Beberapa sumber menyebutkan, alih-alih mengarahkan penumpang, beberapa ABK malah dengan egois menurunkan sekoci bagi dirinya sendiri. Dari enam sekoci yang ada, masing-masing hanya berkapasitas 50 orang, jauh dari kata cukup untuk jumlah penumpang KMP Tampomas II kala itu.Â
Sebagian penumpang nekat terjun bebas ke laut, dan sebagian lagi menunggu dengan panik pertolongan selanjutnya. Kapten kapal Abdul Rivai berinisiatif ingin membawa kapal menuju pulau terdekat.Â
Namun usaha itu gagal, karena baling-baling dan mesin kapal tak berfungsi normal, matinya listrik mengakibatkan pesan melalui radio ke kapal lain atau syahbandar pelabuhan pun tak bisa dikirim. Isyarat cahaya yang dilontarkan ke udara pun tak menyala.Â
Evakuasi penumpang berjalan kacau. Tak ada tanda arah jalan keluar yang jelas di dalam kapal. Bahkan, ada awak kapal yang menurunkan sekoci untuk dirinya sendiri.
KMP Tampomas II terombang ambing lepas kendali dengan cuaca yang tak mendukung. Kondisi ini mengakibatkan Tampomas II harus terpaksa lempar sauh di sekitar wilayah tersebut. Asap hitam mulai keluar dan menyembul ke udara, dan tiba-tiba  suara ledakan keras dari dalam kapal.Â
Sejak tanggal 26 Januari pagi, Laut Jawa dilanda hujan yang sangat deras, KMP Tampomas II semakin dipenuhi air, dan api mulai menjalar ke ruang mesin dimana terdapat bahan bakar yang tidak terisolasi.
KMP Tampomas II makin berada dalam bahaya. Munculnya matahari pada 26 Januari 1981 yang menerangi lautan di sekitar Tampomas dan kobaran api yang terlihat dari kejauhan pun jadi isyarat bagi kapal yang melihatnya. Tampomas II butuh tindakan penyelamatan.Â
Diketahui, kapal pertama yang melakukan misi penyelamatan adalah  KM Sangihe, dengan Kapten Agus K. Sumirat sebagai nakhoda. Sumirat adalah teman sekelas Abdul Rivai pada angkatan 1959 ketika mereka belajar di Akademi Ilmu Pelayaran (Akademi Maritim). KM Sangihe  dalam perjalanan dari Pare-Pare menuju Surabaya untuk perbaikan mesin.Â
Petugas geladak pertama KM Sangihe, J. Bilalu, adalah orang pertama yang melihat kepulan asap ke arah barat dan mengira asap itu berasal dari sumur minyak lepas pantai Pertamina, Markonis KM Sangihe, Abu Akbar, mengirim pesan SOS pada 08:15 terkait nasib Tampomas II. Â
KM Ilmamui  bergabung dalam upaya penyelamatan pada pukul 21.00, menyusul empat jam kemudian oleh kapal tanker  Istana VI  dan kapal lainnya, termasuk  Adhiguna Karunia dan KM Sengata milik PT. Porodisa Line.
Akumulasi dari percikan api kecil yang merembet ke bahan bakar itulah yang menimbulkan ledakan di pagi hari tanggal 27 Januari. Ledakan berasal dari ruang mesin KMP Tampomas II dan dan membuatnya penuh oleh air laut. Ruang Propeller dan Ruang Generator turut pula terisi air laut yang mengakibatkan kapal miring 45 derajat dalam keadaan banyak penumpang masih ada diatas kapal.