Mohon tunggu...
Sakifah Ismail
Sakifah Ismail Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Mahasiswa Magister Keuangan dan Perbankan Syari'ah Fakultas Hukum Islam dan Syari'ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Money

Pentingnya Auditor Syari’ah (Review Paper)

26 Mei 2016   11:53 Diperbarui: 26 Mei 2016   12:01 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Industri perbankan islam yang berkembang sejak tahun 1970an sebagai awal komersialisasi pembiayaan hingga saat ini tumbuh pesat dan terus mengalami perkembangan. Produk pendanaan dan pembiayaan terus berkembang. Munculnya industrialisasi keuangan islam dalam bentuk bank selain menarik potensi dana umat islam dari pasar uang juga mengakomodasi minat dan kebutuhan umat islam akan sistem keuangan yang tidak mengandung riba. Namun perhatian para ekonom muslim lebih banyak terpusat pada pertumbuhan aset dan perkembangan produk daripada penelitian tentang advisor syariah di lembaga keuangan islam.

Selama ini kinerja lembaga keuangan islam diawasi oleh Dewan Pengawas Syari’ah. Namun, sistem pengawasan kinerja ini masih menerima banyak kritikan karena belum adanya standar penilaian terhadap kualifikasi dan kinerja DPS. Pembahasan mengenai corporate governance belum sepenuhnya di eksplorasi khususnya tentang seleksi dan pelatihan untuk advisor syari’ah, selama ini cenderung diabaikan.

Artikel ini membahas tentang seleksi dan pelatihan untuk advisor syari’ah lembaga keuangan islam di Pakistan. Tujuan utamanya adalah untuk menjelaskan proses seleksi dan pelatihan untuk para advisor syari’ah di Pakistan. Menelaah lebih jauh tentang independensi dan dampaknya terhadap efisiensi dan shari’ah compliance perbankan islam. Pakistan merupakan negara republik islam yang pertama mengadopsi sistem keuangan islam murni.

Dengan mengetahui gambaran seleksi dan standar kualifikasi advisor syari’ah di Pakistan, nantinya diharapkan Indonesia dapat menyerap sisi positif adanya peraturan serupa dan menerapkan dalam industri keuangan islam tanah air.

Topik kontrol Syariah internal lembaga keuangan Islam belum banyak diteliti.  Beberapa studi ini dirangkum dalam bagian ini. Tindakan lembaga keuangan Islam dipandu oleh badan kontrol agama dikenal sebagai Dewan Pengawas Syariah (DPS), yang terdiri dari sejumlah penasehat syariah (Rammal, 2006). Tujuan dari DPS adalah untuk memastikan bahwa lembaga keuangan beroperasi di sesuai dengan syariah dan memberikan klarifikasi pertanyaan syariah dalam hal apapun terkait lembaga keuangan yang mungkin ditanyakan (Usmani, 1998; Safieddine, 2009). DPS dipekerjakan oleh lembaga keuangan dan bertindak sebagai badan pengendalian internal di organisasi, sehingga meningkatkan kredibilitas bank di mata pelanggan, dan memperkuat kepercayaan Islamnya (Algaoud dan Lewis, 1997).

Akuntansi dan Audit Organisasi Lembaga Keuangan Islam (AAOIFI) - sebuah badan yang dibentuk pada tahun 1991 di Bahrain untuk membantu mengatur pelaporan keuangan dan audit Lembaga keuangan Islam - telah menetapkan standar untuk pengangkatan dan komposisi DPS. Menurut standar, kewenangan untuk menunjuk anggota DPS harus diberikan kepada rapat umum tahunan para pemegang saham lembaga. 

-    Pemilihan Advisor Syari'ah di Pakistan                                                                                                                                          

Sebelumnya Bank Negara Pakistan tidak memiliki aturan baku untuk pengawasan syariah di lembaga keuangan islam. sampai pada tahun 2004 Bank Negara Pakistan mengeluarkan standar penunjukan advisor syariah untuk lembaga keuangan islam. Namun belum ada aturan rinci mengenai kualifikasi atau proses seleksi mereka. Standar yang disusun terbatas pada “Fit and Proper criteria for Appointment of Shari’ah Advisor” (State of Bank Pakistan, 2004),yang meliputi lima bidang:

  • Kualifikasi minimum dan pengalaman
  • Track record
  • Solvabilitas dan integritas keuangan
  • Integritas, kejujuran dan reputasi
  • Konflik kepentingan

Kualifikasi dan pengalaman minimum menyatakan bahwa advisor syari’ah harus berpengalaman minimal lima tahun menjadi ulama’, dan memiliki pengetahuan tentang atau setidaknya akrab dengan industri perbankan. Kualifikasi pendidikan minimum menurut BNP adalah Dars-e-Nizami. Kualifikasi pendidikan lainnya seperti magister, hasil penelitian, perbankan, ekonomi dan keuangan dapat dipandang sebagai tambahan nilai.

Track record dilihat dari riwayat pekerjaan, tidak pernah diberhentikan secara tidak hormat sebagai karyawan atau direktur perusahaan. Calon juga harus memiliki prestasi yang baik di tempat bekerja sebelumnya, baik kapasitasnya sebagai karyawan maupun manajer. Surat referensi juga mensyaratkan calon advisor tidak terlibat dalam aktifitas illegal (terutama yang berhubungan dengan bisnis perbankan), seperti tidak pernah masuk dalam blacklist  pembayaran pajak baik secara individu maupun lembaga. Tidak pernah terkait kasus pidana atau terlibat penipuan atau kejahatan keuangan, tidak terkait masalah investasi, keuangan/bisnis, kesalahan, penipuan,dsb. Tidak terlibat dalam lembaga yang dicabut izin usahanya atau bermasalah dalam likuidasi.

Terkait dengan integritas, Bank Negara Pakistan mensyaratkan calon dapat memberikan fatwa tentang hukum agama. Poin terakhir terkait konflik kepentingan, advisor syariah tidak boleh merangkap jabatan sebagai advisor syariah di lembaga keuangan lain. Baik itu bank, lembaga pembiayaan investasi, lembaga keuangan non bank perusahaan modal ventura, perusahaan pembiayaan perumahan, perusahaan leasing, atau korporasi lainnya.

  • Pelatihan Advisor Syariah

Advisor syariah harus melalui beberapa tahap pelatihan sebelum terjun ke lapangan. Jika selama di sekolah atau perguruan tinggi materi keagamaan diberikan sebatas kajian fiqih dan tafsir, maka untuk terjun ke dunia komersil mereka perlu mendapat pelatihan mengenai aspek keuangan komersil.

Pada masa sebelumnya belum ada lembaga pelatihan khusus untuk keuangan islam, maka kemudian pelatihan advisor syari’ah pertama dilaksanakan di Karachi. Bank Negara Pakistan tidak hanya terlibat untuk melakukan audit lembaga keuangan islam, namun juga mengambil tanggung jawab untuk melakukan pelatihan dan penelitian staff lembaga keuangan islam. Hal ini dilakukan sebagai reaksi terhadap kurangnya pelatihan keuangan di industri perbankan islam di Pakistan. Staf yang sebelumnya bekerja sebagai auditor di lembaga keuangan syari’ah konvensional tidak terlatih menangani kebutuhan industri keuangan islam.

  • Variasi dan Aplikasi

Masyarakat Pakistan menganut beberapa ragam pemikiran fiqih, yang juga menjadi rujukan di sekolah-sekolah agama. Empat pemikiran fiqih yang utama yaitu Hanafi, Hambali, Maliki dan Syafi’i. Sekolah-sekolah ini memiliki variasi dalam menginterpretasikan ajaran Al-Qur’an dan Hadits. Masing-masing memiliki pandangan sendiri terhadap masalah agama yang sama.

Mayoritas lembaga pendidikan di Pakistan menganut fiqih Hanafi, sehingga pelatihan di lembaga keuangan islam menggunakan fiqih Hanafi.

  • Konflik Kepentingan

Dalam ketetapan fit and proper kriteria advisor syariah poin terakhir menyebutkan bahwa advisor syariah tidak boleh merangkap jabatan sebagai advisor syariah di lembaga keuangan lain. Namun pada faktanya banyak diantara advisor syariah yang merangkap sebagai advisor di beberapa keuangan islam sekaligus. Hal ini terjadi karena masih minimnya SDM yang memiliki kualifikasi sebagai advisor syariah.

Kekurangan ini memberikan tantangan serius bagi institusi Pakistan. Industri perbankan mengalami dilema karena jika membiarkan keadaan tetap berlarut-larut maka konflik kepentingan tidak dapat dihindari.

 Namun saat dikonfirmasi, pihak terkait mengaku terpaksa menggunakan beberapa ulama’ yang juga menjadi advisor di lembaga keuangan lain karena ingin menggunakan ulama yang berkualitas. Pelatihan mengenai hukum islam membutuhkan investasi waktu yang lama untuk menghasilkan ulama yang berkualitas. Lebih lama daripada pelatihan untuk keuangan pada umumnya.

  • Dimensi Kelola Audit

Audit internal fokus pada etika dan tata kelola perusahaan di tingkat internasional, bertujuan mendeteksi dan mencegah kesalahan dan penipuan. Advisor yang bertindak sebagai auditor internal berpotensi terlibat dalam konflik kepentingan sengan lembaga keuangan yang berbeda. Selain itu, ada resiko dimana advisor memiliki kepentingan dengan klien yang “merugikan” mereka, atau menjadi terlalu akrab dengan mereka. Hal ini tentu mengurnagi objektifitas penilaian audit.

Sejak beberapa kasus yang menimpa perusahaan besar semacam Enron, World.com, aturan mengenai rotasi auditor semakin diperketat. Auditor harus diputar, beredar dari satu lembaga ke lembaga lain. Namun kritikus berpendapat rotasi audit tidak cukup membatasi konflik kepentingan yang mungkin terjadi sewaktu waktu.

Bagaimana dengan di Indonesia?

Pada faktanya, DPS hanya tersedia di kantor pusat. Secara otomatis tidak ada pengawasan syari’ah dalam operasional lembaga keuangan di luar sistem pada kantor cabang. Selain minimnya pengawasan, beberapa anggota DPS masih merangkap di beberapa lembaga sekaligus. Peraturan di Indonesia membolehkan seorang anggota DPS merangkap maksimal empat lembaga sebagai anggota DPS. Mungkinkah tidak ada konflik kepentingan disana? Apalagi, DPS diangkat dan diberhentikan oleh RUPS. Secara otomatis remunerasi berasal dari lembaga yang harusnya diawasi secara independen. Mungkinkah objektifitas para anggota DPS dapat berperan maksimal dalam situasi semacam ini?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun