Ketika anak berada pada kondisi kegagalan atau berbuat kesalahan, ia merasa sangat bersalah dan takut pada orangtuanya. Alhasil, hal demikian memengaruhi kondisi kesehatan mentalnya.
Karena totalitas harapan yang tinggi dari orang tua atau keluarga menjadi salah satu faktor masalah kesehatan mental pada remaja. Sehingga hal demikian menyebabkan hilangnya minat pada aktivitas yang biasanya ia sukai.
Seharusnya orang tua atau pengasuh berperan untuk membangun kesehatan mental dan emosional anak yang baik. Sehingga anak memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan yang baik dan bertanggung jawab atas tindakan mereka.
Oleh sebab itu, dalam pencarian jati dirinya, remaja membutuhkan sosok orang tua suportif yang mendukung dan menyemangati segala aktivitas positifnya.
Eksplorasi Identitas Diri pada Remaja
Dikutip dari laman Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI), remaja merupakan kelompok usia 10 tahun sampai sebelum berusia 18 tahun. Pada rentang usia tersebut, remaja mengalami perubahan fisik, psikologis, dan sosial secara signifikan.
Masa remaja merupakan masa dimana seorang manusia sedang berada dalam pencarian jati dirinya. Remaja yang mengetahui identitas diri secara tepat akan menemukan jati diri melalui eksplorasi berbagai aktivitas. Dengan demikian, ia akan semakin mengenali dirinya sendiri, dapat melihat masa depan dan memaknai kehidupan secara optimal.
Eksplorasi identitas diri merupakan proses penjelajahan atau pencarian jati diri dalam rangka pemenuhan kebutuhan pada tingkat kesadaran diri meliputi perubahan sikap dan perilaku sehat. Proses ini memiliki peran penting dalam membantu remaja mencapai kehidupan yang bermakna.
Kehidupan bermakna seperti apa yang remaja idamkan?
Yakni meningkatkan kecerdasan pribadi sesuai kemampuan dan kemauan dari lubuk hati.