Mohon tunggu...
Khusnul Khofiva
Khusnul Khofiva Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

Mari Belajar

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Tips Mengatasi Masalah Belajar Peserta Didik

3 November 2019   14:28 Diperbarui: 3 November 2019   18:38 2553
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ilmu pendidikan berpendirian bahwa semua anak memiliki perbedaan dalam perkembangan yang dialami, kemampuan yang dimiliki, dan hambatan yang dihadapi. Akan tetapi ilmu pendidikan juga berpendirian bahwa meskipun setiap anak mempunyai perpedaan-perbedaan, mereka tetap sama yaitu sebagai seorang anak. Oleh karena itu jika kita berhadapan dengan seorang arang anak, yang pertama harus dilihat, ia adalah seorang anak, bukan label kesulitannya semata-mata yang dilihat. 

Dengan kata lain pendidikan melihat anak dari sudut pandang yang positif, dan selalu melihat adanya harapan bahwa anak akan dapat berkembang secara optimal sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Sudut pandang seperti inilah yang mendorong para pendidik untuk bersikap optimis dan tidak pernah menyerah.

Pendidikan memposisikan anak sebagai pusat aktivitas dalam pembelajaran. Ketika pembelajaran dilakukan maka pertimbangan pertama yang diperhitungkan adalah apa yang menjadi hambatan belajar dan kebutuhan anak. Apabila hal itu dapat diketahui maka aktivitas pendidikan akan dipusatkan kepada apa yang dibutuhkan oleh seorang anak, bukan pada apa yang diinginkan oleh orang lain. 

Pendirian seperti itu menganggap bahwa fungsi pendidikan antara lain untuk memfasilitasi agar anak berkembang menjadi dirinya sendiri secara optimal sejalan dengan potensi yang dimilikinya.

Dalam rangka pengembangan potensi diri, setiap siswa mempunyai kemampuan yang berbeda-beda. Ada siswa yang dapat mencapainya tanpa kesulitan, namun tidak sedikit siswa mengalami banyak kesulitan. Kita sering menemukan beberapa masalah pada siswa, seperti malas, mudah putus asa, acuh tak acuh disertai sikap menentang guru merupakan bagian dari masalah belajar siswa. 

Masalah tersebut kecenderungan tidak semua siswa dapat menyelesaikan dengan sendirinya. Sebagian orang mungkin tidak mengetahui cara yang baik untuk memecahkan masalah sendiri. Sebagian yang lain tidak tahu apa sebenarnya masalah yang dihadapi. Ada pula seseorang yang tampak tidak mempunyai masalah, padahal ada masalah yang dihadapinya. Sehingga siswa sulit meraih prestasi belajar di sekolah, padahal telah mengikuti pelajaran dengan sungguh-sungguh.

Bila keberhasilan merupakan dambaan setiap orang, maka kegagalan juga dapat terjadi pada setiap orang. Beberapa wujud ketidakberhasilan siswa dalam belajar yaitu : memperoleh nilai jelek untuk sebagian atau seluruh mata pelajaran, tidak naik kelas, putus sekolah (dropout), dan tidak lulus ujian akhir. 

Kegagalan dalam belajar berarti rugi waktu, tenaga, dan juga biaya serta tidak kalah penting adalah dampak kegagalan belajar pada rasa percaya diri. Kerugian tersebut bukan hanya dirasakan oleh yang bersangkutan tetapi juga oleh keluarga dan lembaga pendidikan. Oleh karena itu upaya mencegah atau setidak tidaknya meminimalkan, dan juga memecahkan kesulitan belajar melalui diagnosis kesulitan belajar siswa merupakan kegiatan yang perlu dilaksanakan.

Nah disini guru sangat berperan penting dalam mengatasi masalah belajar setiap peserta didik. Sebagai guru sudah seharusnya kita mengenal dan memahami karakteristik masing-masing dari peserta didik yang kita ajar. Setiap peserta didik tentunya memiliki perbedaan, seperti apa yang ia sukai dan tidak ia sukai, kemudian gaya belajar anak yang berbeda-beda, bakat masing-masing anak dan tentunya kita harus mengetahui latar belakang anak juga. Mengapa ia mengalami kesulitan belajar, apakah ada masalah di rumah atau bagaimana kita sebagai guru harus tahu.

Hal tersebut dapat diketahui denga cara sebelum pembelajaran dimulai kita dapat melakukan obrolan-obrolan santai sebagai pemanasan. Misalnya bagaimana keluarganya, tinggalnya dimana, dimana ayah dan ibu bekerja, kakak dan adik ada berapa dan sekolah dimana, berapa lama mereka bisa berkumpul bersama-sama setiap harinya, apa yang dia sukai dan tidak, kegemarannya apa, ada teman yang disukai dan tidak disukai atau tidak, kira-kira seperti itu dan lain sebagainya.

Sering terjadi, anak-anak yang mengalami masalah di sekolah disebabkan karena faktor dari rumah. Misalnya kurang mendapatkan kasih sayang dan perhatian dari orang tua. Atau mungkin ayahnya sudah tiada, kemudian ibunya yang bekerja pergi pagi pulang petang, sampai di rumah anak sudah tidur. Si anak dititipkan ke neneknya sehingga kurangnya perhatian dan komunikasi antara anak dan orang tua. Sehingga hal tersebut berimbas ke pendidikan si anak.

Pada dasarnya dari setiap jenis masalah, khusunya dalam masalah belajar peserta didik di SD, cenderung bersumber dari faktor-faktor yang melatarbelakanginya atau aktor penyebabnya. Nah, sebagai guru kita harus mengetahui siapa siswa yang mengealami masalah dan jenis masalah yang dihadapi itu apa. Sebab-sebab timbulnya masalah belajar pada peserta didik dikelompokkan ke dalam dua kategori, yaitu:

Faktor-faktor internal (faktor-faktor yang berada pada diri peserta didik itu sendiri), antara lain:

  1. Gangguan secara fisik, seperti: cacat tubuh, panca indra berkembang kurang sempurna sehingga mempersulit komunikasi dan penyakit menahun sehingga menghambat proses belajar
  2. Kelemahan emosional, seperti: terdapatnya rasa tidak aman, penyeseuaian diri yang salah terhadap orang-orang, situasi dan lingkungannya, tertekan karena rasa phobia (takut atau benci terhadap sesuatu).
  3. Kelemahan yang disebabkan karena kebiasaan dan sikap yang salah, seperti: malas dan tidak bernafsu untuk belajar, sering bolos dan tidak mengikuti pelajaran, cemas atau nervesan, kurang perhatian dan cenderung acuh terhadap pekerjaan sekolah dll.
  4. Tidak memiliki ketrampilan-ketrampilan dan pengetahuan dasar, seperti: tidak mampu membaca, berhitung, kurang menguasai pengetahuan dasar bidang studi yang sedang diikutinya secara berurutan dan meningkat, memiliki kebiasaan belajar dan cara belajar yang salah.

Faktor-faktor eksternal (faktor-faktor yang timbul dari luar diri individu, seperti lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat), antara lain:

  1. Keluarga yang tidak harmonis atau broken home, hal tersebut dapat mempengaruhi kejiwaan anak dan berimbas pada pendidikannya.
  2. Terlalu sering pindah sekolah, hal ini ada kaitannya dengan faktor yang pertama juga.
  3. Terlalu berat beban belajar peserta didik atau mengajar guru.
  4. Kekurangan gizi
  5. Kelemahan dari sistem belajar mengajar pada tingkat-tingkat pendidikan (dasar / asal) sebelumnya.

Nah dari beberapa faktor penyebab diatas dapat diketahui salah satunya pada faktor internal, misalnya malas belajar. Apa yang menyebabkan siswa menjadi malas belajar bahkan tidak nafsu belajar. 

Perlu diketahui mungkin saja si anak tidak menyukai pelajarannya, misal pelajaran matematika anak susah memahami materi dan akhirnya tidak memperhatikan gurunya saat mengajar. 

Bisa karena pelajarannya terlalu susah, cara penyampaian materinya membosankan atau mungkin tidak suka dengan guru yang mengajar. Atau mungkin si anak terkena virus gadget yang marak pada masa kini. 

Game atau permainan yang ada di dalam gadget sudah merasuki jiwa si anak sehingga tidak lagi tertarik dengan yang namanya belajar, bahkan lebih banyak waktu bermain gadget daripada belajar. Bahkan kebanyakan orang tua merayu anaknya yang malas belajar dengan diming-imingi setelah belajar boleh bermain gadget. 

Hal tersebut malah membuat anak fokus terhadap bermain gadgetnya bukan konsentrasi belajarnya. Karena ia ingin cepat-cepat selesai belajar kemudian ingin segera bermain gadget. Sebaiknya ada batasan usia anak boleh bermain atau menggunakan gadget, agar anak tidak mudah terkena virus gadget yang dapat mempengaruhi belajarnya.

Kemudian dalam faktor eksternal yang paling memicu ialah lingkungan keluarganya. Pada dasarnya, pendidikan yang utama itu datangnya dari lingkungan keluarga. 

Tingkat kesuksesan dan keberhasilan anak datang dari dukungan dan motivasi orang tuanya. Jika si anak mengalami kesulitan belajar atau selalu malas dalam belajar di sekolah maupun di rumah, mungkin si anak kurang motivasi dan dukungan dari orang tuanya, bisa dibilang kurang diperhatikan karena keluarganya tidak harmonis atau mengalami broken home. 

Atau mungkin orang tua yang bekerja dari pagi sampai malam sehingga perhatian pada anaknya sangat kurang. Hal ini yang menyebabkan anak menjadi malas belajar. Kurangnya komunikasi dengan orang tua juga menyebabkan malas belajar, karena orang tua acuh terhadap pendidikan anak, sehingga anak berpikir "untuk apa aku belajar, ayah ibu saja tidak pernah menanyakan hasil belajarku".

Nah sebagai guru, setelah mengetahui faktor penyebab masalah belajar, kita harus mampu mengatasi masalah belajar yang di alami oleh peserta didik kita. Berikut merupakan upaya untuk mengatasi masalah belajar siswa antara lain:

1. Memberikan motivasi belajar, motivasi atau dorongan terhadap siswa sangatlah penting untuk pencapaian kinerja atau prestasi belajar siswa. Guru juga memberikan motivasi berupa masukan-masukan kepada siswa berupa kata-kata positif misalkan kalian bisa maju dan sukses di masa akan datang apabila kalian mau belajar dengan tekun dan bersungguh-sungguh. Guru juga memberikan masukan berupa dampak dari malas belajar maka nilainya akan menjadi rendah dan tidak tuntas. Guru merupakan orang tua di sekolah, sebagai guru kita harus mampu berperan layaknya sebagai orang tua para siswa. Karena anak tidak mendapatkan motivasi atau dukungan dari orang tua kita sebagai orang tua di sekolah harus memberikan motivasi dan dukungan kepada anak agar anak semangat belajar, mengejar cita-cita dan menggapai impian.

2. Memberi variasi metode belajar, karena anak pada dasarnya cepat bosan sebagai guru kita harus menggunakan metode atau cara mengajar yang diharapkan dapat terlaksana dengan baik. Misalnya pada pelajaran matematika, anak sering merasa cepat bosan karena cara mengajar yang monoton, terlalu kaku dan menegangkan. 

Sebagai guru kita harus mampu menciptakan suasana belajar yang nyaman dan tidak membosankan seperti diskusi kelompok, metode tanya jawab ataupun dengan permainan pasti anak akan merasa tertarik dan memperhatikan pelajaran. Selain itu, kita juga dapat menggunakan media yang ada seperti LCD, kita dapat menayangkan video yang berkaitan dengan pelajaran agar anak tidak merasa jenuh.

3. Memberikan latihan yang cukup dan berulang, belajar itu harus banyak latihan untuk mengetahui pemahaman siswa terhadap materi pelajaran. Semakin banyak dan kuat latihannya itu akan semakin baik. Pemberian latihan berupa soal hendaknya diberikan secara betahap, misal dari yang sangat mudah ke mudah agak sulit sampai soal yang sulit. Cara pemberian latihan yaitu guru menuliskan soal kemudian siswa disuruh menjawab di buku tulis masing-masing, setelah itu salah satu siswa diminta untuk maju ke depan dan menuliskan jawabannya di papan tulis. Setiap siswa yang maju kedepan akan mendapat nilai tambahan. Memberikan latihan yang cukup seperti ini akan memudahkan siswa untuk memhai materi yang disampaikan karena soal-soal yang diberikan bervariasi, dari soal yang mudah ke soal yang lebih sukar.

4. Memberikan program perbaikan atau Remedial, pembelajaran remedial pada hakikatnya adalah pemberian bantuan kepada peserta didik yang mengalami kesulitan atau keterlambatan belajar. Sehubungan dengan itu, langkah-langkah yang perlu dikerjakan dalam pemberian pembelajaran remedial meliputi dua langkah pokok, yaitu pertama mendiagnosis kesulitan belajar, dan kedua memberikan perlakuan (treatment) pembelajaran remedial.

5. Menggunakan media, dalam pembelajaran jika menggunakan media akan memudahkan kita sebagai guru dalam menyampaikan materi dan juga memudahkan siswa dalam menangkap pelajaran apa yang telah kita sampaikan. Karena penggunaan media dapat memperjelas materi pelajaran tidak hanya teori dan imajinasi saja tetapi dalam bentuk real. Misalnya dalam pelajaran matematika, dalam materi sifat dan bentuk bangun ruang. Kita dapat membawa media yang berhubungan dengan materi. Sebagai contoh bangun ruang kubus, medianya berupa benda kotak yang berukuran sama terbuat dari  kardus misalnya kemudian siswa lebih memperhatikan benda apa itu seperti itu. Kemudian dalam menjelaskan materi juga lebih mudah dengan langsung mempraktekkan sisi itu yang ini loh anak- anak, sudut itu yang ini, sehingga anak pun lebih tertarik tentunya. Sehingga pembelajaran lebih terarah dan sesuai prosedur. Siswa senang kita pun enak.

6. Melakukan kolaborasi dengan orang tua, jika kita sudah mengajarkan dan mendidik siswa di sekolah dengan baik dan sesuai prosedur, tapi orang tua tidak ikut andil dalam hal ini sama saja kurang efektif. Sebagai orang tua alangkah baiknya mempriotaskan anak daripada kegiatan yang lain demi masa depan si anak. Dalam hal ini guru atau pihak sekolah melakukan kolaborasi dengan orang tua dengan mengadakan rapat pertemuan orang tua dengan wali kelas untuk membahas masalah si anak dan cara menanganinya. Jika di sekolah sudah ditangani namun di rumah dibiarkan begitu saja, maka dari itu kami melakukan kolaborasi dan kerja sama mengenai masalah tersebut untuk masa depan si anak.

Nah, dari upaya yang dilakukan guru di sekolah orang tua juga sangat berperan penting dalam proses pendidikan si anak. Karena orang tua (keluarga) merupakan tempat pendidikan pertama bagi si anak. Tempat ternyaman ada pada keluarga. 

Jadi buatlah anak menjadi nyaman di keluarga, jika anak merasa kurang diperhatikan dan kurang kasih sayang, anak akan menjadi tempramental, acuh terhadap pendidikan, tidak perduli terhadap lingkungan sekitar dan awur-awuran. Takutnya anak akan mudah terjerumus ke hal-hal yang negatif. Ikut tawuran, pergaulan bebas, dan sering bolos sekolah. 

Maka dari itu pentingnya peran orang tua dalam proses perkembangan dan proses belajar anak, walaupun di sekolah diberi perhatian dan kasih sayang oleh guru, anak akan lebih senang dan bahagia apabila orang tuanya yang memberikannya. Karena ikatan orang tua dan anak sangatlah kuat maka dapat berpengaruh terhadap psikis si anak dan tentunya berpengaruh terhadap hasil belajar si anak pula.

 

Datar Pustaka

  1. Mukhlishah. 2013. Bimbingan dan Konseling. Skripsi.
  2. Budiyanto, Unggul. 2015. Upaya Guru dalam Mengatasi Kesulitan Belajar Pendidikan Kewarganegaraan pada Siswa Kelas IV SD Negeri Bibis Bangunjiwo Kasihan Bantul. Yogyakarta: PGSD FKIP Universitas PGRI Yogyakarta.
  3. Hasanah, Noor. 2016. Upaya Guru dalam Mengatasi Siswa Berkesulitan Belajar Matematika di Kelas IV SDIT Ukhuwah Banjarmasin. Jurnal PTK dan Pendidikan. Vol(2). No(2): 31

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun