Balada Minyak Goreng Curah-an Rakyat Di Era Digital
Oleh: Kiki Fatmala, S.IP
Pembelian minyak goreng curah wajib menggunakan aplikasi PeduliLindungi atau menunjukkan NIK Kartu Tanda Penduduk (KTP) telah diberlakukan sejak akhir juni kemarin.Â
Peraturan baru tersebut diterapkan untuk melindungi masyarakat yang selama ini kesulitan mendapatkan minyak goreng curah dengan harga yang murah.
 Dengan jaminan setiap orang akan mendapat minyak curah dengan Harga Eceran Tertinggi (HET), yakni Rp 14.000/liter atau Rp 15.500/kg.Â
Penerapan kebijakan tersebut, dijelaskan oleh Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi (Menkomarves) Luhut Binsar Pandjaitan.
Kebijakan pemerintah yang melakukan uji coba pembelian minyak goreng curah dengan harga eceran tertinggi (HET) Rp14.000 per liter atau Rp15.500 per kg lewat aplikasi pelacakan Peduli Lindungi terkesan tidak konsisten, pemerintah selalu berganti-ganti kebijakan yang membuktikan bahwa kebijakan-kebijakan tersebut tidaklah efektif.Â
Faktanya sebelum adanya kebijakan pembelian minyak goreng curah dengan Kartu Tanda Pengenal (KTP) dan aplikasi Peduli Lindungi, pemerintah lebih dulu telah menerapkan pembelian minyak goreng curah menggunakan Kartu Keluarga.
Lagipula kebijakan penggunaan PeduliLindungi untuk membeli minyak goreng tentu akan menyulitkan masyarakat karena harus menyiapkan smartphone untuk mengakses PeduliLindungi ketika hendak membeli minyak goreng curah dan tentu mengharuskan adanya akses internet.Â
Padahal, minyak goreng merupakan kebutuhan bahan pokok dan menjadi hak masyarakat untuk mendapatkan minyak goreng dengan harga murah tanpa kebijakan yang justru menyusahkan rakyat.Â
Kenaikan harga minyak goreng ini seharusnya mendapat perhatian dan focus utama dari peran negara. Sebab ini berhubungan dengan hajat hidup orang banyak.
Begitu seringnya kebijakan-kebijakan dalam sistem kapitalisme-liberal yang merepotkan rakyat, sampai-sampai tidak salah jika menganggap bahwa merepotkan adalah tabiat sistem kapitalisme-liberalisme.Â
Selain itu, maksud pemerintah untuk memudahkan pemantauan distribusi dan harga minyak goreng ke seluruh lapak pedagang seperti besar pasak dari pada tiang.Â
Masyarakat dipaksa untuk punya android sementara masyarakat miskin yang untuk makan sehari-hari saja susah masih tinggi di Medan. Belum lagi terkait sinyal yang tidak kuat di tempat-tempat tertentu.Â
Artinya, pemerintah harus fokus dahulu menghilangkan kemiskinan dan pemerataan dampak teknologi, baru berbicara era digitalisasi. Sungguh kebijakan yang tidak efektif.
Sementara di dalam Islam, tidak kita dapati setiap urusan yang berkenaan dengan rakyat kecuali mudah, murah, dan cepat. Sebab pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang ia pimpin.Â
Barangsiapa yang menyusahkan rakyat, maka kelak dia akan disulitkan di akhirat. Karena sejatinya tugas pemerintah adalah melayani, memenuhi kebutuhan rakyatnya dengan pemenuhan yang sempurna.Â
Negara berkewajiban memenuhi kebutuhan mendasar rakyatnya, seperti Sandang, pangan, papan, kesehatan, dan pendidikan adalah segelintir kebutuhan pokok yang wajib Negara penuhi tanpa menyulitkan rakyat.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI