Mohon tunggu...
Khusnul Zaini
Khusnul Zaini Mohon Tunggu... Pengacara - Libero Zona Mista

Menulis Semata Mencerahkan dan Melawan ....!!!

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Gerakan Melawan Kontestan "Korupsi dan Politik Dinasti" dalam Pilkada Serentak

24 November 2024   15:24 Diperbarui: 27 November 2024   13:03 422
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dari berbagai pengaruh yang ditimbulkan korupsi, tidak bisa lagi disangkal bahwa korupsi membawa dampak yang merugikan dan menghambat pelaksanaan pembangunan di segala bidang. Karena uang yang semestinya digunakan untuk membiayai pelaksanaan pembangunan, hilang menjadi milik pribadi dan memperkaya segelintir orang.

Menisbihkan korupsi merajalela berarti membiarkan kejahatan menggerogoti kekayaan negara untuk kepentingan pribadi, kelompok atau golongan dengan mengabaikan kepentingan umum atau kepentingan rakyat banyak. Dengan membiarkan korupsi, berarti pula membiarkan negara menuju kehancuran, keterbelakangan dan pemeliharaan kemiskinan.

Bisa dibayangkan, jika calon kontestan Pilkada ternyata diduga telah terlibat korupsi, meskipun masih tahap penyelidikan atau penyidikan belum berstatus tersangka kemudian lolos seleksi KPUD yang memang aturannya tidak mensyaratkan soal dugaan korupsi, maka bisa dipastikan seluruh pemenuhan logistik kampanye anggota Timsesnya diduga berasal dari uang korupsi.

Praktik Politik Dinasti Calon Kontestan 

Mengapa penting dan harus dilawan para calon kontestan yang terindikasi melakukan praktik politik dinasti dan atau diprediksi akan melakukan praktik politik dinasti saat terpilih nanti? Hal ini ada kaitannya dengan penjelasan dan konsekwensi logis yang terjadi kedepannya.  

Secara hukum dan konstitusi, politik dinasti merupakan fenomena legal dan tidak dilarang UU. Praktik politik dinasti memang erat kaitannya dengan sejarah Indonesia. Akan tetapi, mengapa calon kontetstan yang terindikasi ada praktik politik dinasti harus dilawan dan dikalahkan? Ada konsekwensi bila calon kontestan tersebut terpilih, akan berpotensi "menutup akses informasi dan peluang partisipasi publik".  

Peran partisipasi publik dan potensi civil society akan mereka nilai sebagai pihak penentang kebijakan politiknya. Kebijakan internal birokrasinya kemungkinannya juga akan mengeliminir potensi SDM staf ASN yang dinilai idealis karena ide-ide gagasan konstruktif-progresifnya yang bisa menghalangi praktik politik dinasti yang akan dilakukannya.

Sejatinya mentalitas pemimpin yang sudah biasa menjalankan praktik politik dinasti itu telah tersandra secara psikologis dengan keluarga dan rekan-rekan bisnisnya, yang sudah menjelma sebagai Oligark. Konspirasi mereka telah dibangun selama puluhan tahun, bahkan diantara mereka juga telah mendapat keuntungan sesuai tujuannya masing-masing.

Untuk mensiasati prilaku oligarknya mendapat simpati publik dengan kesan sebagai "figur pengayom dan peduli masyarakat rentan", mereka berinvestasi menjalin komunikasi dengan para aktivis LSM, wartawan, stakeholder kunci, pimpinan Ormas, dan bahkan aparat penegak hukum. Semuanya itu dilakukan semata untuk memuluskan misi personal dan koleganya.

Fenomena prilaku praktik politik dinasti di atas, sangat relevan bila dikaji melalui pertanyaan ontologis, yaitu pertanyaan yang berkaitan dengan keberadaan sesuatu, seperti "Apakah yang ada?" atau "Apakah realitas itu?". Pertanyaan-pertanyaan ini merupakan bagian dari kajian filsafat yang disebut ontologi.

Ontologi adalah cabang filsafat yang mempelajari tentang: Apa yang ada, Jenis-jenis entitas yang ada, Sifat dan hubungan antar entitas, Bagaimana menentukan apakah sesuatu ada atau tidak, Klasifikasi keberadaan. Meskipun Ontologi merupakan salah satu bidang kajian filsafat yang paling kuno, tetapi teorinya masih relevan untuk proses pembuktian secara deskriptif-kwalitatif.

Ada empat ciri ontologis dari politik dinasti. Pertama, politik dinasti berakar pada ketakutan akan terlupakan. Mereka takut lenyap dari Sejarah, tidak lagi diperhitungkan oleh penguasa selanjutnya, dan oleh masyarakat luas. Kedua, politik dinasti berakar pada kerakusan yang tak tertahankan. Sang penguasa ingin merengkuh seterusnya hingga kehilangan akal sehat dan kejernihan nuraninya.

Ketiga, politik dinasti berpijak pada arogansi yang melampaui akal budi. Sang penguasa merasa lebih tinggi dari orang lain dan merasa berhak mempermainkan politik dan hukum sesuai kehendaknya. Keempat, politik dinasti berakar pada sikap takabur. Sang penguasa lupa diri dengan posisinya sebagai pelayan rakyat dan terlepas dari sikap kritis rakyat.

Relasi Korupsi Dengan Politik Dinasti

Apakah ada hubungan secara sistemik antara korupsi dengan praktik politik dinasti? Untuk membuktikannya tentu perlu ada teori, alasan, dan bukti lapangan berdasarkan praktik yang terjadi sebelumnya sebagai narasi deskriptif untuk pembenarannya.

Relasi kekuasaan adalah hubungan yang terbentuk dari berbagai pola relasi antar-manusia yang kemudian membawa suatu kepentingan dengan tingkat kekuasaan tertentu. Menurut Maximilian Weber, kekuasaan adalah kesempatan atau peluang seseorang atau kelompok untuk mewujudkan keinginannya sendiri, bahkan jika harus melawan orang-orang atau golongan tertentu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun