Jumlah saraf yang ada di otak berkurang ketika anak dimaki-maki, kata-kata kasar, bukan hanya fisik. Hal demikian dapat berimbas pada kondisi intelegensi emosional seperti anak tidak percaya diri, bodoh karena kurang stimulasi, mudah takut, berpengaruh pada fisik, dan sebagainya.
Pentingnya para orang tua menyadari hal demikian. Agar orang tua bisa tetap bersikap tegas tanpa adanya bentakan.
Sebagaimana yang penulis alami dalam mendidik si kecil seperti membiasakannya untuk tidak memboyong mainan ke atas kasur apalagi waktu menjelang tidur. Penulis memintanya untuk merapikan dan meletakkan mainannya kembali ke tempat semula.
Jika didapati si kecil menangis, tidak mengapa "membiarkannya". Mainan tetap harus dikembalikan ke tempatnya atau tidak berada di atas kasur lagi. Sampaikan secara tegas dan konsisten alasannya maka diharapkan lambat laun anak menjadi menuruti tanpa adanya tangisan.
Begitu pula ketika penulis menemani si kecil menjelang tidur. Seringkali ia mengajak ngobrol orang tuanya hingga larut malam padahal sudah membaca doa sebelum tidur. Maka, yang penulis lakukan yakni memberinya peringatan seperti jika anak ngobrol terus maka pendingin ruangan (AC) akan dimatikan karena ia tidak segera tidur sedangkan ibunya atau bapaknya sudah kedinginan.
Karena biasanya jika si kecil tidur pulas AC dimatikan, barulah beberapa waktu dinyalakan kembali menyesuaikan kondisi. Akhirnya AC tetap nyala dan si kecil beranjak tidur. Ini bukan sebuah ancaman akan tetapi sebagai upaya mengenalkan anak pada sebuah konsekuensi dan sikap tegas. Menyampaikannya secara lembut dan tidak buru-buru marah bahkan hingga bersikap kasar.
Contoh lainnya, saat si kecil belajar hafalan surat-surat pendek, adakalanya penulis meninggikan suara dengan maksud anak bersungguh-sungguh dengan hafalannya dan bisa fokus walau hanya dalam hitungan menit.
Penulis juga seringkali menyampaikan permintaan maaf di akhir sesi belajar si kecil apabila telah membuatnya tidak nyaman. Hal demikian semata-mata untuk membentuk perilaku disiplin atas`setiap aktivitas yang ia kerjakan atau lalui.
Penulis meyakini bahwa ketegasan orang tua sangat diperlukan oleh anak. Ia memerlukan keyakinan dan pijakan yang kokoh. Maka dari itu, pentingnya mengajarkan anak tentang dua hal. Pertama, betapa pentingnya bersikap konsisten terhadap aturan, keyakinan, dan agama. Kedua, komitmen tidak bernilai tanpa konsistensi.
Anak tidak dapat belajar memiliki komitmen ketika melihat bagaimana perkataan mudah diciderai. Oleh sebab itu, pentingnya orang tua agar berpegang teguh pada prinsip pengasuhan dan tidak mudah goyah.
Dampak Buruk Mendidik dengan Keras Berlebihan