Mohon tunggu...
Khusnul khatimah
Khusnul khatimah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Salam Kenal

Setiap manusia memiliki tugas yang harus dipertanggung Jawabkan

Selanjutnya

Tutup

Tradisi Pilihan

Budaya dan Tradisi Menyambut Ramadhan di Kampung Lampe Desa Benteng Tellue

2 April 2022   20:24 Diperbarui: 2 April 2022   20:27 687
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tradisi. Sumber ilustrasi: UNSPLASH

Assalamualaikum warahmatullah wabarakaatuh. Pada artikel kali ini, saya akan menyajikan sebuah tulisan sebagi ungkapan Kebahagiaan menyambut bulan suci Ramadhan. Ada salah satu hadits yang mengatakan bahwa "barang siapa yang berbahagia, gembiraa, dan senang karena masuknya bulan ramadan makan jasadnya haram masuk kedalam neraka". 

Bulan Ramadhan merupakan salah satu bulan dari dua belas bulan hiriyyah yang paling ditunggu-tunggu oleh seluruh ummat islam diseluruh dunia. Mengapa tidak, pada bulan ramadan semua nasib manusia sama yaitu sama-sama menahan lapar haus dan dahaga, serta sama-sama menikmati nikmatnya berbuka puasa Ketika adzan magrib telah berkumandang. 

Pada bulan ini pulalah semua perbuatang yang kita kerjakan bernilai ibadah dan pahala dilipat gandakan serta pintu surga terbuka dan yang paling hebatnya tidak ada setan yang berkeliaran karena mereka diikat. 

Setiap ummat islam memiliki cara dalam menyambut Ramadhan, memiliki cara dan adat ataupun tradisi yang berbeda untuk mengekspresikan betapa bahagianya mereka Ketika bulan Ramadhan tiba. 

Sebelum membahas hal ini, ada hal hal yang biasa menurut banyak orang, tapi menurut saya ini adalah hal yang sangat istimewa. Yang pertama adalah semangat kita dalam meramaikan masjid dan berjamaah. 

Salah satu faktornya adalah karena pada bulan Ramadhan ada suatu ibadah khusus selain berpuasa di siang hari, yaitu ibadah shalat tarwih yang dilaksanakan pada malam hari setelah menunaikan shalat fardu isya. Bahkan sebelum itu ada kegiatan buka Bersama di masjid terdekat masing-masing. 

Berbicara mengenai buka Bersama dimesjid, di desa saya khususnya yang berada disekitar masjid "Nurul Yaqin" kampung lampe, memberikan kesempatan untuk setiap rumah bersedekah untuk menyediakan menu buka puasa dimesjid. Setiap rumah diberikan kebebasan untuk menyajikan menu apapun. 

Mari kita mundur selangkah untuk membahas budaya apa saja yang ada di desa saya ini dalam menyambut bulan ramadan yang penuh berkah ini. Setelah mewawancarai salah satu tokoh agama yang paling dekat dengan saya, budaya yang terdapat pada desa ini adalah mengadakan syukuran dengan menyembelih ayam dan makan Bersama keluarga besar dengan tujuan berdoa dan syukuran atau bersyukur karena Allah masih memberi kita kesempatan untuk bertemu bulan yang datang sekali dalam setahun saja. Budaya ini telah ada semenjak masjid nurul yaqin ini belum berdiri. 

Apa yang dilakukan budaya ini? Karena ini adalah pedesaan yang setiap harinya sangat jarang bahkan bisa menghitung jari dalam mengkonsumsi ayam, maka menyembelih ayam merupakan budaya yang turun temurun. Namun terkadang ayam yang disembelih harus memenuhi kriteria seperti harus bulu hitam, namun hal ini hanya berlaku pada acara acara tertentu. 

Setelah menyembelih ayam yang selanjutnya diolah menjadi makanan khas dan wajib ada, selanjutnya ayam tersebut disajikan dan disandingkan dengan nasi ketan. Umumnya nasi ketan yang disajikan ada dua warna yaitu nasi ketan hitam dan nasi ketan hitam. Selanjutnya kami menunggu sesepuh yang telah dipercaya memiliki ilmu untuk memulai acara syukuran ini. 

Selanjutnya muncul pertanyaan dari hati saya, apa yang para sesepuh ini baca?. Yang dibaca oleh mereka adalah ayat suci Al-Quran namun tidak diajarkan kepada sembarangan orang. Tak lupa pula menyalakan dupa yang berisi kemenyan dengan aroma khusus diletakkan didekat makanan yang telah disajikan. 

Apakah budaya ini tetap dibudayakan oleh masyarakat yang merantau?. Ketika bulan puasa akan tiba, banyak dari masyarakat Kembali ke kampung asal mereka atau mudik, namun karena adanya covid dan berlakunya PPKM, maka banyak dari mereka mengurungkan niat untuk pulang. Mereka ternyata tetap melakukan budaya ini dengan menggunakan teknologi yang ada seperti video call atau hanya panggilan suara. Karena sesepuh kami tidak terlalu menguasai perkembangan teknologi yang ada maka hanya melalui panggilan suara . 

Dengan cara menelfon sepanjang budaya ini dilakukan. Namun yang menjadi perbedaan adalah dupa hanya dinyalakan oleh sesepuh dan tidak bagi yang merantau. Bagi yang merantau mereka hanya menyajikan makanan. Setelah acara ini selesai, selanjutnya makan Bersama keluarga. Hal yang tidak pernah terlupakan setiap ada acara-acara syukuran adalah saling berbagi. 

Saling berbagi ke sesama tetangga terdekat, hal ini pula yang menjadikan kerukunan di desea ini sangat indah. Biasanya budaya ini dilakukan sehari sebelum tanggal satu ramadan masuk dan bisa menjadi santapan sahur pertama. Saya juga bersyukur karena diberi kesempatan untuk makan bersama dan menyaksikan secara langsung.

Selain itu tradisi atau yang menjadi budaya di desa ini adalah ziarah ke kuburan keluarga yang telah mendahului bertujuan untuk mendoakan ahli kubur, mengenang, dan mengingat bahwa kita juga akan berada didalam sana. Dengan membawa air untuk menyiram dan setelah itu berdoa Bersama. Ketika ziarah kubur, terkadang mengundang sesepuh untuk berdoa. 

Setelah itu karena enggan memberi uang itulah mengapa terkadang membawa rokok jika sesepuh tersebut merokok. Selain itu mereka juga terkadaang meletakkan sebatang rokok yang telah dibakar diatas nisan bagian samping kanan atau kiri sebagai tanda bahwa si ahli kubur semasa hidupnya memilki kebiasaan merokok. 

Ketika kita membandingkan budaya yang paling sering dilakukan masyarakat, maka budaya syukuran dengan menyembelih ayam adalah budaya yang paling sering dilakukan, karena ziarah kubur membutuhkan tenaga dan waktu yang lama karena pekuburan di desa ini jauh dari pemukiman warga dan jalan yang ditempuh juga kurang mendukung dan terkadang tidak bisa dijangkau oleh kendaraan lebih lagi kalau musim hujan karena takut mendapat musibah seperti kendaraan terjebak didalam lumpur.   

Inila kedua budaya yang dilakukan di desa Benteng Tellue.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Tradisi Selengkapnya
Lihat Tradisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun