Mohon tunggu...
Khusnul Khotimah
Khusnul Khotimah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Raden Mas Said Surakarta

saya seorang mahasiswa semester 6 Program Studi Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Syariah dari Universitas Raden Mas Said Surakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Bekerjanya Sosiologi Hukum di Tengah Masyarakat

14 Desember 2022   06:52 Diperbarui: 14 Desember 2022   06:58 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Hukum dalam bahasa Inggris "Law", Belanda "Recht", Jerman "Recht", Italia "Dirito", Perancis "Droit". Hukum hidup dalam pergaulan hidup manusia, artinya hukum baru dibutuhkan dalam pergaulan hidup. Fungsinya adalah memperoleh ketertiban dalam hubungan antar manusia. Menjaga jangan sampai seseorang dapat dipaksa oleh orang lain untuk melakukan sesuatu yang tidak kehendaknya, dan lain-lain.

Faktor lain selain tata tertib yaitu keadilan, suatu sifat khas pada hukum yang tidak terdapat pada kententuan-ketentuan lainnya yang bertujuan untuk mencapai tata tertib. Jadi hukum berkenan dengan kehidupan manusia ialah manusia dalam hubungan anar manusia untuk mencapai tata tertib didalamnya berdasarkan keadilan.

Kita sebagai manusia merupakan bagian dari masyarakat, dalam aktivitas sehari-hari, tidak akan pernah lepas dari ketentuan hukum yang berlaku. Setiap orang menurut hukum, dianggap telah mengetahui keberadaan dan keberlakuan suatu ketentuan hukum  yang berlaku di masyarakat. Keberadaan suatu kaidah atau norma hukum di dalam suatu masyarkat dimaksudkan agar tercapai suatu ketertiban, keamanan, keadilan, dan kepastian hukum dalam kehidupan sehari-hari.

Menurut Hans Kelsen, norma hukum itu mengikat bahwa orang harus berbuat sesuai dengan yang diharuskan oleh norma-norma hukum. Bahwa orang harus mematuhi dan menerapkan norma-norma hukum. Efektifitas hukum berarti bahwa orang benar-benar berbuat sesuai dengan norma-norma hukum sebagaimana mereka harus berbuat, bahwa norma-norma itu benar-benar diterapkan dan dipatuhi. Efektivitas adalah kemampuan melaksanakan tugas, fungsi (operasi kegiatan program atau misi) daripada suatu organisasi atau sejenisnya yang tidak adanya tekanan atau ketegangan diantara pelaksanaannya.

Tujuan hukum adalah untuk mencapai perdamaian dengan menciptakan kepastian dan keadilan dalam masyarakat. Kepastian hukum memerlukan pengembangan aturan-aturan hukum yang berlaku umum, yang juga berarti bahwa aturan-aturan tersebut harus diterapkan atau ditegakkan secara tegas. Ini membuat undang-undang diketahui dengan pasti oleh warga masyarakat, karena undang-undang tersebut terdiri dari aturan-aturan tetap untuk peristiwa sekarang dan yang akan datang dan aturan-aturan ini berlaku secara umum. Oleh karena itu,  selain misi kepastian dan keadilan, unsur sangat berguna dalam hukum. Artinya, setiap anggota komunitas mengetahui dengan pasti apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, selain memastikan bahwa anggota komunitas tidak dirugikan kepentingannya dalam komunitas.batas yang sesuai.

Ada beberapa factor yang mempengaruhi keefektivan hukum

  • faktor hukumnya sendiri
  • faktor penegak hokum
  • faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hokum
  • faktor masyarakat
  • Faktor Kebudayaan

Syarat agar hukum menjadi efektif :

  • Undang - Undang dirancang dengan baik, memberi kepastian, mudah dipahami dan kaidahnya jelas;
  • Undang - Undang bersifat larangan (prohibitur) serta bukan memperbolehkan (mandatur); 
  • Sanksi harus sesuai dengan tujuan;

Contoh pendekatan sosiologi dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah adalah metode dakwah yang digunakan oleh Wali Songo untuk menyebarkan Islam di tanah Jawa. Ketika agama Hindu dan Buddha pertama kali masuk ke Indonesia, para pendukungnya menggunakan pendekatan sosiologis untuk memahami masyarakat Jawa melalui Islam. 

Mereka adalah para intelektual yang lama kelamaan menjadi pembaru sosial. Mereka memperkenalkan berbagai bentuk peradaban baru: perawatan kesehatan, pertanian, bisnis, budaya dan seni, masyarakat dan administrasi. Era Walisongo adalah era berakhirnya dominasi Hindu-Budha dalam budaya Indonesia dan digantikan oleh budaya Islam. Mereka adalah simbol penyebaran Islam di Indonesia. Terutama di Jawa. Tentu saja, banyak karakter lain yang berperan juga. 

Namun, peran mereka yang sangat besar dalam mendirikan kerajaan Islam di Jawa, serta pengaruhnya terhadap budaya masyarakat pada umumnya dan dakwahnya yang langsung, membuat "sembilan wali" ini lebih terkenal dibanding yang lain. Contoh kisah Wali antara lain Sunan Kalijaga juga memiliki murid bernama Sunan Geseng. Nama asli sari ini adalah Ki Cokrojoyo. 

Suatu ketika, dalam pengembaraannya, Sunan Kalijaga terhipnotis oleh suara merdu Ki Crokro yang bernyanyi setelah dipetik nira. Kalijaga meminta Ki Cokro mengganti lagunya dengan mengingat Allah. Saat Ki Cokro bernyanyi, gula yang dibuatnya dari nira tiba-tiba berubah menjadi emas. Petani ini terdiam. Dia ingin duduk di bawah Suna Kalijaga. Untuk menguji keteguhan hati calon muridnya, Sunan memerintahkan Ki Kalijaga membaca Cokron tanpa henti sebelum kembali. Setahun kemudian, Sunan Kalijaga mengenang Ki Cokron. Aulia menyuruh murid-muridnya untuk mencari Ki Cokron yang sedang bernyanyi di tengah hutan. Sulit bagi mereka untuk menemukannya karena tempat pengajian Ki Cokro menjadi ladang ilalang dan semak belukar. Syahdan, ketika para murid Sunan Kalijaga sedang membakar ilalang, Ki Cokro muncul dan membungkuk ke arah kiblat. 

Tubuhnya hangus, yang berarti menghanguskan, dilalap api. Juicer ini baik-baik saja, mulutnya menggumamkan lagu. Sunan Kalijaga menghidupkannya kembali dan menamainya Sunan Geseng. Ia menyebarkan agama Islam di desa Jatinom, sekitar 10 kilometer sebelah utara kota Klaten. Masyarakat Yatinom mengenal Suna Geseng sebagai Ki Ageng Gribik. Julukan itu berasal dari keputusan Sunan Geseng untuk tinggal di rumah beratap gribik - daun lontar. Menurut legenda setempat, Ki Ageng Gribik sekembalinya dari ziarah melihat penduduk Yatinom kelaparan. Ia membawa sepotong pai apel yang dibagikan kepada ratusan orang yang kelaparan. Semua orang mendapatkannya. 

Ki Ageng Gribik mengajak warga yang lapar untuk memakan sepotong kue apem sambil membacakan hafalan: Ya-Qowiyyu (Tuhan Yang Maha Esa). Mereka juga mengisi dan sehat. Sampai saat ini masyarakat Jatinom menghidupkan kembali legenda Ki Ageng Gribiki dengan mengadakan upacara "Ya-Qowiyyu" pada bulan Syafar setiap bulannya. Warga memanggang kue apem lalu menempatkannya di masjid. Apem telah mengumpulkan ratusan ribu. Total beratnya sekitar 40 ton. Puncak acara berlangsung setelah salat Jumat. Dari menara mesjid, santri membagikan kue apem bacaan hafalan Ya-Qowiyyu... Ribuan orang yang hadir dalam upacara memperebutkan kera "Gotong Royong".

Hukum tumpul ke atas dan tajam ke bawah ini memiliki makna bahwa pada kenyataan yang terjadi di negara ini, keadilan lebih tajam dalam menghukum masyarakat kelas bawah dibandingkan masyarakat kelas atas atau pejabat tinggi. 

Adapun keluarnya gagasan hukum progresif dilatarbelakangi oleh keadaan aturan Indonesia pasca reformasi yg tidak kunjung mendekati tujuan ideal yaitu aturan yg mensejahterakan masyarakat. Hukum progresif bisa dikonstruksikan menjadi aturan yg selalu berkembang dan gerakan pembebasan dikarenakan bersifat cair & melakukan pencarian menurut satu kebenaran ke kebenaran selanjutnya. apabila dilihat, aturan pada praktiknya cenderung terbelenggu pada pemikiran positivisme aturan semata, sebagai akibatnya seorang tidak bebas pada menemukan makna & tujuan aturan yang haqiqi. Hukum sebagai pengontrol sosial atau law social control, berperan aktif dalam menentukan tingkah laku kebiasaan/perilaku manusia yang dianggap menyimpang dari aturan hukum. Sehingga hukum dapat menghukum para pelanggar. 

Jadi Proses hukum dapat berjalan dengan baik, hukum harus disosialisasikan dan penegakan hukum harus seadil-adilnya. Sebagai langkah awal Hukum memiliki batasan penerapannya dalam sosiologi hukum harus diperhatikan dan dipahami bahwa hukum memiliki harapan positif untuk mengubah masyarakat dan mendukung pembangunan.

Dalam sosio-legal, studi hukum dapat dilakukan baik dari perspektif ilmu hukum atau ilmu sosial atau dari kombinasinya. Penelitian hukum sosial adalah penelitian hukum yang menggunakan pendekatan ilmu hukum dan sosial. Studi hukum di negara-negara berkembang membutuhkan pendekatan yurisprudensi dan ilmu sosial. 

Namun, pendekatan ini tidak membantu untuk memahami bagaimana hukum bekerja dalam realitas sehari-hari dan bagaimana hukum berhubungan dengan konteks sosial. Atau "bagaimana efektivitas hukum dan kaitannya dengan konteks ekologis". Hal pertama yang perlu dipahami adalah bahwa kajian hukum sosial tidak identik dengan sosiologi hukum, sebuah disiplin ilmu yang sudah lama dikenal di Indonesia. Kata "masyarakat" tidak mengacu pada sosiologi atau ilmu-ilmu sosial. 

Sarjana keadilan sosial biasanya tinggal di sekolah hukum. Mengutip Wheeler dan Thomas, penelitian sosio-hukum merupakan pendekatan alternatif yang mengkaji kajian pendidikan hukum. Kata "masyarakat" dalam kajian hukum sosial merepresentasikan hubungan antara konteks di mana hukum itu ada (antarmuka ke konteks di mana hukum itu ada). 

Sosiologi hukum sangat menitik beratkan pada wacana hukum yang menjadi bagian dari kehidupan masyarakat sehari-hari. Hukum adalah aturan atau norma sosial yang telah ditetapkan sebagai hukum dalam bentuk undang-undang (hukum negara). Ruang lingkup penelitian menyangkut berfungsi atau tidaknya hukum dalam masyarakat dengan mengkaji struktur hukum dan lembaga kepolisian. Beberapa konsep penting yang digali antara lain kontrol sosial, sosialisasi hukum, stratifikasi, perubahan hukum dan perubahan sosial. Sekolah hukum Indonesia telah merasakan kuatnya pengaruh positivisme hukum. 

Teks hukum diperlakukan sebagai objek alam, dipelajari secara terpisah dari masyarakat. Padahal buku teks hukum kontemporer selalu memuat aliran-aliran "baru", seperti teori hukum kritis, bahkan yurisprudensi feminis. Arus lain di luar positivisme hukum, bagaimanapun, tampaknya hanya menarik kalangan terbatas sarjana hukum.

Pada dasarnya hukum mengandung aspek ideal dan realitas atau aspek normatif dan aspek empiris. Penelitian fikih tidak dapat dipisahkan dari hubungannya dengan masyarakat, sehingga sulit untuk memisahkan ilmu fikih dengan ilmu-ilmu sosial lainnya. Oleh karena itu, pahamilah bahwa penelitian hukum sosial adalah bagian dari yurisprudensi.

Kajian tentang pluralisme hukum bukanlah merupakan mata pelajaran atau bidang kajian yang baru di Indonesia. Sederhananya, pluralisme hukum hadir sebagai kritik terhadap sentralisme dan positivisme dalam penerapan hukum pada masyarakat. Ada beberapa cara untuk memahami pluralisme hukum. 

Pertama, pluralisme hukum menjelaskan hubungan antara berbagai sistem hukum yang beroperasi di masyarakat. Kedua, pluralisme hukum mencerminkan berbagai hukum sosial yang ada. Ketiga, menjelaskan hubungan, kesejajaran dan persaingan antar sistem hukum. Keempat, pluralisme hukum mencerminkan pilihan warga negara untuk menerapkan hukum tertentu dalam konflik. Dari keempat perspektif tersebut dapat kita lihat bahwa pluralisme hukum merupakan suatu realitas dalam kehidupan masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun