Hujan masih berteriak diluar sana
Mengumpulkan rindu yang berserakan pada sudut ruang hati
Menyela diantaranya deru angin, menghembuskan kembali kenangan yang berdebu
Duh Tuan,
Ingat sekali diri ini tentang kelingking yang mengikat,
Dibawah hujan bulan cinta
berlomba menjadi yang paling setia
Pun jarak setelahnya tidak kita risaukan, Tuan
Angkuh sekali, kepada hujan bulan cinta kita menunjukan buncahan rasa
Kita berlindung dibawah rimbun pohon
Tertawa bersama seperti tidak mengenal kata sedih
Tersenyum lalu tertawa lagi, dunia memang milik kita kala itu
Lalu jaket biru dongker kesayangan tuan diberikan kepadaku
Aku ingin berteriak "aku menyayangimu" sangat kencang
biar kalah hujan yang semakin semangat turun!
Air hujan yang turun masih sama, Tuan
Aku masih bisa merasakan hangat kenangan yang telah lalu
Harum tanah yang menyeruak masih sama,
bersaksi bahwa kita memang pernah saling mengasihi
Pun hembus angin yang mengusik masih terasa berbisik,
suaramu, suaraku, suara kita
Namun waktu berputar
Tentu Tuan tahu hati bisa berubah
Apalah arti kelingking yang mengikat? Apalah arti kenangan yang istimewa?
Hujan bulan cinta aku hadapi sendiri kini.
Dalam, aku menyesap kenangan yang berlalu
Kosong, Lihat Tuan? Bisa tuan dengar?
Hujan kali ini hanya merengkuh kekecewaan yang mendalam
Tidak lagi bahagia,
Hanya rindu, tanpa balas
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H