Kita mafhum, bahwa Indonesia dalam sejarahnya merupakan negeri kepulauan yang kaya akan rempah. Bangsa asing menjajah negeri ini pun salah satunya karena rempah yang melimpah-ruah di bumi Nusantara. Namun yang terjadi saat ini justru sebaliknya. Pengembangan komoditi rempah, kini terkendala kontinuitas pasokan dan kualitas produknya masih rendah.
Tentu kondisi itu tak boleh dibiarkan. Perlu ada gerakan yang lebih padu, fokus, inovatif dan berkelas. Sebuah gerakan yang lebih menyentuh pelbagai aspek yang melibatkan banyak pihak. Mulai dari tingkat hulu sampai hilir. Mulai dari tingkat regulator, lembaga hingga organisasi-organisasi yang bersinggungan langsung dengan kepentingan petani rempah dan yang turut bertanggung jawab terhadap citra rempah Nusantara.
Jalur Rempah pemicu terjadinya kolonisasi
Kekayaan dan keragaman seni dan budaya Indonesia, tidak terlepas dari kedatangan bangsa lain melalui jalur-jalur rempah di masa lalu. Ini karena Nusantara juga dianugerahi kekayaan hasil alam sangat beragam.Â
Sebagai negeri penghasil rempah terbesar di dunia, nama Indonesia tidak asing lagi di mata para pemburu komoditi yang termahsyur antara abad ke-16 hingga abad ke-17 ini. Rempah menjadi komoditas penting dalam jalur perdagangan dunia dan memainkan peranan penting dalam sejarah peradaban bangsa Indonesia.
Dari berbagai catatan para penjelajah dunia, Maluku merupakan sentra penghasil pala, lada, cengkeh, dan kayu manis yang pada masa itu merupakan jenis rempah paling dicari di dunia. Dalam perkembangannya kedatangan bangsa Eropa ke Indonesia tidak hanya untuk kegiatan perdagangan, tetapi juga melakukan kolonisasi.
Pembangunan benteng merupakan usaha awal bangsa Eropa untuk menguasai perdagangan rempah di Nusantara. Pada awalnya, benteng-benteng yang dibangun difungsikan sebagai pos perdagangan untuk menyimpan berbagai komoditi, pusat pertahanan, sekaligus pula dimanfaatkan sebagai kawasan permukiman dan pemerintahan. Keberadaan benteng-benteng peninggalan penjajahan bangsa Eropa menjadikan sepenggal cerita bahwa Maluku pernah menjadi pusat kejayaan rempah di Nusantara.
Tak mengherankan beragam tradisi, budaya dan ilmu pengetahuan menguak ke permukaan Nusantara. Tak hanya bagi Indonesia, namun juga dunia. Indonesia sebagai tempat pertemuan manusia dari berbagai belahan dunia telah melahirkan berbagai ide, gagasan, konsep, ilmu pengetahuan, agama, bahasa, estetika, hingga adat kebiasaan. Pada gilirannya telah menjadi sarana bagi pertukaran antar budaya yang berkontribusi penting dalam membentuk peradaban dunia.
Citra rempah Nusantara di masa lalu
Citra rempah Nusantara di masa lalu sangat dikenal di berbagai belahan dunia. Terutama melihat pada pemanfaatannya untuk berbagai macam kegunaan. Baik untuk kegunaan kuliner, kesehatan, kecantikan, pengobatan sampai pada bahan pengawet daging.
Menurut Fadly Rahman penulis buku "Jejak Rasa Nusantara: Sejarah Makanan Indonesia," di Cina pada masa Dinasti Han pada awal Masehi, cengkeh dikulum untuk menghasilkan sensasi harum sebelum bercakap dengan para pembesar atau raja. Di Eropa, abad pertengahan, rempah dipakai untuk mengawetkan daging dari kebusukan atau menutupi bau amisnya.