Mohon tunggu...
Ki Ali
Ki Ali Mohon Tunggu... wiraswasta -

percayalah, jangan terlalu percaya. apalagi kepada saya.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tidak Hari Ini, Sayang!

11 Maret 2012   17:02 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:12 371
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dengan begitu tidak semua bonus yang disediakan aku bagikan ke toko dan warung-warung itu. Dalam sehari saja ada lebih dari 50 bungkus rokok yang bisa aku simpan. Laporan? Ah, yang penting kan target bulananku terpenuhi. Bagaimana pintarnya aku melaporkannya saja. Berkas nota penjualan? Di negeri ini apa yang tidak bisa dipalsukan? Rudi? Hahaha…kendali ada padaku dan sambil tertawa dicium-ciumnya uang yang kuberikan sebagai bagiannya.

Dan Pebruari itu memang menjadi bulan yang menggairahkan bagiku. Pekerjaan terasa jadi makin menyenangkan. Segalanya berjalan lancar dan Rudi bahkan sesekali menyupir sambil bernyanyi, tidak peduli suaranya membuatku geli. Aku yakin Maret nanti aku bisa membelikan istriku tidak saja baju baru buat kondangan, krim pemutih kulit atau sekedar celana dalam dan BH warna pink seperti pernah kulihat di film-film. Sebuah kalung emas pasti akan sangat cantik melingkar di lehernya. Apalagi jika kalung itu hanya berteman celana dalam dan BH warna pink. Hah! Aku senang membayangkannya.

***

Hari Minggu ini kembali aku membeli koran, setalah lebih dari setahun tak lagi kulakukan. Hhmm…sudah kuduga, tak ada berita menarik. Seperti biasa, genit sekali dengan isu lama. 2012 kok ya masih saja meributkan dimana SUPERSEMAR yang asli. Memangnya jika yang asli ketemu, negara ini jadi lebih baik? Tidak ada korupsi, tidak ada perkosaan di angkot, tidak ada yang sesumbar gantung diri di Monas segala. Dan tidak ada pula sarjana yang menganggur.

“Beli koran, tumben? Ada yang dicari?” Istriku datang menaruh kopi.

“Iya. Kepingin saja.” Aku menyahut pendek sambil menyulut rokok.

“Kemarin, katanya hari ini Mas mau pergi dengan Rudi. Jadi?”

Aku diam, pura-pura tak mendengar. Rudi! Aku ingat sekali senyum itu di wajahnya kemarin siang. Sekeluarku dari ruangan supervisor, sopirku itu tersenyum dan mendekat. Aku tak menghiraukannya saat dia setengah berteriak di belakangku, “Terima kasih, Mas. Saya banyak belajar dari sampeyan.”

Hah! Terima kasih? Terima kasih gundulmu!

Dari mana manajer tahu dan meminjam mulut supervisor untuk memecatku, jika bukan dari Rudi? Mestinya memang aku tak melibatkannya dalam rencanaku. Biar dia jadi sopir selamanya. Sekarang, untuk menjaga stabilitas pemasaran pastilah dia yang akan duduk di samping kiri. Bersepatu dan berdasi.

Aku? Terpaksa kembali membeli koran setiap Sabtu dan Minggu. Bajingan!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun