Mohon tunggu...
Roni DwiRisdianto
Roni DwiRisdianto Mohon Tunggu... Penulis - Seri pertama Bondan dalam judul Langit-Hitam-Majapahit telah tayangbdalam jaringan. Berlatar belakang Majapahit pada masa Jayanegara. Penulis berdomisili di Surabaya.

www.tansaheling.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Penaklukan Panarukan 1

5 April 2019   13:37 Diperbarui: 5 April 2019   14:21 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa puluh tombak dari batas di sebelah barat kota Tuban tampak beberapa orang menaiki kuda menuju sebuah rumah yang berukuran sedang di tengah sebuah pedukuhan. Senja baru saja berganti malam ketika mereka memasuki halaman rumah yang berukiran halus. Saat itu terlihat mendung bergelayut di langit Demak namun agaknya tidak menjadi penghalang bagi para penunggang kuda itu. Kala malam mulai menapak sedikit larut, sekitar tiga atau empat purnama yang berlalu, Ki Tumenggung Prabasena berkata,"Kematian Raden Kikin tentu saja di luar perkiraan dan tidak sesuai dengan harapan kita semua. Meski begitu, aku ingin kita dapat menahan diri. Ketenteraman dan kesejahteraan mereka yang berada di bawah naungan Demak masih menjadi tanggung jawab kita semua."

"Namun aku masih sering merasa jengkel karena keangkuhan anak-anak Raden Trenggana," kata seorang tumenggung yang lain.

"Bersabarlah, kita tidak semestinya menuntut kembali kemuliaan dan kehormatan yang sudah tidak lagi berada di pangkuan kita. Akan tetapi, seperti yang dikatakan oleh Angger Tumenggung Prabasena, kesejahteraan rakyat adalah tugas utama kalian semua, bahkan kalian harus membantu Demak meraih kejayaan seperti masa lalu," berkata seseorang yang telah lanjut usia namun mempunyai wibawa sangat besar. Setiap orang yang hadir dalam pertemuan itu merupakan orang-orang yang mempunyai kedudukan tinggi dalam Kerajaan Demak. Dan kini mereka menundukkan kepala menunggu kata-kata dari kakek yang berwibawa sangat besar itu.

"Paman, Raden Trenggana telah menempuh jalan yang keliru untuk meraih kedudukan itu. Aku pikir, kita tidak semestinya untuk membantunya," berkata Ki Tumenggung Arya Dipa. Kemudian ia menambahkan lagi."Paman Parikesit, aku sama sekali belum melihat kemajuan yang dilakukan ayahnya dan ia sendiri untuk sesuatu yang dapat dinilai sebagai kemajuan. Sejauh ini aku hanya melihat perluasan dan keinginan mendapatkan pengakuan."

"Meskipun ia bersalah dalam meraih kedudukan itu, kita tidak mempunyai hak untuk menggantikannya. Ia adalah pemimpin tertinggi kalian saat ini. Sudah sepatutnya kalian berada di balik punggungnya untuk mendorongnya maju," kata Pangeran Parikesit.

"Meskipun begitu ia seharusnya sadar jika anak lelaki itulah yang semestinya menjadi seorang prabu," kata seorang lagi yang berpangkat sebagai rangga.

"Kalian tidak boleh membiarkan gejolak hati yang tersimpan dalam dada kalian mengambil alih nalar tajam yang kalian miliki," kata Pangeran Parikesit. Ia kemudian bertanya,"Dimanakah anak itu sekarang?"

"Ia berada dalam pengamatan Ki Matahun," jawab Ki Tumenggung Prabasena.

"Paman, sebenarnya aku ingin menempatkan kembali anak itu pada kedudukan sewajarnya," berkata Ki Rangga Gagak Panji. Ia melihat sekelilingnya untuk mengamati pendapat yang akan berkembang. Namun semua orang berdiam diri menunggu Ki Rangga melanjutkan pendapatnya.

"Aku telah bertemu dengan Mpu Badandan dan berbicara tentang persoalan ini. Dan mungkin saat ini Panarukan telah siap menjadi benteng terakhir kita semua," lanjut Gagak Panji kemudian.

"Bagus! Kalian berhasil menjalankan rencana sebagaimana yang telah kita rundingkan," kata Pangeran Parikesit. Ia berkata lagi,"Raden Trenggana tentu mengira sangat mudah menundukkan wilayah-wilayah yang berada di dekatnya. Akan tetapi ia mungkin tidak  mendapat laporan sandi jika kita telah mengosongkan separuh kekuatan di setiap kadipaten. Kita telah mendengar kasak kusuk jika Raden Trenggana akan segera memaksa Panarukan dan Blambangan mengakui kekuasaannya. Tentu saja sejak saat ini kita harus memikirkan beberapa langkah untuk mengurungnya di Panarukan."

Raut wajah Ki Tumenggung Arya Senguruh menunjukkan kebimbangan. Kemudian ia mengatakan,"Masih belum jelas bagiku tentang persoalan ini secara menyeluruh.

Pertama, kita setuju untuk tidak menentang Raden Fatah. Dan itu telah kita lakukan seperti pesan Ramanda.

Kedua, kita setuju untuk tidak mengusik ketenangan pewaris tahta. Dan itu juga kita telah melakukannya.

Namun sekarang, kita berkumpul disini untuk menempatkan anak itu pada kedudukan semestinya. Bukankah yang seperti itu berarti kita telah mengusik urusan antar pewaris Demak Bintara?"

"Kakang Senguruh, harap jangan salah untuk mengerti. Arya Penangsang adalah pewaris sah Demak Bintara. Dan satu tambahan penting adalah Pangeran Trenggana memaksa saudara-saudara kita di sebelah timur untuk mengakuinya sebagai seorang prabu," Ki Tumenggung Prabasena bangkit berdiri dan memberi penjelasan.

"Benar apa yang kau katakan. Memang sejak Ramanda melepas singgasana Majapahit, banyak saudara kita yang tidak menentang Demak Bintara dan juga tidak mengakuinya," Ki Tumenggung Arya Senguruh agaknya mulai mengerti arah pertemuan yang mereka adakan itu.

"Nah, sekarang Pangeran Trenggana menggunakan kekerasan agar kita mengakuinya. Lalu? Kita bersikap seolah menyetujuinya dan takluk padanya. Sementara Kakang telah mengosongkan kekuatan di setiap kadipaten agar tidak ada darah dan nyawa yang sia-sia," Ki Tumenggung Prabasena melanjutkan lagi,"Dan itu berarti kita semua akan berkumpul di Panarukan untuk memintanya mengembalikan kekuasaan pada keturunan Raden Kikin."

Kemudian Gagak Panji bangkit berdiri dan memotong pembicaraan. Ia mengatakan,"Jika memang Paman Parikesit berencana untuk mengumpulkan kekuatan di Panarukan, aku sarankan sebaiknya Kakang Arya Dipa harus segera menempatkan petugas sandi di Jepara dan satu dua orang untuk menjadi penghubung. Sementara aku sendiri akan mengamati keadaan di Tuban. Lalu kita membagi kekuatan kita sendiri melalui jalur darat."

Ki Arya Senguruh menatap tajam Gagak Panji yang telah mengatupkan bibirnya rapat-rapat. Kemudian ia menoleh Pangeran Parikesit lalu,"Jika ia menolak?"

"Kita jadikan ia sebagai tawanan. Dan memaksa seluruh wilayah Demak Bintara menobatkan Arya Penangsang sebagai raja," jawab Pangeran Parikesit. ia menambahkan,"Gagasan Angger Gagak Panji dapat kalian pertimbangkan. Karena aku telah mendengar jika Jepara memang mulai membangun banyak kapal."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun