Pada Jumat (9/2/2024), bertepatan cuti bersama Imlek 2024, hujan mengguyur kota Jakarta Selatan sejak pagi hingga menjelang sore hari. Tidak seperti biasanya si kecil bersemangat untuk tidur siang. Mungkin saja karena gemuruh petir dan derasnya air hujan membuat si kecil memutuskan untuk tidur.
Tidak biasanya pula si kecil menolak untuk makan siang. Sebelum tidur siangnya, dia nyemil buah pisang dan minum susu kotak yang diambilnya sendiri dari dalam kulkas.
Menjelang ashar hujan mereda dan si kecil pun bangun. Saya memutuskan untuk membeli beberapa lauk di warung makan yang jaraknya tidak jauh dari tempat tinggal. Saat itu tanggal merah, jadi saya berniat hanya masak nasi dan selebihnya untuk lauk beli saja.
Sebelum keluar dari rumah, gawai milik saya bergetar tanda ada chat WhatsApp (WA) yang masuk.
Ternyata sebuah pesan suara dari Ami Nisa, ibu dari teman sekolah si kecil sekaligus tetangga kami. Setelah saya buka voice note tersebut, ternyata suara dari teman si kecil. Kemudian kedua anak yang sama-sama berusia 4 tahun ini saling berbalas pesan singkat lewat suara dari hp ibunya.
Berikut teks obrolan si kecil dan temannya. Araa : si kecil, Ams : temannya.
Ams : "Araa.. Araa, kamu di rumah nggak?"
Araa : "Iya. Araa di rumah, tu mau ashar tu." (suara adzan ashar berkumandang)
Araa : "Apa Mas Ams?"
Ams : "Entar ya.. ee.. Ami mau bawain Bakso."
Araa : "Makasih Ami, sama Mas Ams, sama Abinya Ams."
Demikian kurang lebih isi percakapan mereka melalui pesan suara WA.
Maka niatan untuk keluar rumah pun saya urungkan.
Beberapa menit kemudian ada suara memanggil si kecil dari luar rumah. Ternyata Ami Nisa yang datang dan membawakan semangkuk bakso.
"Wahh.. terima kasih, Ami. BarakaAllah," ucap saya.
"Sama-sama, Mbak," balas Ami Nisa.
"Kok mas Ams tidak ikut?," lanjut saya.
"Iya, ndak tak suruh ikut karena hujan," jawab Ami Nisa.
Semangkuk bakso yang Ami Nisa bawakan adalah hasil dari racikan dan masakannya sendiri. Bahkan baksonya pun home made tanpa bahan pengawet. Beliau sudah biasa membuat adonan bakso yang komposisinya dari campuran daging sapi, daging ayam, dan sedikit tepung yang kemudian digilingkan di tempat penggilingan langganannya di kawasan pasar induk.
***
Ami Nisa sering sekali berbagi makanan kepada kami. Mulai dari nasi uduk khas betawi, dimsum, opor ayam dan ketupat, kue-kue lebaran, dan masih banyak lagi.
Bertetangga dengan beliau menjadikan saya belajar banyak hal. Bahkan saat awal-awal saya tinggal di Jakarta, Ami Nisa dan putra semata wayangnya lah yang sering mengajak saya dan si kecil "melanglang buana" mengelilingi kota metropolitan. Mengingat beliau adalah penduduk asli kota Jakarta sedangkan saya dan suami adalah pendatang.
Kembali lagi pada semangkuk bakso tadi, sungguh momentum yang sangat tepat saya kira untuk menggambarkan hidangan berkuah hangat yang cocok dinikmati di kala hujan. Lebih lanjut, siapa sangka yang awalnya saya ingin membelikan lauk untuk si kecil jadi dibatalkan karena suguhan semangkuk bakso dari Ami Nisa.
Sejak awal berbagi makanan dengan keluarga kami, Ami Nisa tidak pernah "gagal" dalam menyajikan makanan dengan tampilan yang sangat "menghargai dan menghormati" penerimanya. Sebagai contoh, semangkuk bakso yang beliau hantarkan kepada kami diletakkan pada mangkuk yang berukuran cukup besar, terbuat dari porselen berkualitas, dan beralaskan piring dengan bahan yang sama juga.
Selain itu, tetangga kami yang baik hati ini sering kali berbagi di hari jumat. Memang jika ingin berbagi tidak harus mengenal hari. Semua hari adalah baik. Namun, berbagi di hari jumat memiliki keutamaan bagi kami.
***
Bahkan, untuk mengembalikan mangkuk dan piring berbahan keramik tersebut ada etikanya. Saya mencuci bersih mangkuk dan piring tersebut dan ditiriskan hingga kering. Sebaiknya memang sesegera mungkin untuk dikembalikan kepada memiliknya. Namun, pada waktu itu saya berpemikiran bahwa akan mengembalikan keesokan harinya sembari membawakan beberapa makanan untuk teman si kecil.
Sebenarnya, Ami Nisa tidak mengharapkan hal demikian, maksudnya sebuah "timbal balik" tersebut. Ibu dari teman si kecil ini tulus dan ikhlas berbagi makanan dengan kami tanpa mengharapkan timbal balik.
Kebiasaan saling berbagi di antara kami pun terjalin dengan baik hingga kini. Bukan hanya berbagi soal makanan saja, seringkali kami pun saling berbagi cerita tentang tumbuh kembang anak-anak kami mengingat mereka satu sekolah dan berusia sama.
Terima kasih orang baik, semoga Allah membalas segala kebaikan tetangga baik kami ini. Memang benar ya, rejeki tidak melulu soal materi. Memiliki tetangga yang baik pun itu merupakan sebuah rejeki. Tinggal bagaimana cara kita membalas budi baik mereka agar silaturrahmi tetap terjaga.
Semoga bermanfaat.
*catatan : semua nama bukan asli alias disamarkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H