Mohon tunggu...
khusnul ashar
khusnul ashar Mohon Tunggu... Editor - Editor

Ordinary people

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Wirausaha Sosial, Mengubah Tantangan Sosial Menjadi Peluang Bisnis Berkelanjutan

4 Oktober 2024   14:06 Diperbarui: 4 Oktober 2024   14:08 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Grameen Bank didirikan di Bangladesh oleh Muhammad Yunus -- pengajar ekonomi di Chitagong University Bangladesh- pada tahun 1997 dengan tujuan memberikan akses kredit mikro kepada masyarakat miskin, terutama perempuan, yang tidak memiliki akses ke layanan perbankan konvensional. Masalah yang dihadapi adalah banyak masyarakat di pedesaan yang tidak memiliki jaminan atau kredit, sehingga tidak bisa mendapatkan pinjaman untuk memulai usaha kecil-kecilan.

Solusinya adalah memberikan pinjaman mikro tanpa jaminan dengan bunga rendah, yang memungkinkan mereka untuk memulai bisnis kecil seperti menjual kerajinan tangan atau berdagang. Dalam model ini, Grameen Bank memberikan pelatihan dan pendampingan kepada para peminjam, memastikan bahwa mereka dapat mengelola pinjaman dengan baik dan mengembangkan bisnis mereka.

Dampak Sosial dan Keberlanjutan: Grameen Bank berhasil memberdayakan jutaan orang keluar dari kemiskinan dengan memberikan akses ke modal. Keberhasilan bank ini menunjukkan bahwa dengan inovasi dan pendekatan yang tepat, tantangan ekonomi dapat diatasi secara berkelanjutan. Bank ini juga telah menginspirasi lahirnya berbagai institusi microfinance di seluruh dunia. Sejak pendiriannya, Grameen Bank telah memperluas operasinya ke lebih dari 100 negara, termasuk negara-negara seperti India, Filipina, Indonesia, Afrika Selatan, dan beberapa negara Amerika Latin. Di Indonesia, replikator model Grameen Bank antara lain adalah Mekaar dibawah PT. PNM ( Permodalan Nasional Madani) dan PT. MBK ( Mitra Bisnis Keluarga ).  Prof. Yunus menerima penghargaan nobel perdamaian di tahun 2006.

2. BioLite -- Teknologi Energi Terbarukan untuk Daerah Terpencil

BioLite adalah perusahaan wirausaha sosial yang memproduksi kompor hemat energi dan lampu tenaga surya untuk masyarakat di daerah-daerah terpencil yang tidak memiliki akses listrik. Di banyak wilayah di Afrika dan Asia, masyarakat masih menggunakan kayu bakar untuk memasak, yang tidak hanya berdampak buruk pada kesehatan tetapi juga berkontribusi pada deforestasi dan emisi karbon.

Kompor ramah lingkungan BioLite ditemukan oleh dua orang insinyur Amerika, yaitu Jonathan Cedar dan Alec Drummond. Mereka mendirikan BioLite pada tahun 2009 dengan tujuan untuk menciptakan solusi energi bersih dan terjangkau bagi masyarakat yang tidak memiliki akses listrik di daerah-daerah terpencil, sekaligus mengurangi dampak negatif dari penggunaan bahan bakar seperti kayu bakar yang sering digunakan untuk memasak di wilayah-wilayah tersebut.

Mereka menciptakan kompor ramah lingkungan yang tidak hanya mengurangi kebutuhan akan kayu bakar tetapi juga mampu menghasilkan listrik yang cukup untuk mengisi daya ponsel atau menyalakan lampu kecil. Selain itu, BioLite juga menyediakan lampu tenaga surya yang dapat digunakan di daerah-daerah tanpa akses listrik.

Dampak Sosial dan Keberlanjutan: Dengan menyediakan solusi energi bersih, BioLite membantu meningkatkan kualitas hidup masyarakat pedesaan, mengurangi polusi, dan membantu mitigasi perubahan iklim. Model bisnis BioLite berkelanjutan karena mereka menjual produk-produk ini dengan harga terjangkau dan menggunakan sebagian dari pendapatan untuk mendanai penelitian dan pengembangan lebih lanjut.

3. EcoFaeBrick -- Limbah Kotoran Sapi Menjadi Bahan Bangunan

EcoFaeBrick adalah wirausaha sosial di Indonesia yang berfokus pada penggunaan limbah kotoran sapi untuk membuat batu bata ramah lingkungan. Di banyak wilayah pertanian di Indonesia, kotoran sapi sering kali dibuang begitu saja, mencemari lingkungan dan menyebabkan emisi metana yang berbahaya bagi atmosfer. EcoFaeBrick, didirikan oleh Zaini Mustafa. Beliau adalah seorang wirausahawan asal Indonesia yang memiliki visi untuk menciptakan solusi berkelanjutan bagi dua masalah sekaligus: limbah peternakan dan kebutuhan bahan bangunan yang lebih ramah lingkungan.

Dia melihat masalah ini sebagai peluang untuk menciptakan bahan bangunan yang lebih murah dan ramah lingkungan. Mereka menggunakan kotoran sapi yang diolah menjadi bahan dasar pembuatan batu bata. Batu bata ini tidak hanya lebih murah daripada batu bata konvensional, tetapi juga lebih ringan dan lebih kuat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun