Namun, yang patut menjadi perhatian, umpan balik yang kita berikan sebagai umat muslim tidak asal meniru "mentah-mentah" apa yang non muslim lakukan. Semua ada ketentuannya sesuai dengan syariat Islam.
Pertama, larangan menirukan non muslim yang berkaitan dengan agama atau akidah dan simbol-simbol keagamaan. Contohnya simbol dalam agama Islam seperti Al-Qur'an, Ka'bah, masjid, tulisan Allah dan Muhammad, Bendera Islam, pakaian (menutup aurat), kaligrafi, dan lain sebagainya.
Sedangkan, simbol agama kristen misalnya salib, Altar, Madonna dan anak (Maria dan bayi Yesus), pohon natal, sinterklas, dan sebagainya.
Adapun Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada 14 Rabi'ul Awwal 1437 H 14 Desember 2016 M tentang hukum menggunakan Atribut Keagamaan Non Muslim. Salah satu Fatwa yang keluar, adalah larangan menggunakan atribut-atribut Natal.
Sejalan dengan isi Fatwa tersebut juga disampaikan bahwa umat Islam agar tetap menjaga kerukunan antar umat beragama tanpa menodai ajaran agama.
Jadi, saat umat non muslim memborong semua takjil dan baju lebaran, umat Islam juga dapat melakukan kebaikan "sepadan" yang berhubungan dengan sikap toleransi sesuai dengan syariat Islam.
Kedua, diperbolehkan yang berkaitan dengan budaya, adat istiadat atau tradisi, seni, dan sebagainya. Selama substansinya tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam.
Contoh, Walisongo menggunakan media wayang dalam berdakwah, tidak lantas menyertakan kata-kata "pemujaan", melainkan diganti dengan doa-doa sesuai ajaran agama Islam.
***
Berbagai jalan bisa dilakukan untuk berbuat baik terhadap sesama yang berbeda agama. Dengan tetap menjunjung tinggi kebenaran, kebajikan, kedamaian, kasih sayang dan tanpa kekerasan.
Sebagai umat Islam kita dianjurkan untuk bersikap tenggang rasa atau toleransi yang tinggi. Akan tetapi, toleransi pun ada batasan dan ketentuannya. Mempertahankan identitas umat Islam yang adaptif terhadap umat lain dan tetap menjaga prinsip dalam segala sikapnya dengan syariat Islam.