Mohon tunggu...
Khusnul Zaini
Khusnul Zaini Mohon Tunggu... Pengacara - Libero Zona Mista

Menulis Semata Mencerahkan dan Melawan ....!!!

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Filosofi "Merdeka" dalam Tafsir "Kemerdekaan" Sejati

16 Agustus 2023   03:13 Diperbarui: 17 Agustus 2023   05:45 2003
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nasionalisme bagi Y.B. Mangunwijaya bermakna penciptaan identitas Indonesia. Penciptaan kembali Nation Building yang harus menyertakan berbagai kemungkinan, sekalipun dari kutub yang paling ekstrem dengan lahirnya seorang pembelot yang dalam bahasa politik praktis memposisikan diri sebagai oposan paling radikal sekalipun.

Merdeka dalam berinteraksi social itu praktiknya bisa dilakukan melalui cara dan gaya bersikap, bertindak, berbicara, hingga cara berkomunikasi dengan siapapun. Pelaku tidak peduli dengan usia ataupun status sosial hingga jabatan yang melekat dalam dirinya, karena nilai kemerdekaannya terletak pada kebebasan berekspresi atau mengekspresikan pikiran, skill dan kreatifitas yang dikuasainya kepada siapapun. Apapun stigma yang dilekatkan sebagai dampak prilakunya, bukan lagi masalah secara prinsip bagi dirinya.

Setidaknya sama halnya dengan filsafat, bahwa ada empat penjara yang dialami manusia sejak lahir ke dunia, diantaranya penjara alam, penjara sejarah, penjara masyarakat dan penjara ego. 

Manusia yang merdeka dan yang bisa merasakan kemerdekaannya secara hakiki, ditandai ketika mereka mampu keluar dari empat penjara itu.

Sedangkan analisis kemerdekaan dari sudut pandang sastra yang menjadi bagian terpenting dalam proses pengasahan jiwa setiap individu itu, pada hakekatnya tidak terpisahkan dari upaya pemenuhan dan peningkatan kemampuan mengendalikan batin dengan rasa dan cinta. Kemerdekaan melalui kacamata sastra adalah metanarasi yang diciptakan agar makhluk berlomba-lomba mengejarnya.

Praktik merdeka dalam perspektif bisnis/berusaha itu, setidaknya bisa ditandai dengan tumbuh berkembangnya para pelaku bisnis yang terbebas urusan pinjaman modal maupun pelunasan hutang. Atau skala prosentase pelaku bisnis kelas menengan ke bawah lebih besar dari pelaku bisnis kelas menengah ke atas. Artinya, dengan kwantitas itu maka akan semakin kecil peluang terjadinya praktik monopoli bisnis, sehingga fenomena ini bisa dijadikan indicator bahwa praktik merdeka dalam perspektif bisnis/berusaha telah terwujudkan.

Bahkan, andaikata para pelaku bisnis kelas menengan ke bawah mampu mengoptimalkan hak politisnya atas subsisdi yang diberikan pemerintah dan konsisten menjalani dan memenuhi kewajibannya sesuai aturan yang berlaku, maka bisa dinilai bahwa praktik merdeka dalam perspektif bisnis/berusaha sudah benar-benar bisa menikmati kemerdekaannya.

Sebagaimana halnya dengan eksistensi para pegiat NGO yang mendapat dana hibah, jika berani melakukan negosiasi tawaran projek yang disesuaikan dengan visi-misi organisasinya tanpa harus tunduk sepenuhnya dengan target capaian sesuai keinginan pihak pemberi dana hibah, maka sejatinya praktik merdeka dalam perspektif bisnis/berusaha dari para pegiat NGO sudah benar-benar terpenuhi indikatornya.

Indicator merdeka dalam perspektif bisnis/berusaha juga bisa berhasil realisasinya, apabila para pimpinan/direktur perusahaan (swasta/BUMN) menjalankan praktik bisnis usaha tanpa harus memanipulasi pajak, menyuap proses mendapat persetujuan izin, bisa memenuhi seluruh kewajiban sesuai persyaratan yang ditentukan, mampu menjalankan praktik bisnis berbasis aturan yang berlaku, hingga ada keberanian melakukan perlawanan pihak pemberi izin yang tidak menjalankan kewajibannya secara konsisten.

Jika seseorang ataupun badan hukum tertentu belum mampu melakukan sikap dan prilaku sebagaimana paparan narasi dari keseluruhan ulasan di atas dalam menjalani kehidupan social-politisnya, maka bisa disimpulkan bahwa siapapun mereka itu dengan segala atribut status social-politik-budaya yang melekat dalam eksistensinya, belum menjawab "Filosofi Merdeka Dalam Tafsir Kemerdekaan Sejati".

Salam Merdeka Republik Indonesia 2023

Bahan Bacaan:

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun