Mohon tunggu...
Khusnul Kholifah
Khusnul Kholifah Mohon Tunggu... Lainnya - Ibu dan Pendidik

Pencinta literasi sains, parenting, dan kesehatan

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Antara Mendidik Anak dengan Lembut, Tegas, dan Keras

11 Juni 2024   21:33 Diperbarui: 11 Juni 2024   21:59 343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi orang tua sedang berinteraksi dengan anak | Sumber : Halodoc.com.

Mendisiplinkan anak dengan cara yang keras faktanya tidak membuat mereka tangguh. Hal demikian akan berimbas pada masalah kesehatan mental dalam jangka panjang. Contoh pola pengasuhan yang keras seperti berteriak, menghukum secara fisik, mengurung anak, melukai harga dirinya, atau menghukum berdasarkan suasana hati (mood) orang tua.

Anak akan tumbuh menjadi pribadi yang terlalu khawatir, berperilaku agresif, terlalu malu dekat dengan orang lain, tidak mudah bersosialisasi, dan sulit mengendalikan diri.

Disiplin ketat atau disiplin yang keras juga dapat berisiko menyudutkan anak untuk terpaksa berbohong demi menghindari hukuman. Tipikal orang tua yang menerapkan parenting demikian biasanya hanya memberi perintah, tidak memberi toleransi, seringkali mengomel dan menghukum, serta hanya memuji hasil terbaik anak.

Sebenarnya mengomel dan menghukum adalah dua hal yang menjadi "bumbu" dalam proses pengasuhan anak. Akan tetapi, penting kiranya orang tua pahami agar melakukannya dalam batasan wajar dan penuh kesadaran. Mengingat beberapa dampak buruknya dapat berimbas pada tumbuh kembang anak yang sulit mandiri dan kurang kreatif lantaran orang tuanya ngomel mulu. Maka, sebaiknya orang tua juga memberikan hukuman yang disertai penjelasan dan sarat edukasi.

Pentingnya Orang Tua "Ngilmu"

Kebiasaan pengasuhan anak dengan kelembutan dan ketegasan tentunya akan memberi contoh pada anak untuk melakukan hal sama. Begitu pula ketika orang tua berkata kasar atau perilaku negatif lainnya, maka anak pun akan menirunya.

Oleh sebab itu, pentingnya orang tua "ngilmu" agar bisa mendidik anak sesuai dengan aturan batasan dan takaran yang tepat. Hal demikian sebagai upaya orang tua berusaha melatih diri disertai ilmu. Tanpa mengilmu, maksud hati mendidik dengan penuh kelembutan kepada anak tetapi akibatnya justru tidak mendidik.

Begitupun pada sikap tegas, agar ketegasan tidak menjelma menjadi sikap keras lagi kasar. Sikap keras apalagi kasar berbeda dengan tegas. Sikap keras rentan mudah marah tetapi keputusannya cenderung dengan cepat berubah.

Lantas, bolehkah orang tua meninggikan suara untuk memperingatkan anak?

Boleh, asal tidak dibarengi emosi lain. Karena yang dikhawatirkan emosi orang tua dilampiaskan kepada anak melalui bentakan.

Ketika orang tua mendidik anak dengan keras maka harus dibarengi dengan kebutuhan sang anak untuk dihargai dan disayangi. Adakala harus "dikerasin" supaya paham. Adakala harus "dihalusin" supaya paham. Mengingat karakter anak berbeda-beda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun