Mohon tunggu...
Sonic Master
Sonic Master Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis Artikel

Tidak Ada

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Perbedaan Menyadap dan Merekam dalam Undang-Undang

7 Januari 2022   18:49 Diperbarui: 7 Januari 2022   20:00 1107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Banyak orang yang belum memahami perbedaan menyadap dan merekam, padahal dalam aturan hukum kedua hal tersebut berbeda. Sayangnya, masih banyak yang merasa bingung.

Mungkin Anda sudah tidak asing lagi dengan istilah penyadapan, apa lagi di masa teknologi seperti saat ini. Istilah ini banyak digunakan oleh pasangan yang ingin mengetahui segala aktivitas pasangannya secara diam-diam.

Bahkan alat penyadap saat ini sangat beragam bentuknya. Mulai dari perangkat keras hingga perangkat lunak. Untuk perangkat lunak sendiri sudah banyak yang gratis dan mudah didapatkan. 

Sehingga, orang awam dapat dengan mudah menggunakannya. Padahal, di balik itu semua ada sanksi pidana tindak penyadapan. Artinya, penyadapan tidak boleh dilakukan oleh orang sembarangan.

Dalam undang-undang sudah ditentukan pihak yang legal untuk menyadap. Di luar pihak itu, maka hukumnya ilegal. Berbeda dengan tindak merekam yang memiliki aturannya sendiri dan tidak terlalu mengikat seperti penyadapan.

Mungkin, masih banyak yang bingung apa perbedaan kedua hal tersebut. Oleh sebab itu, pada pembahasan ini kami akan membahas kedua hal yang masih banyak disalahartikan. Simak selengkapnya berikut ini beserta dengan aturan hukum penyadapan.

Perbedaan Menyadap dan Merekam: Menyadap

Menyadap sudah diatur dalam dua undang-undang sekaligus, yaitu UU Telekomunikasi dan UU ITE. UU Telekomunikasi yang dimaksud adalah Pasal 40 Undang-Undang No 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi.

Pada undang-undang ini disebutkan bahwa setiap orang dilarang melakukan penyadapan terhadap informasi yang disalurkan melalui telekomunikasi dalam bentuk apapun. Selain itu, disebutkan juga mengenai pengertian penyadapan.

Yang dimaksud penyadapan adalah setiap kegiatan memasang alat atau perangkat tambahan pada jaringan telekomunikasi. Tujuannya agar memperoleh informasi milik seseorang yang merupakan hak pribadinya dan harus dilindungi.

Sanksi pidana bagi pelaku penyadapan adalah penjara dengan lama tahanan maksimal 15 tahun. Selain itu, penyadapan juga diatur dalam UU ITE pada UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Undang-undang tersebut kemudian diubah menjadi UU No 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang disebut dengan istilah intersepsi. Intersepsi merupakan istilah dari penyadapan.

Pengertian dari intersepsi menurut UU ITE adalah kegiatan untuk mendengarkan, mengubah, menghambat, merekam, membelokkan, dan atau mencatat dokumen elektronik atau transmisi informasi.

Informasi atau dokumen tersebut tidak bersifat publik. Kegiatan menyadap dapat dilakukan menggunakan jaringan kabel atau nirkabel. Misalnya radio frekuensi atau pancaran elektromagnetik. Ini menjadi perbedaan menyadap dan merekam.

Penyadapan hanya boleh dilakukan oleh pihak berwenang dengan tujuan penegakan hukum. Misalnya adalah kepolisian, kejaksaan, atau institusi lain yang sudah ditetapkan berdasarkan undang-undang.

Contohnya adalah KPK yang boleh melakukan penyadapan sebagai barang bukti. Selain itu dianggap ilegal, bahkan terhadap pasangan. Sebab, ada hukum menyadap hp pasangan.

Anda bisa dikenai pidana penjara maksimal 10 tahun kurungan. Atau, Anda juga akan diminta membayar denda paling banyak adalah 800 juta rupiah.

Perbedaan Menyadap dan Merekam: Merekam

Menurut konsultan dan pemerhati cyber law, tindakan merekam buka merupakan penyadapan atau intersepsi seperti yang sudah disebutkan dalam UU Telekomunikasi dan UU ITE Pasal 31 UU No 19/2016.

Hal ini dikarenakan pada saat merekam, tidak ada transmisi informasi elektronik target kepada pelaku. Perekaman suatu realita berupa suara atau video menggunakan tape recorder atau perangkat elektronik lainnya bukan penyadapan.

Sebab, cara kerja kamera atau recorder adalah dengan merekam kejadian atau suara, kemudian mengubahnya menjadi informasi dan dokumen elektronik. Jadi realita tersebut bukan berupa dokumen elektronik.

Apa lagi yang direkam merupakan bersifat publik. Sehingga, tidak masuk ke dalam kriteria penyadapan yang terdapat dalam Pasal 31 UU No 19 Tahun 2016. Bahkan, ditentukan siapa yang berhak melakukan penyadapan.

Namun, Anda bisa juga dijerat UU ITE jika yang direkam berupa hal yang tidak untuk dipublikasi. Misalnya rekaman mengenai percakapan pribadi seseorang dan tanpa pengetahuan orang tersebut.

Percakapan mengenai rahasia negara yang seharusnya disimpan baik-baik karena berpotensi menyebabkan konflik atau masalah lainnya. Atau, pembicaraan yang salah satu pihak ingin merahasiakannya.

Contoh rekaman yang diperbolehkan karena bersifat publik misalnya adalah rekaman operator telekomunikasi, CCTV, atau rekaman untuk publikasi berita. Saat ini Anda juga bisa merekam suatu kejadian kriminal untuk bukti.

Meski sekilas terdengar sama ternyata menyadap dan merekam adalah kegiatan berbeda, sehingga banyak yang salah kaprah. Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa memang terdapat perbedaan menyadap dan merekam.

Ref blog.justika.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun