Mohon tunggu...
Sonic Master
Sonic Master Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis Artikel

Tidak Ada

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Pasal Pemerkosaan: Berapa Lama Ancaman Penjara Menanti?

27 Desember 2021   18:27 Diperbarui: 27 Desember 2021   18:27 421
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kasus kekerasan seksual menjadi salah satu permasalahan serius di Indonesia, sehingga pasal pemerkosaan harus tetap ditegakkan. Berdasarkan data Komnas Perempuan, dalam 12 tahun terakhir angka kasus kekerasan naik sampai 800%.

Angka tersebut sebenarnya hanya permukaan dari sebuah gunung es, karena pada kenyataannya banyak korban lebih memilih diam. Karena takut dengan kenyataan bahwa lingkungannya tidak akan menerima, malah akan menyalahkan.

Semua permasalahan terkait didasari oleh kentalnya budaya patriarki, penyalahgunaan kekuasaan, minimnya pandangan tentang gender dan HAM, serta ketidaksetaraan gender. Sehingga untuk mewujudkan perlindungan pada korban masih sulit.

Bahkan pada beberapa, media malah contoh kasus pemerkosaan memberikan headline atau kata-kata diskriminatif yang menyudutkan korban. Baik dari segi kesalahan perilaku, pergaulan, maupun gaya berpakaian, sehingga menyebabkan pelecehan.

Pasal Pemerkosaan sebagai Dasar Hukum

Perkosaan adalah salah satu bentuk kejahatan di kehidupan masyarakat, tindakannya cenderung mengarah kepada seksualitas. Kasus ini bisa terjadi dimana saja, privat atau publik, korban paling banyak adalah perempuan.

Pelecehan berupa pemerkosaan bisa terjadi pada rentang usia berapa saja, baik dewasa maupun anak-anak. Mengenai penyelesaian perkara ini, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana mengaturnya dalam beberapa pasal.

Perkosaan dikategorikan dalam kejahatan terhadap kesusilaan (misdrijven tegen de zeden), undang-undang bertujuan untuk melindungi para korban dari segala tindak asusila. Tindak pidana perkosaan diatur dalam pasal 285 KUHP.

Dengan lama hukuman pidana pemerkosaan paling lama hingga 12 tahun, serta masuk dalam tindak pidana formal. Namun pada kenyataannya, pasal ini tidak serta merta membuat keadaan menjadi lebih baik.

Menurut Jurnal Andi Hamzah, tahun 2009, Delik-Delik Tertentu (Speciale Delicten). Di dalam KUHP, inti dari tindak pidana ini bisa dijabarkan dalam beberapa poin, seperti berikut ini:

Menggunakan kekerasan atau ancaman, memaksa, dengan bukan pasangan sah, terjadi persetubuhan atau hubungan biologis antara kedua belah pihak. Jika terjadi poin-poin seperti itu, maka dapat dikategorikan sebagai perkosaan.

Dalam rumusannya, undang-undang tidak mengharuskan unsur kesengajaan ketika melakukan perbuatan tersebut, namun unsur kesengajaan harus tetap dibuktikan. Sehingga pelaku dapat diadili saat sidang perkara berlangsung.

Untuk melindungi perempuan dan korban kekerasan lain, perluasan makna tentang kekerasan atau ancaman kekerasan harus terus ditegakkan. Sehingga para penegak hukum terutama hakim dapat menghadapi kasus serupa di masa depan.

Perbuatan memaksa hubungan seksual pada pasangan belum menikah dapat berkembang menjadi perkosaan, terutama jika terdapat penolakan. Cara melaporkan kasus pemerkosaan harus diketahui oleh para korban.

Pasal Pemerkosaan Tidak Menyebutkan Kekerasan Seksual Lain 

Anda seringkali mendengar tentang kekerasan seksual, yaitu setiap tindakan berupa verbal maupun non verbal untuk memanipulasi orang lain mengarah ke seksualitas. Ada beberapa bentuk kekerasan seperti penjelasan berikut.

  1. Perkosaan 

Perkosaan merupakan serangan fisik berupa pemaksaan untuk melakukan hubungan badan, disertai kekerasan, ancaman, bahkan tekanan psikologis. Kasus serupa di Indonesia sudah sangat memprihatinkan, sehingga butuh perubahan lebih baik.

  1. Pelecehan 

Pelecehan terjadi ketika terdapat tindakan fisik atau non fisik menyasar organ serta seksualitas dari korban. Pelecehan bisa berupa siulan (catcalling), verbal, sentuhan, hingga menunjukkan hasrat serta pornografi.

  1. Penyiksaan 

Tindakan menyerang organ serta seksualitas dengan sengaja untuk memperoleh pengakuan, menghukum, memaksa, hingga mengancam termasuk ke dalam penyiksaan. Motif penyiksaan bisa bermacam-macam, termasuk diskriminasi atau lainnya.

  1. Eksploitasi

Eksploitasi merupakan penyalahgunaan kekuasaan untuk mendapatkan kepuasan secara seksual atau keuntungan lain. Praktek eksploitasi paling sering ditemui menggunakan dasar kemiskinan sebagai jalan menuju prostitusi atau pornografi.

  1. Pemaksaan Sterilisasi dan Kontrasepsi 

Pemasangan alat kontrasepsi atau memaksa melakukan sterilisasi tanpa consent dari pasangan termasuk sexual abuse. Tidak adanya persetujuan bisa terjadi karena salah satu pihak menganggap orang lain kurang cakap memberikan keputusan.

  1. Pemaksaan Perkawinan 

Perkawinan diadakan tanpa persetujuan korban juga termasuk dalam kekerasan, karena akan terjadi pemaksaan hubungan di dalamnya. Di Indonesia, peristiwa semacam ini masih terjadi bahkan sudah menjadi tradisi.

  1. Pemaksaan Aborsi 

Pemaksaan aborsi terjadi saat korban dipaksa menggugurkan kehamilan karena tekanan pihak tertentu, misalnya ancaman. Kasus inilah yang saat ini sedang marak, membuat korban putus asa dan mengakhiri hidupnya.

Memperkaya diri dengan edukasi tentang kekerasan terhadap perempuan, Anda dapat meningkatkan rasa waspada. Sehingga pasal pemerkosaan akan lebih dikembangkan lagi demi perlindungan maksimal kepada para korban.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun