Mohon tunggu...
Khusnul Khuluq
Khusnul Khuluq Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

sepak bola

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Kosmologi Al-Kindi

29 Mei 2022   21:28 Diperbarui: 29 Mei 2022   21:33 675
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Kosmologi.

Bagian tentang Aristoteles adalah dongeng tentang seorang raja Yunani, dan tidak ada hubungannya dengan karya Aristotelian yang masih ada. Tenor dari pernyataan ini adalah hortatory, asketis dan bahkan visioner: tugas kita adalah untuk membersihkan jiwa kita dari "noda" yang melekat padanya dari tubuh, dan naik melalui alam surga, akhirnya ke "dunia intelek" di mana ia akan berada dalam "terang Sang Pencipta." 

Jiwa yang dimaksud di sini tampaknya adalah jiwa rasional: bagian bawah jiwa tripartit Plato (bagian yang mudah marah dan concupiscent) digambarkan sebagai fakultas yang duduk di dalam tubuh. Inti dari doksografi psikologis ini tidak berbeda dengan Substansi Inkorporeal: jiwa adalah "substansi sederhana", terpisah dari tubuh. Memang ini disajikan sebagai pesan keseluruhan dari risalah dalam kata penutup al-Kindi.

Kosmologi

Pemikiran al-kindi tentang kosmologi agak berbeda dengan Aristoteles. Andai Aristoteles menyebut tuhan sebagai penggerak pertama, lain halnya dengan al-kindi yang membahaskan tuhan sebagai pencipta. Alam semesta ini tidak besifat kekal pada masa lampau (qodim), tetapi memiliki permulaan. 

Konsep kosmologinya Nampak lebih dekat kepada filsafat Plotinus yang berdalil bahwa yang maha satu adalah sumber dari segala sesuatu di alam ini; alam semesta merupakan emanasi atau pancaran dari yang maha satu. Alam semesta, baik yang spiritual maupun material, terjadi melalui proses pancaran secara langsung dari yang maha satu. 

Proses itu cuma terjadi sekali dan tidak berulang-ulang. Jadi, emanasi sesungguhnya tidak mengenal terminologi "akal sepuluh." Istilah ini muncul akibat perkembangan teori emanasi oleh filsuf berikutnya. 

Al-kindi meyakini bahwa alam merupakan hasil emanasi tuhan, layaknya cahaya yang memancar dari matahari, tetapi alam semesta tidaklah tercipta dari proses emanasi secara langsung, melainkan melalui perantara spiritual, yakni malaikat. Agen-agen spiritual ini pun bertingkat dari yang tertinggi sampai terendah. Antara agen terendah dan alam material inilah terdapat perantara yang merupakan jiwa-dunia.

Mengenai bukti adanya tuhan, al-kindi mengajukan argumentasi kosmologi. Berawal dari pemikiran andai alam ini tak terbatas, baik dari segi ukuran maupun waktunya, lalu dibagi dua, maka muncul pertanyaan, berapa besar bagian masing-masing? Yang di sebut bagian haruslah lebih kecil dari keseluruhan, sehingga bagian pertama terbatas dan kedua terbatas pula. 

Bila bagian-bagian ini dipadukan kembali, maka bagian yang terbatas di tambah dengan bagian lain yang terbatas akan membuahkan hasil yang terbatas pula. Padahal, sejak awal di andaikan bahwa alam ini tak terbatas. Maka, hukum yang berlaku harusnya alam ini terbatas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun