Memiliki anak yang aktif, sehat, dan ceria adalah dambaan para orang tua. Agar anak tidak mudah sakit diperlukan langkah-langkah preventif oleh orang tua supaya tumbuh kembang anak optimal. Kebutuhan nutrisi pada anak tidak cukup sekadar kalori yang diperoleh dari makanan utama, camilan, dan minuman yang ditandai dengan rasa kenyang.
Penting bagi orang tua memperhatikan dan selektif dengan apa yang anak konsumsi agar terpenuhi kebutuhan nutrisi lainnya seperti protein, lemak, vitamin, mineral, zat besi, dan sebagainya. Jika tidak, hal tersebut akan berimbas pada status kesehatan anak bisa dalam jangka waktu dekat maupun jangka panjangnya sehingga anak jadi rentan sakit.
Makanan dan minuman sehat meliputi makanan utama, kudapan atau camilan, dan minuman yang memiliki status gizi yang baik bebas dari pengawet, pewarna, dan pemanis buatan.
Berbicara tentang daya tahan tubuh pada anak, ada tipikal anak yang sensitif atau alergi dengan jenis makanan atau minuman tertentu sehingga setelah mengonsumsinya anak tersebut menjadi sakit misalnya tiba-tiba batuk dan pilek.
Ada pula anak yang "kebal" dengan segala jenis makanan dan minuman sehingga tidak mempengaruhi kesehatannya alias anak tetap baik-baik saja setelah mengonsumsinya. Jangan sampai orang tua langsung "berbangga diri", sebaiknya harus meninjau ulang makanan dan minuman apa yang dikonsumsi oleh anak terutama pada jenis makanan dan minuman yang berpengawet misalnya. Perlu diketahui bahaya pengawet pada makanan dan minuman yang kemungkinan besar akan berdampak pada kesehatan anak.
Batuk dan pilek adalah dua gejala penyakit yang menjadi "langganan" menerpa anak-anak sehingga sering membuat frustrasi para ibu. Saat anak batuk atau pilek, terkadang seorang ibu merasa bersalah, makanan atau minuman apa yang sudah anak konsumsi sehingga membuat anak sering sekali batuk dan pilek.
Atau jangan-jangan ketularan temannya di sekolah?
Sama halnya yang saya alami saat si kecil batuk dan pilek.
Apakah ada seseorang yang memberi si kecil makanan atau minuman tanpa sepengetahuan saya? Kok tidak ada yang memberitahu atau minta izin kepada saya sebagai orang tuanya.
Demikian terkadang yang terbersit dalam pikiran saya. Maaf jadi berprasangka buruk pada orang lain ya.
Saya mencoba menelisik lagi, mengingat-ingat menu makanan dan minuman si kecil beberapa hari ke belakang. Benar saja, saya menemukan pemicu batuk dan pilek yang tiba-tiba dialami olehnya. Tiga hari yang lalu, saya memberikan camilan si kecil yaitu dua lembar roti tawar isi cokelat dan meses serta susu kotak rasa cokelat di luar waktu makan utamanya. Di hari berikutnya, saya juga membawakan roti dan susu tersebut sebagai bekal sekolahnya. Sore harinya, di rumah juga si kecil ngemil roti tawar isi cokelat karena masih ada stok jadi biar sekalian habis pikir saya.
Tibalah malam harinya, di tengah malam, si kecil batuk tiada henti dan tiba-tiba hidungnya mampet seperti menyimpan ingus yang banyak. Padahal di malam-malam sebelumnya si kecil tidur nyenyak tanpa disertai batuk.Â
Langkah pertama saya mematikan pendingin ruangan terlebih dahulu karena bisa jadi si kecil kedinginan. Lalu, saya oleskan minyak kayu putih ke bagian perut, punggung dan tengkuk lehernya dengan pijatan ringan. Alhasil, beberapa saat kemudian si kecil dapat kembali tidur lagi meski sesekali batuk disertai nafas yang "agak berat" karena hidungnya mampet.
Terakhir kali saya periksakan si kecil ke dokter karena batuk dan pilek sekitar satu bulan yang lalu kemudian sembuh dalam waktu sepekan. Nah, ini tiba-tiba batuk lagi. Padahal makanan dan minuman yang si kecil konsumsi tidak ada yang "aneh-aneh" selain yang saya sebutkan tadi. Apalagi hampir 90% menu makanan utamanya adalah masakan saya sendiri. Itu menurut saya.
Saya dan ayah si kecil belum memutuskan untuk memeriksakan si kecil ke dokter lagi. Sambil kami pantau perkembangannya, saya mencoba berselancar di internet dan media sosial untuk mencari tahu penyebab batuk dan pilek si kecil.Â
Akhirnya, saya menemukan sebuah postingan pada akun media sosial milik seorang dokter spesialis anak yang membahas tentang penyebab seringnya batuk dan pilek terjadi pada anak. Bahkan saya menemukan sebuah istilah baru yang sebenarnya nama lainnya tidak asing di telinga saya yaitu tonsilitis atau radang amandel. Jadi teringat saat saya masih duduk di bangku sekolah dasar pernah mengalami radang amandel beruntung tidak sampai berujung operasi.
Saya bertanya dalam hati, apa jangan-jangan anak saya juga terkena radang?
Saya selalu mengajarkan dan membiasakan si kecil memberi tahu kedua orangtuanya jikalau ada yang dirasa sakit misalnya waktu pagi hari saat saya menemani si kecil Buang Air Besar (BAB), dia mengatakan jika perutnya agak sakit padahal kan sudah BAB. Oh, ternyata perut si kecil memang sedang kurang nyaman.
Sama halnya dengan kondisinya saat batuk, saya memastikan kondisinya apakah tenggorokannya sakit atau tidak, atau sekadar bertanya mana bagian yang sakit. Hal tersebut sangat membantu saya sebagai orang tua saat kondisi anak tiba-tiba tidak seperti biasanya.
Lalu, apa hubungan batuk dan pilek dengan tonsilitis?
Kembali ke pembahasan tonsilitis tadi, saya jadi teringat awal September lalu saat kasus penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) sedang meningkat di Jakarta. Saat itu juga si kecil terkena ISPA yang ditandai dengan demam, batuk, pilek, dan radang tenggorokan. Setelah periksa ke dokter, si kecil diberi obat diantaranya ada antibiotik dan dia berangsur pulih kurang lebih selama tiga pekan hingga batuk dan pileknya benar-benar sembuh.
Nah, sekarang saya dibuat cemas oleh keadaan si kecil yang kembali batuk lagi. Saya menyadari bahwa ada banyak faktor penyebab batuk pada anak seperti paparan asap rokok, polusi udara, cuaca, lingkungan yang tidak terjaga kebersihannya, dan sebagainya.
Namun, kali ini sepertinya karena faktor makanan dan minuman yang dia konsumsi sehingga memicu kembalinya batuk saat daya tahan tubuhnya sedang lemah. Padahal, jajanan pun dia  tidak biasa makan makanan ringan kemasan misalnya snack ekstrudat yang berpengawet dan pewarna dengan kandungan gula dan garam yang tinggi. Bahkan eskrim saja anak saya tidak doyan.
Setelah saya membaca beberapa potong artikel pada postingan dokter spesialis anak tadi, saya mengulik lebih lanjut apa itu tonsilitis.
Dikutip dari laman Wikipedia, tonsilitis atau radang amandel merupakan infeksi pada amandel yang kadang mengakibatkan sakit tenggorokan dan demam. Gejala umumnya meliputi pembengkakan pada amandel berupa warna kemerahan, bintik putih atau kuning, sakit tenggorokan, batuk, sakit kepala, hidung tersumbat karena pilek, panas dingin, dan sebagainya.
Penyebab tonsilitis pada umumnya adalah virus pilek (adenovirus, rhinovirus, influenza, coronavirus, RSV). Selain virus, terdapat bakteri penyebab tonsilitis yaitu Group A-hemolitik streptokokus beta (GABHS) yang menyebabkan radang tenggorokan. Dan masih ada virus serta bakteri lainnya penyebab tonsilitis ini.
Lebih lanjut, dilansir dari laman alomedika.com, vaksinasi dapat digunakan untuk mencegah tonsilitis bakteri, misalnya yang disebabkan oleh Corynebacterium diphteria dan Haemophilus influenzae tipe B (Hib).
Jika menilik kembali ke buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) tahun 2018, si kecil sudah imunisasi DPT-HB-Hib 4 kali (1, 2, 3, dan lanjutan). Berdasarkan pada buku tersebut, vaksin DPT-HB-Hib mencegah penularan penyakit difteri, batuk rejan, tetanus, Hepatitis B, dan Meningitis. Jadi, vaksin Hib yang dimaksud dalam buku KIA ini adalah sama dengan vaksinasi untuk pencegahan tonsilitis yang disebabkan oleh bakteri.Â
Pola Makan Buruk pada Anak
Menurut Kemenkes RI (2018), pola makan merupakan makanan yang tersusun meliputi dari jumlah, jenis bahan makanan, yang biasa dikonsumsi pada saat tertentu. Pola makan yang benar adalah makanan pokok, lauk-pauk, buah-buahan dan sayur-sayuran, serta dikonsumsi secukupnya dan tidak berlebih.
Sedangkan, pola makan buruk atau menu tidak sehat seperti mengonsumsi minuman dingin yang dijual di pinggir jalan yang kemungkinan besar air yang digunakan tidak dimasak terlebih dahulu.
Ternyata, pola makan yang buruk memengaruhi adanya penyakit ini. Berbagai jajanan cepat saji, makanan olahan, makanan ringan kemasan, minuman kemasan, makanan gorengan dengan penggunaan minyak berulang, berlemak dan manis apabila dikonsumsi dalam jumlah yang banyak  dalam jangka waktu tertentu meningkatkan risiko karena paparan bahan penyedap, perasa, dan pengawet makan yang berlebih dan menumpuk di rongga mulut sehingga menurunkan kualitas tonsil dalam memproduksi antibodi bagi kuman patogen.
***
Semakin mengerucut penyebab batuk dan pilek si kecil, hingga saya mengambil kesimpulan bahwa itu semua muncul karena pemberian makanan dan minuman yang tidak tepat oleh saya apalagi dalam kondisi imunitas sedang lemah.
Kini si kecil mulai pulih dari batuk dan pileknya. Saya menghindari masakan dan jajanan yang menjadi pencetus dan pemicunya seperti makanan berminyak, makanan ringan kemasan, aneka makanan yang berbahan atau mengandung cokelat yang rasanya terlalu manis, dan sebagainya.
Saya memasak menu utama yang berkuah-kuah seperti sop ayam, soto daging, tahu dan tempe bacem, dan olahan rebusan lainnya. Dengan tujuan mengurangi masakan yang pengolahannya digoreng menggunakan minyak dan memakai gula, garam, dan penyedap secukupnya.
Untuk camilan, saat ini adalah buah-buahan seperti pisang dan mangga. Sama halnya saat membawakannya bekal, cukup air putih dan buah-buahan misalnya buah potong karena dari rumah sudah sarapan. Meskipun godaan ada saja datang karena teman-temannya juga paling sering dibekali orangtuanya makanan ringan kemasan, susu kotak rasa coklat, dan roti tawar isi cokelat yang ternyata menjadi salah satu pencetus dan pemicu anak batuk dan pilek.
Dampak buruk tonsilitis bagi tumbuh kembang anak dapat mempengaruhi prestasi belajarnya. Jangan tunggu sampai radang datang, pentingnya orang tua menjaga pola makan meliputi tidak jajan sembarangan dan selektif memilih makanan, camilan, dan minuman si kecil. Selain itu, istirahat yang cukup, menjaga asupan nutrisi dan cairan adekuat, menjaga kebersihan mulut, menghindari paparan asap rokok, rajin berjemur supaya dahak berkurang, menjaga kebersihan diri, lingkungan, dan peralatan makan.
Semoga upaya-upaya tersebut menuai hasil sehingga anak tidak lagi rentan terkena batuk dan pilek. Namun, apabila anak masih saja batuk dan pilek, lebih baik diperiksakan dan berkonsultasi kepada dokter untuk mengetahui kondisi anak lebih lanjut beserta penanganannya.
Semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H