Mohon tunggu...
Khusnul Kholifah
Khusnul Kholifah Mohon Tunggu... Lainnya - Ibu dan Pendidik

Pencinta literasi sains, parenting, dan kesehatan

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Takjil War, Perang Baju Lebaran, dan Sikap Umat Islam

31 Maret 2024   15:57 Diperbarui: 31 Maret 2024   16:00 924
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana masyarakat berburu takjil di bulan Ramadan (Sumber : UMS Surakarta via rri.co.id)

"Ramadan tahun ini seru. Toleransi dijunjung tinggi melalui pertakjilan dan lain-lain," tulis netizen di kolom komentar salah satu jejaring sosial.

Setali tiga uang dengan pernyataan di atas, adapun topik berita utama beberapa media massa elektronik bertajuk sama dalam satu pekan ini yaitu tentang viralnya aktivitas non muslim mengikuti war takjil hingga baju lebaran.

Pemberian istilah yang unik menjadikan fenomena ini semakin tersebar di media sosial dengan berbagai pemberitaan unik dan menarik. Begitu pun di ranah faktual, fenomena tersebut juga menjadi perbincangan hangat hingga kini. Hal demikianlah yang memberikan warna tersendiri pada Ramadan tahun ini.

Menariknya, bahkan salah satu pemuka agama non Islam membuat sebuah gerakan memborong menu berbuka (war takjil) sebagai bentuk toleransi antarpemeluk agama. Tindakan demikian pun banyak mendatangkan dukungan positif sebagian besar warganet yang menghiasi postingan di berbagai media sosial.

Merujuk pada fenomena takjil war dan perang baju lebaran sebagai bentuk toleransi, maka ada beberapa hal yang patut menjadi perhatian mengingat aktivitas ini kembali pada tujuan permulaan.

Pertama, bertujuan untuk melarisi para pedagang terutama pegiat Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) seperti pedagang takjil makanan dan minuman, toko baju muslim, pengrajin songkok atau peci, dan sebagainya.

Pedagang merasa diuntungkan dengan fenomena tersebut. Pasalnya, mereka bukan sekadar membeli melainkan memborongnya. Sehingga gerakan tersebut patut diapresiasi karena mereka berhasil membahagiakan hati para pedagang. Lebih tepatnya bisa diungkapkan manisnya cuan bagi para pedagang yang melebur sekat agama.

Kedua, bertujuan untuk berbagi. Berbagi hadiah adalah simbol cinta. Demikian pun tertuang pada aktivitas yang fenomenal tersebut. Atas dasar toleransi dan rasa kemanusiaan, mereka membagikan sebagian atau bahkan semua takjil yang diborong untuk para muslim yang sedang menanti waktu berbuka.

Sungguh kenampakan yang adem, selain meningkatkan perputaran roda perekonomian para pedagang, gerakan "perang" ini bertujuan untuk saling berbagi sesama manusia.

Ketiga, sebagai konten inspiratif. Ketertarikan non muslim terhadap takjil atau baju lebaran sebenarnya sudah ada sejak dulu. Semenjak di era digital, barulah menjadi tren karena viral.

Begitu menjamurnya aksi pembuatan konten "peperangan" ini selama Ramadan. Para pembuat konten sengaja membagikan konten inspiratifnya tersebut melalui gambar, tulisan hingga video viral.

Hal demikian menyadarkan kita betapa fenomena takjil war dan perang baju lebaran mampu menggeser "sikap kaku" pada bangsa yang majemuk ini. Melalui kreativitas yang dibumbui kelucuan, para pembuat konten mengingatkan pentingnya toleransi antarumat beragama dengan tindakan yang tanpa menyinggung perasaan pemeluk agama lain.

Sikap saling tolong-menolong, saling menghormati dan menghargai, tercermin dalam kegiatan fenomenal ini.

Lalu, dimana letak toleransinya?

Akan bernilai kebaikan karena memberikan manfaat yang dapat mengukuhkan hubungan kemanusiaan asal tidak keluar pada koridor keagamaan.

Sebaliknya, akan menimbulkan mudharat apabila memicu sebuah tindakan negatif. Misalnya memborong atau membeli takjil pada pukul 3 sore dan dinikmati bersama teman-teman di ruang atau tempat terbuka sebelum waktu berbuka.

Contoh lainnya, mereka membeli baju lebaran sebagai ajang pamer atau bentuk tren di media sosial. Sungguh tidak ada manfaatnya, sehingga hal demikian dapat menimbulkan suasana tidak menyenangkan serta memicu timbulnya kesalahpahaman.

Mengingat definisi toleransi antarumat beragama adalah bentuk pengamalan nilai Pancasila pertama dengan tujuan untuk menciptakan kerukunan antar umat beragama dan percaya akan Tuhan Yang Maha Esa.

Feedback Umat Muslim

Islam adalah agama yang sangat terbuka menyangkut kebaikan dari mana pun sumbernya. Sejak awal masa Islam, hal tersebut terlihat, sekian banyak adat istiadat jahiliah yang diterima baik oleh Islam salah satunya yaitu kedermawanan.

Umat Islam akan selalu menghargai keberagaman, selagi umat non muslim tersebut tidak mengganggu keharmonisan, mengajak kemaksiatan, dan negatif lainnya. Hidup rukun berdampingan dalam keragaman, tetap mengutamakan nilai-nilai kemanusiaan.

Namun, yang patut menjadi perhatian, umpan balik yang kita berikan sebagai umat muslim tidak asal meniru "mentah-mentah" apa yang non muslim lakukan. Semua ada ketentuannya sesuai dengan syariat Islam.

Pertama, larangan menirukan non muslim yang berkaitan dengan agama atau akidah dan simbol-simbol keagamaan. Contohnya simbol dalam agama Islam seperti Al-Qur'an, Ka'bah, masjid, tulisan Allah dan Muhammad, Bendera Islam, pakaian (menutup aurat), kaligrafi, dan lain sebagainya.

Sedangkan, simbol agama kristen misalnya salib, Altar, Madonna dan anak (Maria dan bayi Yesus), pohon natal, sinterklas, dan sebagainya.

Adapun Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada 14 Rabi'ul Awwal 1437 H 14 Desember 2016 M tentang hukum menggunakan Atribut Keagamaan Non Muslim. Salah satu Fatwa yang keluar, adalah larangan menggunakan atribut-atribut Natal.

Sejalan dengan isi Fatwa tersebut juga disampaikan bahwa umat Islam agar tetap menjaga kerukunan antar umat beragama tanpa menodai ajaran agama.

Jadi, saat umat non muslim memborong semua takjil dan baju lebaran, umat Islam juga dapat melakukan kebaikan "sepadan" yang berhubungan dengan sikap toleransi sesuai dengan syariat Islam.

Kedua, diperbolehkan yang berkaitan dengan budaya, adat istiadat atau tradisi, seni, dan sebagainya. Selama substansinya tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam.

Contoh, Walisongo menggunakan media wayang dalam berdakwah, tidak lantas menyertakan kata-kata "pemujaan", melainkan diganti dengan doa-doa sesuai ajaran agama Islam.

***

Berbagai jalan bisa dilakukan untuk berbuat baik terhadap sesama yang berbeda agama. Dengan tetap menjunjung tinggi kebenaran, kebajikan, kedamaian, kasih sayang dan tanpa kekerasan.

Sebagai umat Islam kita dianjurkan untuk bersikap tenggang rasa atau toleransi yang tinggi. Akan tetapi, toleransi pun ada batasan dan ketentuannya. Mempertahankan identitas umat Islam yang adaptif terhadap umat lain dan tetap menjaga prinsip dalam segala sikapnya dengan syariat Islam.

Semoga bermanfaat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun