Pada pertengahan Desember 2023, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data bertajuk Survei Biaya Hidup (SBH) dengan hasil bahwa Jakarta menjadi kota dengan biaya hidup tertinggi di Indonesia. Berdasarkan data tersebut, rata-rata biaya hidup di Jakarta mencapai Rp 14.884.110, disusul oleh kota Bekasi dengan urutan kedua yaitu Rp 14.335.418, dan urutan ketiga yaitu kota Surabaya Rp 13.357.751.
Adapun kota-kota berikutnya yang masuk daftar 10 kota dengan biaya hidup tertinggi di Indonesia secara berurutan yaitu Depok, Makassar, Tangerang, Bogor, Kendari, Batam, dan Balikpapan. Data survei yang disampaikan oleh BPS pun benar adanya karena badan ini memiliki data valid yang dapat dipertanggungjawabkan sesuai metode tertentu yang digunakannya.
Lalu, relevankah data tersebut dengan kondisi masyarakat Jakarta terkini?
Mengingat besaran Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI Jakarta Tahun 2024 sekitah Rp 5 juta, sedangkan biaya hidup di kota metropolitan ini hampir menyentuh angka Rp 15 juta. Hal tersebut mengonfirmasi bahwa kondisi ini berbanding terbalik dengan realita rata-rata gaji pekerja di Jakarta.
Angka biaya hidup yang dirilis oleh BPS merupakan rata-rata sehingga tidak menggambarkan biaya hidup masyarakat Jakarta seluruhnya atau bergantung pada masing-masing wilayah Jakarta itu sendiri.
Secara garis besar biaya hidup (living cost atau cost of living) meliputi : (1) biaya tempat tinggal, (2) listrik, internet, air, dan bahan bakar, (3) biaya konsumsi seperti makanan dan minuman, (4) biaya transportasi, (5) biaya pendidikan anak, (6) biaya kesehatan, dan (7) biaya lain-lain seperti dana darurat, pajak dan kewajiban, perawatan dan jasa, hiburan, gaya hidup, dan sebagainya.
Mendengar kata Jakarta, orang-orang akan berpendapat beragam hal tentang kota ini. Ada yang mengatakan Jakarta identik dengan gedung-gedung tinggi menjulang yang menyediakan lapangan pekerjaan dengan gaji menggiurkan.
Ada yang berpendapat bahwa Jakarta merupakan representasi kehidupan perkotaan yang dinamis atau kota 24 jam atau kota sibuk yang juga rawan kemacetan dan polusi udara.
Ada pula yang "terpesona" dengan Jakarta karena keberadaannya sebagai kawasan pusat perputaran ekonomi serta pusat pendidikan yang bergengsi dan bereputasi yang didukung oleh kemajuan teknologi modern. Bahkan ada pula yang berpendapat bahwa Jakarta adalah kota "langganan" banjir.