Pagi yang gelap pun sirna, berubah menjadi selongsong cahaya yang mulai menyapa. Agata masih sibuk dengan gawainya tanpa tidur sama sekali, sedang pricillia sudah terlelap dengan pelukan tasnya. Sebelum bergegas mandi, agata mencoba memotret bagian depan pabrik tersebut untuk sekedar membuat story atau hanya untuk mengirimkannya kepada orang yang telah lama pergi meninggalkannya demi selingkuhannya. Ah entahlah agata selalu begitu, bersikeras untuk berkabar padahal tidak dibutuhkan.
Selesai membidik gambar dengan gawainya, dia segera mandi dijam shubuh. Namun, sebelum itu membangunkan temannya terlebih dahulu untuk melaksanakan sholat shubuh. Setelah semua bangun, barulah agata mandi dan berkemas. Selesainya agata mandi semuanya mengikuti bergiliran, nasib baik terdapat dua kamar mandi.
Semuanya mempersiapkan diri di pagi hari, dengan tambahan krim di muka dan lipstik di bibir, hanya agar terlihat lebih fresh di hari pertama ujian. Dalam kamus sgata First Impression itu penting sekali, apalagi mengenai Personality harus baik, rapih, dan wangi.
Selesai berkemas semuanya dan merapikan musholah yang sudah dijadikan tempat istirahat ini, mereka masih menunggu penyalur tersebut, namun sampai pukul setengah 7 masih belum datang juga, akhirnya mereka memutuskan untuk membeli minum dan sarapan dulu, agar tidak lemas menghadapi ujian dan orang banyak.
Selesainya makan, kita di kumpulkan karena penyalur datang. Kita semua diberi arahan untuk menjawab yang perlu dijawab dan untuk yang tidak perlu dijawab atau tidak sesuai disarankan berbohong saja agar lulus. Seperti halnya jika berkuliah tulis saja di kertas tidak dan lain sebagainya. Agata mendengarnya dengan seksama.
Sudah siang pukul 9 sepertinya, kami di arahkan untuk berbaris didepan gerbang, setelah semua karyawan shift pagi sudah masuk. Ternyata yang melamar banyak sekali, jika dihitung bisa sampai ratusan. Semuanya berseragam hitam putih. Setelah mendapati baris-berbaris, masuklah kami semua ke dalam pabrik tersebut. Memasuki ruangan pabrik yang begitu luas halamannya, banyam sekali jalan yang bisa ditelusuri karena banyak belokannya. Kamipun di arahkan ke tempat yang hanya berisi kursi dan meja, jika dilihat dari bentukannya ini seperti khalayaknya kantin.
Karena kami berjalan sesuai baris, maka agata terpisah dari teman-teman lainnya. Agata selalu begitu jika ditempat baru, selalu ingin lebih kenal dengan orang sekitar, bukan yang hanya diam saja. Tapi untuk berpisah dengan temannya kali ini karena ketidaksengajaan.
Kami menunggu cukup lama untuk tes, karena penguji belum datang, semuanya mengantuk karena datang dari berbagai kota dari semalam. Selesainya mengobrol dengan teman barunya sebelah kanan dan kiri. Penguji datang dan memulai tesnya. Bermula dari menulis biodata secara cepat, dengan nada seperti sedang di ospek, duh aneh saja bekerja di Indonesia ini. Perihal menulis nama saja harus dibentak-bentak, padahal dulu selama agata bekerja di luar negeri, ya memang hanya bekerja bukan jadi tempat untuk balas dendam senior. Sudah lama rasanya agata tak menulis cepat, baru awal saja rasanya sudah engap menjalaninya, belum lagi dengan nada penguji yang kecil membuat kami semua harus kuat radar fokusnya.
Biodata sudah terisi, kemudian tes warna, diberikan kertas untuk menebak warna apa yang berada dikertas tersebut dengan memilih nama bahasa inggrisnya. Semuanya masih mudah, lalu tes kreplin menghitung dari bawah ke atas dengan kecepatan yang sudah ditetapkan penguji dengan stop watchnya, harus dengan graft yang stabil dan tidak boleh semakin menurun. Dan yang terakhir tes pertanyaan yang harus di isi, seperti sekolah dimana dan lain sebaginya. Entah apa yang merasuki Agata, sudah diperingatkan untuk tidak menulis kuliah jika ada pertanyaan kuliah atau tidak, dia tiba-tiba menulisnya.
Namanya dipanggil di penghujung tes, Agata Acia, dia seketika terbelalak "hah namaku? Salahku dimana ya, bukannya semua tes sudah benar, bahkan kreplinku ku jawab benar dihitung dan graftnya cantik." Dalam hatinya penuh tanda tanya.
Agata pun maju, sedang temannya di belakang kebingungan, kok bisa dia dipanggil.
"Iya bu, saya, kenapa?" Ucapnya penuh sopan dihadapan penguji tersebut
"Mmm gini, maaf kamu tidak bisa melanjutkan ke proses selanjutnya. Silahkan keluar ke pintu sebelah situ ya." Dengan nada acuh
"Maaf gimana bu? Boleh saya tahu alasannya? Kenapa begitu ya bu?" Agata dengan rasa herannya karena tanpa alasan yang jelas
"Begini, sesuai kebijakan disini. Maka tidak bisa." Ucapnya mulai dengan nada mengusir
"Baik buk, begini maksud saya, alasannya itu apa? Kebijakan seperti apa buk, kalau boleh saya tahu." Agata mulai jengkel dengan berbelitnya si penguji ini.
Apakah salah seorang calon karyawan menanyai alasannya ditolak bekerja, bukankah sebuah bentuk kewajaran bahwasannya sebagai bentuk pembelajaran untuk kedepan apa yang harus diperbaikinya.
"Iya, maaf ini sudah sesuai kebijakan sini, kami tidak bisa memberitahunya. Silahkan bisa keluar ke arah sana." Tukasnya dengan Agata
Jujurly perasaan Agata berkecamuk, apakah sopan seorang perekrut memiliki jiwa seperti itu, bukankah dia juga membutuhkan seorang karyawan, tidakkah lebih elok jika berbicara dengan nada sopan dan baik, padahal ini tentang bekerja.
Agata pun keluar dengan lesu, temannya menatapnya iba. Yang keluar hanya agata seorang. Dia menyusuri jalan dengan lemas dan dilihat banyak orang. Hampir setengah menangis namun tertahan oleh tanda tanya yang menghantuinya. Sebab, ia merasa dirinya cerdas dan semuanya sudah dijawab sesuai ketentuan yang berlaku. Agata kebingungan jalan keluar sebelah mana karena fikirannya sudah hampir payah lemas. Akhirnya, dia menanyai orang yang sedang diluar, dan menuju arah pintu keluar. Semua memandanginya, agata dengan wajah angkuhnya menatap sangar hanya untuk menutupi kesedihannya. Satpam juga memandanginya. Berjalan keluar, kemudian duduk ditepi musholah.
Seorang bapak-bapak yang tadi pagi ditemuinya berkata "kenapa? Kok sudah keluar? Yang lainnya mana." Tanyanya penasaran
"Aku tidak lulus pak, gagal." Dengan nada malas melayani, namun tetap sopan padanya untuk menghargai
"Lah, kok bisa. Bukannya kamu ini keliatannya yang paling punya power lebih, selain postur tubuh yang tinggi, sepertinya kamu juga paling masuk kualifikasi. Kreplinmu gagal?" Tanyanya lagi sambil muka keheranan
"Aku tidak tahu pak alasannya apa, dia hanya bilang kebijakan-kebijakan saja." Agata mulai kesal memikirkan alasan yang tidak masuk akal tersebut
"Yowes sabar ajaaa neng, nanti ikut tes susulan saja." Ucapnya sambil memegang kepala
Agata auto nangis dipegang kepalanya, sedang berantakan perasaan kepala malah dibegitukan. Agata menganggap itu bapak seperti orang tuanya. Sebab dari pertama bertemu sangat cepat akrab dengannya. Namun, tidak berapa lama agata segera mengusap air matanya dan berupaya untuk merasa baik-baik saja.
Berambung......
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI