menggugurkan daun-daun saga di luar rencana

dan kematian hanya kawan bertukar canda

yang mengintai di antara orang-orang yang menyilang dan menyusup

di antara manuver politik dan amarah massa

yang bergerak di antara frustrasi dan hilangnya kepercayaan

Saat itu mengapa tidak kau coba tanyakan kepada mereka,

berapa butir peluru lagikah yang diperlukan untuk melapangkan jalan angkara

setelah menggugurkan daun-daun saga tanpa hak?

Apa kabar Semanggi?

31 Desember 2013.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun