Mohon tunggu...
Khusnul Kholifah
Khusnul Kholifah Mohon Tunggu... Lainnya - Ibu dan Pendidik

Pencinta literasi sains, parenting, dan kesehatan

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Label Khusus Kandungan Gula, Wujud Pentingnya Melek Informasi dan Reformulasi Nilai Gizi

24 Juli 2024   13:57 Diperbarui: 24 Juli 2024   15:00 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi membaca dan memahami label nutrisi | Sumber : Kompas.com.

Konsumsi gula yang berlebihan merupakan salah satu pencetus masalah kesehatan masyarakat yang terkait dengan penyakit tidak menular seperti obesitas, diabetes, penyakit jantung, serta penumpukan lemak di hati. Banyaknya penelitian jangka panjang yang menemukan kaitan antara gula dengan masalah kesehatan di kemudian hari turut menjadi perhatian pemerintah di Indonesia.

Wacana pelabelan kandungan gula pada produk kemasan oleh pemerintah besar kemungkinan tidak jauh berbeda dengan yang telah diterapkan oleh negara Singapura seperti NutriGrade. NutriGrade merupakan pengelompokkan minuman dengan menggunakan level abjad A sampai D berdasarkan kandungan gula dan lemak jenuh yang ada di dalamnya.

Melalui strategi tersebut, beberapa warga Singapura mengaku kandungan gula yang kini terlihat jelas membuat mereka lebih berhati-hati dalam memilih minuman yang lebih sehat.

Adapun bentuk lain label dari informasi yang selama ini berkembang dapat pula berupa colour guide, indikator gula, dan label warna. Bahkan, beberapa supermarket di Indonesia juga sudah mulai memberikan edukasi melalui label peringatan kandungan gula berupa warna berdasarkan pada rekomendasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI).

Tentu saja strategi pelabelan yang sedang direncanakan oleh pemerintah tidak terlepas dari upaya agar masyarakat dapat melek wawasan tentang informasi gizi yang terkandung pada produk kemasan yang akan dibeli dan dikonsumsi.

Dikutip dari laman stories.publiceye.ch, temuan utama dari investigasi baru yang dilakukan oleh Public Eye dan International Baby Food Action Network (IBFAN) menginformasikan bahwa adanya gula tambahan dalam jumlah tinggi pada merek "makanan sehat" di negara yang berpendapatan rendah dan menengah. Informasi tersebut sekaligus memberitahukan bahwa produk yang dijual sama tetapi kandungan gulanya berbeda dengan di negara berpendapatan tinggi.

Fakta di lapangan, masih ada perusahaan "raksasa" asal luar negeri dengan merek terkenal di Indonesia yang mengklaim sebagai produsen makanan sehat atau makanan tambahan yang sempurna tetapi ternyata terdapat gula tambahan dalam jumlah tinggi. Sedangkan di negaranya sendiri tanpa gula tambahan.

Temuan tersebut juga menginformasikan bahwa jumlah gula tambahan seringkali tidak diungkapkan dalam informasi nutrisi yang terdapat pada kemasan produk semacam susu pertumbuhan, makanan cepat saji bayi, dan produk kemasan bergula lainnya.

Sayangnya, di Indonesia hanya diwajibkan menunjukkan jumlah total gula. Sehingga konsumen harus teliti jenis gula apa yang terkandung dalam produk.

Tidak semua gula diciptakan sama. Ada gula alami seperti fruktosa pada sayuran, buah-buahan, dan produk susu (laktosa). Ada pula gula tambahan atau gula yang ditambahkan ke dalam makanan selama pemrosesan produksi atau memasak seperti gula pasir, gula merah, sirup jagung, madu, sirup maple, agave nektar, dan masih banyak lagi.

Dikutip dari wikipedia bahwa gula tambahan dapat menyumbang kelebihan karbohirat dan kalori tanpa memberikan nutrisi ke dalam tubuh. Sedangkan gula alami merupakan bagian penting dari diet sehat karena dikemas dengan nutrisi yang lengkap.

Makanan dan minuman yang mengandung gula tambahan biasanya kurang serat karena dapat dicerna dan diserap ke dalam aliran darah dengan cepat sehingga terjadi lonjakan glukosa darah. Sedangkan, pada gula alami lebih lambat.

Jika tambahan gula tinggi diberikan kepada negara-negara yang memiliki sumber daya yang lebih rendah, justru ini menjadi sebuah tamparan keras bagi kita. "Diskriminasi" ini tidak terlepas dari dua hal yaitu :

Pertama, Regulasi yang lemah. Salah satunya, belum adanya pelarangan memasang iklan pada minuman dengan kandungan kadar gula yang terlalu tinggi. Contohnya, iklan minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) yang tinggi gula masih bertebaran.

Mengingat asupan gula harian masyarakat Indonesia masih banyak yang berasal dari minuman. Inilah pentingnya tindakan segera untuk membenahi kondisi produk pangan yang mengandung gula baik yang berasal dari luar negeri maupun lokal.

Selain itu, iklan produk susu dengan jargon andalan "Tumbuh cerdas bersama susu ini dan itu". Sebagai strategi marketing produk juga terdapat aplikasi penunjang yakni berupa sarana informasi seperti kalender dan kalkulator ovulasi serta kehamilan dan ilmu parenting. Hal tersebut tentu menarik perhatian orang tua yang "dibanjiri" banyak informasi menggiurkan.

Jika pada produk farmasi melewati standar proses pembuktian yang sangat tinggi. Namun tidak demikian dengan produk makanan. Sehingga melalui regulasi baru diharapkan pemerintah dapat melindungi kesehatan konsumen dan memastikan praktik yang adil dalam perdagangan produk pangan. Tidak ada kandungan yang ditutup-tutupi sehingga mengenai informasi kandungan sebenarnya dari produk tersebut telah melalui prosedur baku tanah air.

Kedua, Minat baca yang masih rendah. Kurangnya perhatian membaca label informasi nilai gizi pada produk kemasan dapat berdampak buruk bagi kesehatan. Kebiasaan membaca dan pemahaman label masyarakat di Indonesia bisa dibilang masih rendah.

Melalui membaca informasi gizi pada label bisa menjadi salah satu cara mencegah timbulnya penyakit seperti obesitas. Makanan dan minuman yang turut menyumbang risiko terjadinya penyakit tersebut seperti minuman botolan, kopi siap saji, konsumsi mie instan, hingga makanan manis kemasan.

Sehingga literasi tentang batas aman konsumsi gula harian sangat penting. Masyarakat harus tahu bahwa 1 sendok teh (sdt) gula setara dengan 5 gram gula. Contoh pada sebotol minuman teh soda dengan takaran per saji 250 ml yang mengadung 30 gram gula. Sedangkan ukuran botol tersebut 500 ml yang berarti 30 gram dikalikan dua. Artinya,minuman tersebut mengandung 60 gram gula atau setara 12 sendok teh. Sedangkan rekomendasi batas konsumsi gula per hari oleh Kemenkes RI adalah maksimal 50 gram untuk orang dewasa dan tidak lebih dari 25 gram atau maksimal 30 gram pada anak.

Konsumen Bisa Lebih Terinformasi

Rencana atau wacana realisasi pelabelan khusus kandungan gula pada produk kemasan baik makanan maupun minuman tidak terlepas dari upaya pemerintah yang memuat himbauan penting yang jelas, lebih sederhana, dan mudah dipahami oleh masyarakat.

Selama ini, alih-alih membaca label nutrisi yang menunjukkan komposisi, keamanan, dan kualitas produk tapi ternyata masih ada sebagian masyarakat yang mengabaikannya. Beberapa faktor yang membuat seseorang mengambil keputusan untuk mengonsumsi pangan yang mengandung gula tidak terlepas dari minat baca, pengaruh iklan, pengalaman orang terdekat, dan masih banyak lagi.

Agar upaya tersebut sesuai bidikan, maka sebaiknya diimbangi dengan strategi lain seperti edukasi tentang bahaya konsumsi gula berlebih melalui iklan layanan masyarakat, baliho, pamflet, banner, dan sebagainya. Ibarat kata, edukasi ini sama pentingnya mengenai informasi tentang bahaya merokok.

Apapun saluran yang mudah dijamah oleh masyarakat, di situ terselip iklan. Hal demikian menjadi satu upaya mengimbangi masifnya iklan produk kemasan yang mengandung gula yang kian "menarik perhatian" konsumen.

Banyak sekali pola promosi yang menggunakan influencer sebagai strategi pemasaran untuk meningkatkan penjualan produk. Semisal pada iklan produk susu yang menghadirkan sesama orang tua yang memiliki pengalaman serupa membuat pesan dan nasihatnya menjadi lebih dapat dipercaya. Sudah tidak terhitung jari sepertinya tayangan iklan semacam ini.

Belum lagi dengan penegasan diperkaya dengan vitamin, mineral, dan zat gizi mikro lainnya. Membantu memperkuat pertumbuhan, sistem kekebalan, dan perkembangan kognitif. Orang tua mana yang tidak "tergiur"?

Sehingga melalui iklan yang gencar diharapkan masyarakat menaruh sikap kehati-hatian pada produk kemasan yang mengandung gula. Edukasi tentang gula sangatlah penting untuk memberikan pemahaman komprehensif masyarakat sehingga dapat memastikannya dalam jumlah yang sehat.

Merangsang Reformulasi Produk oleh Industri 

Saya sengaja melakukan pengecekan kandungan gula pada beberapa produk kemasan seperti (1) susu kotak (ultra), (2) ion water, (3) teh kemasan botol, (4) mie instan, (5) susu kental manis, dan (6) kopi instan serbuk.

Alhasil, sebagian besar produk bertuliskan tanpa pemanis buatan, tanpa pengawet, dan tanpa pewarna sintetik. Seperti yang kita ketahui bahwa pemanis buatan, pengawet, dan pewarna sintetik merupakan tiga komponen yang sebaiknya hindari.

Akan tetapi, ternyata masih ada produk yang menggunakan pewarna sintetik dan tidak menjelaskan jenis gula yang dipakai. Meskipun produk tersebut familiar di tengah masyarakat dan lolos uji serta sesuai standar baku BPOM, alangkah baiknya komponen tersebut bisa digantikan oleh pewarna alami yang jauh lebih aman dan minim risiko mengingat konsumen bukan hanya orang dewasa tetapi juga anak-anak.

Oleh sebab itu, sejalan dengan penerapan kebijakan pelabelan khusus kandungan gula pada produk kemasan maka pentingnya pelaku industri untuk mereformulasi produknya agar lebih aman dan sehat. Label gula tambahan harus dicantumkan produsen makanan dan minuman di kemasan sehingga konsumen terbantu.

Yakin bahwa produsen seperti industri makanan bayi, industri MBDK, dan lainnya bisa kompak berpegang pada lebih mengurangi tingkat gula tambahan tanpa mengorbankan kualitas, keamanan, dan rasa. Seiring formulasi ulang produk diharapkan lambat laun bisa menyesuaikan dengan perubahan selera konsumen yang terus membaik.

*****

Pemberian informasi mengenai kandungan gula produk kemasan melalui pelabelan khusus merupakan strategi penting untuk menekan tingkat konsumsi gula pada masyarakat Indonesia yang tinggi.

Pelabelan saja tidak cukup jika yang menjadi objek sasaran tidak menyadari akan hal tersebut. Sehingga dalam mengubah perilaku konsumsi masyarakat akan tepat sasaran apabila didukung dari berbagai pihak.

Diharapkan industri produk kemasan juga bersikap proaktif dan mendukung target kesehatan masyarakat melalui reformulasi produk-produknya. Dibarengi pula dengan pola hidup sehat masyarakat yang melek informasi dengan kesadaran yang tinggi dalam opsi memilih dan memutuskan membeli produk yang lebih sehat.

Semoga bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun