Apakah budaya ini tetap dibudayakan oleh masyarakat yang merantau?. Ketika bulan puasa akan tiba, banyak dari masyarakat Kembali ke kampung asal mereka atau mudik, namun karena adanya covid dan berlakunya PPKM, maka banyak dari mereka mengurungkan niat untuk pulang. Mereka ternyata tetap melakukan budaya ini dengan menggunakan teknologi yang ada seperti video call atau hanya panggilan suara. Karena sesepuh kami tidak terlalu menguasai perkembangan teknologi yang ada maka hanya melalui panggilan suara .Â
Dengan cara menelfon sepanjang budaya ini dilakukan. Namun yang menjadi perbedaan adalah dupa hanya dinyalakan oleh sesepuh dan tidak bagi yang merantau. Bagi yang merantau mereka hanya menyajikan makanan. Setelah acara ini selesai, selanjutnya makan Bersama keluarga. Hal yang tidak pernah terlupakan setiap ada acara-acara syukuran adalah saling berbagi.Â
Saling berbagi ke sesama tetangga terdekat, hal ini pula yang menjadikan kerukunan di desea ini sangat indah. Biasanya budaya ini dilakukan sehari sebelum tanggal satu ramadan masuk dan bisa menjadi santapan sahur pertama. Saya juga bersyukur karena diberi kesempatan untuk makan bersama dan menyaksikan secara langsung.
Selain itu tradisi atau yang menjadi budaya di desa ini adalah ziarah ke kuburan keluarga yang telah mendahului bertujuan untuk mendoakan ahli kubur, mengenang, dan mengingat bahwa kita juga akan berada didalam sana. Dengan membawa air untuk menyiram dan setelah itu berdoa Bersama. Ketika ziarah kubur, terkadang mengundang sesepuh untuk berdoa.Â
Setelah itu karena enggan memberi uang itulah mengapa terkadang membawa rokok jika sesepuh tersebut merokok. Selain itu mereka juga terkadaang meletakkan sebatang rokok yang telah dibakar diatas nisan bagian samping kanan atau kiri sebagai tanda bahwa si ahli kubur semasa hidupnya memilki kebiasaan merokok.Â
Ketika kita membandingkan budaya yang paling sering dilakukan masyarakat, maka budaya syukuran dengan menyembelih ayam adalah budaya yang paling sering dilakukan, karena ziarah kubur membutuhkan tenaga dan waktu yang lama karena pekuburan di desa ini jauh dari pemukiman warga dan jalan yang ditempuh juga kurang mendukung dan terkadang tidak bisa dijangkau oleh kendaraan lebih lagi kalau musim hujan karena takut mendapat musibah seperti kendaraan terjebak didalam lumpur. Â Â
Inila kedua budaya yang dilakukan di desa Benteng Tellue.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI