Abad ke-15, menurut Fadly, adalah "abad rempah-rempah" yang mengubah citra kuliner Eropa yang selama zaman Medieval dinilai tidak berselera. Citra rempah lantas mulai bergeser dari afrodisiak (perangsang daya seksual), menjadi penguat citarasa eksotik hidangan di lingkungan kerajaan-kerajaan di Eropa.Â
Walhasil, lanjut Fadly, seiring dengan populernya eksotika rempah, buku-buku masak pun bermunculan. Sebuah buku masak di Inggris, misalnya, memuat resep jenis ikan Atlantik (haddock) dalam kuah saus yang diberi nama "gyve". Bumbu sausnya dibuat dari ramuan cengkih, bunga pala, lada, kayumanis, kismis, kunyit, kayu cendana, dan jahe. Sepanjang abad ke-13 hingga abad ke-15, sekitar 75 persen rempah-rempah muncul di resep-resep buku masak.
Di tengah menggeliatnya industri kuliner di Indonesia, diselenggarakan berbagai acara seminar, pameran, hingga bertumbuhnya beberapa komunitas kuliner. Tidak terkecuali mengusung tema rempah turut pula bergeliat beberapa tahun terakhir. Fenomena ini seakan-akan membangunkan kembali ingatan kolektif masyarakat pada kemasyhuran masa lalu Indonesia sebagai "surga" penghasil rempah yang sempat hilang ditelan jaman.
Membangun Citra rempah Nusantara bagi Reputasi Indonesia
Untuk membangun citra Indonesia yang terintegrasi dan melekat di benak masyarakat dunia, Kementerian dan Lembaga diharapkan tidak berjalan sendiri-sendiri. Bahkan hal ini mendapat penekanan dari Presiden Joko Widodo. Sejumlah upaya untuk mendorong dan meningkatkan kinerja berbagai sektor di Indonesia perlu terus dilakukan pemerintah.
Melalui rempah Nusantara, pemerintah dapat menggarap nation branding-nya. Bila perlu dapat dilakukan melalui diplomasi kebudayaan, film, kuliner, sampai pada bidang olahraga. Tagline yang perlu senantiasa dilekatkan, misalnya: "Bumi Rempah Nusantara Sebagai Simpul Warisan Budaya." Atau "Jadikan Jalur Rempah Nusantara sebagai Kekuatan Diplomasi Budaya."
Jalur Rempah Nusantara dapat menjadi pijakan kuat dalam membangun kerja sama antar bangsa. Terutama guna mewujudkan persaudaraan dan perdamaian global. Dalam upaya mengutamakan pemahaman antar budaya, penghormatan dan pengakuan atas keberagaman tradisi beserta warisannya. Tentu, harus dengan landasan semangat keadilan, kesetaraan dan saling berkontribusi, serta menjunjung tinggi harkat martabat kemanusiaan.
Perlunya promosi ke luar negeri
Membangun citra Indonesia melalui promosi rempah ke luar negeri, tentu tak bisa berjalan sendiri-sendiri. Perlu dilakukan kerjasama lintas kementerian dan lembaga terkait. Tujuannya, agar memiliki satu citra yang terintegrasi dan melekat erat di benak masyarakat dunia.
Jika Kementerian Perdagangan mengangkat tagline 'Remarkable Indonesia', Kementerian Pariwisata mengusung 'Wonderful Indonesia'. Kementerian Pertanian dapat mengangkat tagline "Indonesia Primadona Rempah Dunia" atau "Indonesia sebagai Bumi Rempah Primadona Dunia," atau "Kuliner Indonesia Bercitarasa Rempah Nusantara." Maka Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dapat mengangkat tagline: "Jalur Rempah Sebagai Warisan Dunia Guna Mewujudkan Persaudaraan dan Perdamaian Global" atau "Jalur Rempah Nusantara Sebagai Simpul Warisan Budaya Perkokoh Tradisi Keindonesiaan."
Bila perlu, dibuat juga baliho-baliho ucapan selamat datang. Misalnya, dipajang di  Bandara atau di pintu masuk kota-kota di Indonesia, dengan tagline: "Selamat Datang Di Bumi Rempah Nusantara". Atau "Welcome to Indonesia as The Best Spices in The World" Atau di tempat-tempat komunitas kuliner, hotel, restoran dengan tagline, "Kuliner Khas Indonesia, Bercitarasa Rempah Nusantara." Atau, "Rempah Nusantara Andalan Penyedap Kuliner Indonesia."